Dzikrulloh Warosulih SAW
7.3.16
KONSEP AL-MAAL DALAM EKONOMI ISLAM
Abstrack
Ulama ushul fiqh pesoalan harta dimasukkan
kedalam salah satu al-dhariyyat al-khamsah (lima keperluan) yang terdiri dari
agama, jiwa, keturunan dan harta. Berdasarkan keadaan tersebut harta dapat
dijadikan sebagai obyek dalam transaksi jual beli, sewa-menyewa, kontrak kerja
sama (partnership) ataupun transaksi lainnya. Selain itu jika dilihat dari
karakteristik dasarnya harta juga bias dijadikan sebagai obyek kepemilikan
kecuali adanya faktor yang menghalanginya. Seperti burung yang terbang , ikan yang
berada dilautan, dan lain sebagainya. Penulisan makalah ini lebih menitikberatkan
pada konsepsi harta dalam Islam, pembagian dan fungsi harta dalam Islam. Dengan
metode diskritif normatif penulisan ini berusaha melacak entitas harta dalam
Islam melalui telaah buku (Library Research) diharapkan mampu memberikan
kontribusi positif bagi intelektual muslim selanjutnya. Dengan hasil penelitian
sebagai berikut 1) Fiqh
al maal merupakan
pemahaman tentang hukum-hukum syariat berdasarkan dalil-dalil syariat (A-qur’an
dan hadis) mengenai pemanfaatan atau penggunaan harta benda yang dimiliki oleh
seseorang. 2) Kedudukan harta antaralain
untuk kemaslahatan pribadi serta memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi orang
lain, selain itu harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan
(fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk menghimpun bekal
bagi kehidupan akhirat. 3) Fungsi harta antaralain Untuk menyempurnakan
pelaksanaan ibadah, meningkatkan (ketaqwaan) kepada Allah, menunjang kehidupan
sekarang maupun masa depan, menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan
dunia dan akhirat, mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, memutar
(men-tasaruf) peran-peran kehidupan, dan menumbuhkan silaturahmi.
Kata Kunci : Fiqh,al- Maal, Ekonomi
A. LATAR BELAKANG
Harta (al maal) merupakan salah satu komponen pokok dalam kehidupan manusia
yang tidak bisa ditinggalkan, dengan adanya harta manusia bisa memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sehingga terjadilah hubungan horizontal antar manusuia yang
disebut mu’amalah, karena pada dasarnya manusia tidak ada yang sempurna dan
tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri melainkan membutuhkan manusia yang
lainnya. Ulama ushul fiqh pesoalan harta dimasukkan
kedalam salah satu al-dhariyyat al-khamsah (lima
keperluan) yang terdiri dari agama, jiwa, keturunan dan harta. Berdasarkan
keadaan tersebut harta dapat dijadikan sebagai obyek dalam transaksi jual beli,
sewa-menyewa, kontrak kerja sama (partnership) ataupun transaksi
lainnya. Selain itu jika dilihat dari karakteristik dasarnya harta juga bias
dijadikan sebagai obyek kepemilikan kecuali adanya faktor yang menghalanginya.
Seperti burung yang terbang , ikan yang berada dilautan, dan lain sebagainya.
Selain harta merupakan
kebutuhan hidup manusia, tetapi harta tidak bisa membeli kebahagiaan dan
keimanan. Dalam konteks ekonomi Islam yang kita miliki
sebenarnya bukanlah milik kita akan tetapi milik Allah SWT. Dan hanya sekedar
dititipkan kepada kita yang mana didalamnya terdapat
hak-hak orang fakir miskin, yatim piatu dan lainnya.
Selain merupakan salah satu keperluan hidup yang pokok bagi
manusia, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi
kesenangan, dan untuk menghimpun bekal kehidupan akhirat. Ada berbagai macam
pendapat mengenai harta didalam Islam.
Penulisan makalah ini lebih menitikberatkan
pada konsepsi harta dalam Islam, pembagian dan fungsi harta dalam Islam. Dengan
metode diskritif normatif penulisan ini berusaha melacak entitas harta dalam Islam melalui telaah buku (Library Research) diharapkan
mampu memberikan kontribusi positif bagi intelektual muslim selanjutnya.
B. KONSEPSI FIQH
DAN AL MAAL
Menurut bahasa fiqh adalah Al fahmu
yang artinya pemahaman. Menurut istilah fiqh merupakan العلم بالأحكام الشرعيةالعملية من ادلتها التفصلية yaitu ilmu tentang
hukum-hukum syari'at yang bersifat Amaliyyah yang diperoleh dari dalil-dalil syari'at
(Al-Qur'an dan Sunnah) yang terinci[1].
Sedangkan dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia fikih artinya Syariat Islam,
hukum Islam.[2]
Kata fiqih berasal dari Bahasa Arab, yaitu dari kata al-fiqh (الفقه) yang artinya paham,[3] fiqh itu dapat di klasifikas menjadi beberapa bagian, antaralain
Fiqh Ibadah, Fiqh mawarist, Fiqh syiyasi, Fiqh muamalah terdiri dari fiqih
munakahat (fiqh ahwal syakhsiyah) tentang hubungan suami dan istri, fiqh
al maliyah tentang harta dan fiqh uqubah tentang hukum.[4] Dalam
ilmu bahasa kalimat fiqh mengandung dua makna[5] :
1.
Pemahaman secara mutlak, dikatakan si fulan yafqahu
al-khaira wa asy-syar artinya dia memahaminya.
2.
Memahami maksud pembicaraan seseorang, makna lebih khusus
dari makna pertama karena fiqh memahamai maksud dari ucapan yang berbicara dan
bukan hanya sekadar paham lafal secara bahasa.
Didalam Al-Qur’an terdapat istilah fiqh dengan makna pemahaman yang mendalam , sebagaimana firman
Allah SWT :
وَمَا كَانَ آلْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفرُو ا كَآفَة
ج فَلَولاَنَفَرَ مِنْ كُلِ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَآ ئِفَةٌ
لِيَتَفَقَّهُوا فِي آلدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُواقَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا
إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَهْذَرُوْنَ [6]
"Tidak sepatutnya bagi kaum mukmin itu pergi
semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan memberi
peringatan kepada kaumnya agar mereka kemblai kepadanya, supaya mereka itu
dapat menjaga dirinya".
(surah At-Taubah (9): 122 ).
Adapun dalam hadis, Rasulullah
SAW bersabda :
مَنْ يُرِدُ
اللّ‘هُ بِهِ خَيْرًا يَفْقَهُ فِي الدِّيْنِ
“Barang siapa yang Allah inginkan kebaikan baginya, maka Dia akan
memberinya pemahaman tentang agama”.
Adapun makna fiqh dalam istilah kalangan ahli fiqh adalah bidang
ilmu yang membahas tentang hukum-hukum amaliyyah mustanbathah (praktis)
yang diambil dari dalill-dalilnya secara terinci[7].
Maksud dari ilmu disini adalah paham, dan termasuk bagian dari syariat islam
adalh arahan Allah yang mengandung perintah wajib kepada seoarang mukallaf agar
dia melaksanakannya atau menjahui yang haram agar dijauhinya, atau anjuran,
makruh, mubah, atau arahan yang mengandung sesuatu yang berkaitan dengan
sesuatu yang lain sehingga menjadi sebab penghalang sebab, syarat atau
penghalang.
Adapun yang dimaksud dengan mustanbathah yaitu yang diambil
dengan jalan ijtihad dan perenungan mendalam terhadap dalil. Sedangkan maksud
dari dalil-dalil terperinci yaitu apa yang ada dalam Al-Qur’an dan sunnah baik
ayat maupun hadis secaara khusus tentang hukum tersebut, sebagaimana firman
Allah SWT :”Dirikanlah sholat”. (QS. An-Nisa’ (4): 77) dan fan firman
Allah SWT : “Dan Jaganlah Kamu mendekati zina”. (QS. Al-Isra’ (17): 32)
dan dalil-dalil khusus yang lain tentang masalah furu’iyyah (cabang).
Dengan merenung dan berfikir secara mendalam kita dapat mengetahui bahwa sholat
itu wajib dan zina itu haram. Sehingga Al-Qur’an dan sunnah itu merupakan dua
sumber hukum yang paling asas dalam syariah Islam, kemudian ijma’ dan qiyas dalam menetapkan
hukum dua perkara dengan bersandar kepada dalil Al-Qur’an da sunnah. [8]
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas mengenai fiqh sehingga
dapat diketahui bahwa fiqh merupakan pemahaman ilmu tentang hukum-hukum syariat
yang bersifat Amaliyyah yang diperoleh dari
dalil-dalil syari'at (Al-Qur'an dan Sunnah) yang terinci kemudian ijma’ dan qiyas.
Harta dalam bahasa Arab disebut al-amaal
yang berasal dari berasal dari kata مال
yang berarti harta[9].
Harta menurut syariat adalah segala sesuatu yang bernilai, bisa dimiliki,
dikuasai, dimanfaatkan yang menurut syariat yang berupa (benda dan manfaatnya).
Adapun harta menurut para ulama harta merupakan sesuatu yang berwujud
dan dapat dipegang dalam penggunaan dan manfaat pada waktu yang diperlukan.
Al-Qur’an menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan
berulang-ulang terhadap sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian
khusus dan penting. Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak
dipisahkan dan selalu diupayakan dalam kehidupannya terutama di dalam Islam.[10]
Menurut Hanafiyah bahwa al-mal adalah sesuatu yang diminati manusia
dan dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau segala
sesuatu yang dimiliki, disimpan , dan dimanfaatkan.[11]
Adapun menurut Al-Syatibi (W 790 H) tokoh
penting dikalangan madzab Maliki mengatakan bahwa harta merupakan adanya unsur
kepemilikan yang mana pemiliknya memiliki hak untuk menguasai dan menghalangi orang lain untuk mengambilnya.[12] Dikalangan
Madzab Maliki, Syafi’i dan Ahmad ibn Hanbal mereka berpendapat bahwa harta
adalah sesuatu yang mempunyai al-qimah al-amaliiyah (bernilai materi)
atau al-qimah al-iqtishadiyyah (bernilai ekonomi).[13] Sedangkan harta (al-maal) dalam
syariat Islam adalah:
كُلُّ عَيْنٍ
مُبَاحَةُ النَّفْعِ بِلاَ حَاجَةٍ
“setiap sesuatu yang
diperbolehkan memanfaatkannya tidak karena hajat kebutuhan)”.
Para ulama memakai kata harta benda (المَالُ) untuk tiga hal, yaitu :
1. Barang dagangan (الأَعْيَانُ الْعُرُوْضُ),
seperti mobil, rumah, bahan makanan dan lainnya.
2. Jasa pemanfaatan (المَنَافِعُ), seperti menempati
rumah, jual beli di satu toko dan lainnya.
3. Benda (العَيْنُ), makasudnya adalah emas, perak, dan yang menggantikan
keduanya dari uang kertas. Walaupun sebagiannya memandang ini termasuk dalam
barang dagangan.[14]
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas mengenai
harta, sehingga dapat diketahui bahwa harta merupakan sesuatu yang dimiliki
oleh seseorang yang mempunyai nilai materi atau ekonomi dan dapat dimanfaatkan.
Sehingga fiqh al maal merupakan pemahaman tentang hukum-hukum syariat berdasarkan dalil-dalil syariat
(A-qur’an dan hadis) mengenai pemanfaatan atau penggunaan harta benda yang dimiliki oleh seseorang.
C.
Kedudukan Harta
Harta merupakan salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta
dimasukkan ke dalam salah satu Al-dharuriyyat al-khamsah (lima keperluan
pokok), yang terdiri atas : agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Selain itu
harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana
untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan
akhirat. [15]
1.
Tentang harta sebagai
perhiasan kehidupan dunia, Allah
berfirman : Surat Al-Kahfi : 46
الْمَالُ وَالْبَنُونَ
زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia..”[16]
2.
Tentang harta sebagai
cobaan, Allah berfirman : Surat At-Taghabun : 15
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ
وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚوَالَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya hartamu
dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang
besar.”[17]
3.
Harta sebagai sarana untuk
memenuhi kesenangan, Allah berfirman: Surat Al-Imran:14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ
الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ
الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ
ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ
“Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”[18]
4.
Harta sebagai sarana untuk
menghimpun bekal menuju kehidupan akhirat, Allah berfirman : Surat Al-Baqarah :
262
الَّذِينَ يُنفِقُونَ
أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا وَلآَ
أَذًى لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ
يَحْزَنُونَ
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.[19]
Selain untuk kemaslahatan pribadi harta serta dapat memberikan manfaat dan
kemaslahatan bagi orang lain, Jika dilihat dari beberapa aspek kedudukan harta
terdapat pembagian harta dan akibat, maka dapat diklasifikasikan sebagai
berikut antaralain:
1)
Dilihat dari
segi kebolehan pemanfaatan menurut syara'[20].
a.
Harta Mutaqawwim
ما يا ح اللإ
نتفاعبه شرعاـ
“Yaitu
sesuatu yang memiliki nilai dari segi hukum syar’i”
Harta Mutaqawwim
adalah sesuatu yang dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dibolehkan oleh
syara’ untuk memanfaatkannya. Pemahaman tersebut bermakna bahwa setiap
pemanfaatan atas sesuatu berhubungan erat dengan ketentuan nilai positif dari
segi hukum, yang terkait pada cara peolehan maupun penggunaannya. Misalnya
kerbau halal dimakan tetapi bila disembelih tidak menurut syara’, misalnya
dipukul. Maka daging kerbau tersebut tidak bisa dimanfaatkan karena
penyemelihannya batal (tidak sah) menurut syara’.
Terkadang harta
mutaqawwim diartikan dengan dzimmah, yaitu sesuatu yang mempunyai
nilai, seperti pandangan fuqaha’:[21]
إن المنافع ليست
متقوّمة في ذاتها وإنّما بعقد الإجارة للحاجة.
“sesuatu
dinyatakan bermanfaat itu tidak dinilai dengan sendirinnya, tetapi ia dilihat
dengan adanya akad sewa-menyewa yang dimaksudkan untuk memenuhi keperluan”.
b.
Ghair mutaqawwim
مَالا يباح الإ
نتفاع به.
“Yaitu
sesuatu yang tidak memiliki nilai dari segi hukum syar’i”.
Harta ghair
mutaqawwim merupakan kebalikan dari harta mutawwim,yakni segala
sesuatu yang tidak dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dilarang oleh syara’
untuk memanfaatkannya.
Harta dalam
pengertian ini dilarang oleh syara’ diambil manfaatnya, terkait jenis benda
tersebut dan cara memperolehnya maupun penggunaanya. Misalnya babi termasuk
harta ghair mutaqawwim, Karena jenisnya. Sepatu yang diperolah dengan
cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim, karena cara memperolehnya yang
haram. Uang disumbangkan untuk pembangunan tempat pelacuran, termasuk ghair
mutaqawwim karena penggunaannya yang dilanggar syara’.
2)
Dilihat dari
segi jenisnya:
a.
Harta Manqul
كل ما يمكن نقله
و تحويله م مكان إلي أخر.
“Segala
sesuatu yang dapat dipindahkan (bergerak)dari satu tempat ketempat lain”.
Harta Manqul
merupakan segala sesuatu yang dapat dipindahkan dan diubah dari tempat satu ketempat lainnya, baik tetap pada bentuk dan keadaan semula
ataupun berubah bentuk dan keadaannya dengan perpindahan dan perubahan
tersebut. Harta dalam kategori ini mencakup uang, barang dagangan, macam-macam
hewan, kendaraan, macam-macam benda yang ditimbang dan ditukar.
b.
Harta Ghair al-Manqul atau al-Aqar
ما لا يمكم نقله و تحويله من مكان إلي أخر.
“Yaitu
sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ketempat yang
lain”.
Harta Ghair
al-Manqul merupakan segala sesuatu yang tetap ((harta tetap), yang tidak
mungkin dipindahkan dan diubah posisinya dari satu tempat ketempat yang lain
menurut asalnya, seperti kebun, bangunan dan lainnya.
Dalam ketentuan
kitab Undang-Undang Hukum Perdata, istilah Harta Manqul dan Harta Ghair al-Manqul atau al-Aqar diartikan
dengan istilah benda bergerak dan benda tetap.[22]
3)
Dilihat dari
segi pemanfaatannya :
a.
Harta Al-Isti'mali
ما يتحقّقق الإ نتفاع به بإستعماله مرارا مع بقإ
عينه.
“yaitu
segala sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap
terpelihara”.
Harta Al-Isti'mali
merupakan harta yang dapat digunakan berulang kali yaitu wujud benda
tersebut tidaklab habis musnah dalam sekali pemakaian, seperti kebun, tempat
tidur, baju, sepatu dan lainnya.
b.
Harta Al-Istihlaki
(harta yang apabila dimanfaatkan benda tersebut berkurang, seperti : sabun,
pakaian, makanan)
ما يكون الإ
نتفاع به بحصاإصه بحسب العتاد لا يتحقّق إلاّ بإستهلاكه.
“Yaitu sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatkan, kecuali
dengan menghabiskannya atau merusak dzatnya”.
Harta Al-Istihlaki
merupakan harta sekali pakai, yaitu manfaat dari benda tersebut hanya bias
digunakan sekali saja. Harta ini dibagi menjadi dua, yaitu harta Al-Istihlaki
Haqiqi merupakan suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata)
dzatnya habis sekali digunakan. Misalnya makanan, minuman, kayu bakar dan
lainnya. dan harta Al-Istihlaki Huquqi merupakan harta yang sudah
habis nilainya bila telah digunakan, tetapi ztnya masih ada. Misalnya uang yang
digunakan untuk membayar hutang, dipandang habis menurut hukum walaupun uang
tersebut masih utuh, hanya pindah kepemilikan.
4)
Dilihat dari
segi ada atau tidaknya harta sejenis dipasaran :
a.
Harta Al-Mitsli
ما تما ثلث أحا
ده حيث يمكن أن يقوم بعضها مقام بعض دون فرق يعتدّبه.
“yaitu harta
yang ada persamaannya dalam kesatuan-kesatuannya, dalam arti dapat berdiri
sebagainya ditempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai”.
Harta Al-Mitsli merupakan sesuatu yang memiliki persamaan atau
kesetaraan dipasar, tidak ada yang berbeda pada bagian-bagiannya atau
kesatuannya, yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi dalam
aktivitaas ekonomi.
Harta Al-Mitsli
terbagi menjadi empat bagian, yaitu harta yang ditakar, seperti gandum;
harta yang ditimabang, seperti kapas dan besi; harta yang dihitung, seperti
telur; harta yang diukur, seperti kain, papan dan lainnya.
b.
Harta Al-Qimi
(yang tidak ada jenis yang sama dalam satuannya dipasaran, seperti : satuan
pepohonan, logam mulia)
ما تفا وقت
أفرده فلا يقوم بعضه بعض فرق.
“Yaitu benda-benda
yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya, karena tidak dapat berdiri sebagian
ditempat sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan”.
Harta Al-Qimi merupakan harta yang tidak mempunyai persamaan
dipasar atau meempunyai persamaan, tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan
antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan pohon.
Dengan demikian
pengertian kedua jenis harta yakni mistli berarti jenisnya mudah
ditemukan atau diperoleh dipasaran (secara persis), dan qimi suatu benda
yang jenisnya sulit didapatkan serupanya secara persis, walau ditemukan, tetapi
jenisnya berbeda dalam nilai harga yang sama.
Perlu diketahui
bahwa harta yang dikategorikan sebagai qilmi maupun misli tersebut
bersifat amat relative dan kondisional. Artinya bias saja disuatu tempat atau
Negara yang satu menyebutnya qimi dan ditempat yang lain menyebutnya misli.
5)
Dilihat dari
status harta[23]
:
a.
Harta Al-mamluk
(harta yang telah dimiliki, baik pemiliknya pribadi maupun badan hukum, seperti
: negara dan ormas.
ما يدخل تحت
الملكية سواء أكانت ملكية فرد أوملكية شحص إعتباري كدولة أومؤسّسة.
“yaitu sesuatu yang merupakan hak
milik, baik milik perorangan maupun milik hukum, seperti pemerintah dan
yayasan”.
Harta Al-mamluk
terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1.
Harta
perorangan (mustaqil) yang berpatan dengan hak bukan pemilik, misalnya
rumah yang dikontrakkan.
2.
Harta
perorangan yang tidak berpautan dengan hak bukan pemilik, misalnya seorang yang
mempunyai sepasang sepatu dapat digunakan kapan saja.
3.
Harta
perkongsian antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak yang bukan pemilikny,
seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik dan lima buah mobil,
salah satu mobilnya disewakan sellama satu bulan kepada orang lain.
4.
Harta yang
dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan pemiliknya,
misalnya dua orang ayng berkongsi memiliki sebubah pabrik, maka pabrik tersebut
di haruslah dikelola bersama.
b.
Harta Al-Mubah
(harta yang tidak dimiliki seseorang, seperti : air, hewan buruan dan kayu
dihutan).
ما ليس فر الا
صل ملكا لا حد كا لماء فر منا بعه وصيد البّر و البحر وغير ذلك كأ شجار البواد
وثمارها.
“Yaitu
sesuatu yang pada asalnya bukan merupakan hak milik perorangan, seperti air
pasa air mata,binatang buruan darat, laut, pohon-pohon dihutan dan
buah-buahan”.
Tiap-tiap
manusia boleh memilki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang yang
mengambilanya akan menjadi pemiliknya, sesuai dengan kaidah :
من أخرج شئا منه
فإنه يملكه.
“Yaitu
barang siapa yang membebaskan harta yang tidak bertuan, maka ia menjadi pemiliknya”.
Kaidah diatas
sesuai dengan sabda Nabi SAW yang berbunyi :
من عمّر أرضا
ليست لإحد فهو أحقّ بها.
“Yaitu barang
siapa yang menghidukan tanah ( gersang) tanpa tuan, maka ia berhak
memillikinya”.
c.
Harta Al-Mahjur
(harta yang ada larangan syara' untuk memilikinya, baik karena harta itu
dijadikan harta wakaf maupun diperuntukkan bagi kepentingan umum)
ماإمتنع شرعا
تملكه وتملكه إمّا لأنه موقوف وإمّا لالأنّه مخصص للمصالح العامة كالطريق العام
والمسجد والمقابر وسائر الأموال الموقوف.
“Yaitu harta
yang dilarang oleh syara’ untuk dimiliki sendiri dan memberikannya pada orang
lain. Adakalanya harta tersebut berbentuk wakaf ataupunbenda yang dikhususkan
untuk masyarakat umum”.
6)
Dilihar dari
segi boleh dibagi atau tidak :
a.
Harta yang
boleh dibagi (mal qabil li al-ismah) yaitu harta yang tidak menimbulkan
suatu kerugian atau kerusakan bila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras,
jagung, tepung dan sebagainya.
b.
Harta tidak
boleh dibagi (mal ghair qabil li al-ismah) yaitu harta yang menimbulkan
suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya
gelas. Kemeja, mesin, dan sebagainya.
7)
Dilihat dari
segi berkembang atau tidak harta tersebut :
a.
Harta Al-ashl
(asal atau pokok)
ما يمكن أن ينسأ
عنه ما ل أخر.
“Yaitu harta
memungkinkan darinya muncul harta lain”.
harta yang menghasilkan, seperti : rumah,
tanah, pohonan dan hewan.
b.
Harta Ats-samar
(hasil)
ما نسأ عن ما ل
أخر.
“Yaitu
harta yang muncul dari harta lain (harta lain).
yang dihasilkan dari harta, seperti : sewa
rumah, buah-buahan dari pohon
8)
Dari segi
kepemilikan[24]
Kepemilikan
adalah hubungan antara seseorang dengan sesuatu yang memungkinkan orang
tersebut menggunakannya dan melarang orang lain menggunakannya. Kepemilikan
menurut ulama dari beberapa sudut pandang :
a.
Kepemilikan dipandang
dari sudut kesempurnaan :
Dalam literatur klasik
khaznah fiqh, memang tidak ditemukan wacna dan kajian mengenai cipta, yang ada
hanya pemikiran yang tidak begitu mendalam yang dikemukakan oleh Al-Qarafi
Al-Maliki dalam karyanya al-furuq.[25] Akan
tetapi konsep mengenai hak milik yang dikemukakan oleh fuqaha dari kalangan
tiga madzab (Maliki, Syafi’i, dan Hambali) tersebut cukup memadai untuk
dijadikan acuan, bahwa Hak Cipta atau hak intelektual merupakan harta atau hak
milik.
1.
الملكية التامة (kepemilikan sempurna)
Milik sempurna (Milk
Tam) yaitu pemikiran yang meliputi bendanya dan manfaatnya sekaligus.
Artinya penguasaan terhadap sesuatu yang dimiliki itu mencangkup benda dan manfaatnya.[26], kepemilikan sempurna ini mempunyai ciri-ciri
antaralain :
Ø Pemiliknya bebas menggunakannya dan mengelolanya menurut kehendaknya.
Ø Pemiliknya bebas mengambil manfaat dalam segala segi dan kepentingan asal
tidak bertentangan dengan syara’.
Ø Pemilikan dan pengambilan manfaat itu tidak dibatasi oleh waktu dan tempat
tertentu. [27]Artinya
pemilikan sepanjang masa, kecuali dialih tangankan sesuai dengan hukum yang
ada.
Jika seseorang memiliki benda sekaligus
manfaat dari benda tersebut dimana pemilik berhak menggunakannya selama
dimiliki izin syari'at serta menghalangi orang lain menggunakannya.
2.
الناقصة الملكي (Milik Tidak Sempurna)
Milik tak sempurna (Milk Naqis) yaitu seseorang
hanya memiliki barang atau manfaat saja. Milik tak sempurna ada
dua jenis yaitu pemilikan yang hanya terbatas pada pemanfaatannya tanpa
menguasai bendanya, seperti hak guna pakai dan hak guna bangunan. Kedua
pemilikan yang terbatas pada bendanya, tapi tidak dapat memanfaatkannya.[28] Seperti
barang yang masih dalam jaminan hutang, juga barang yang masih dalam gadaian
atau barang yang masih dalam pperjanjian sewa-menyewa. Atau dalam bentuk akad lainnya dimana si pemilik benda tidak dapat
memanfaatkannya. Bentuk pemilikan ini banyak dan sudah lazim terjadi di
masyarakat.
1.
ملك العين فقط :
kepemilikan barang saja, seperti : punya rumah saja dikontrakkan
2.
.ملك منفعة
الشخصي : kepemilikan manfaat individual, seperti : seseorang diberikan
manfaat (hak guna) sesuatu oleh orang lain untuknya atau untuk orang lain dan
dia bisa mengalihkan kepada orang lain, contohnya : sewa menyewa.
3.
ملك منفعة
العينيي : seseorang diberikan hak manfaat untuk dirinya saja tidak
boleh orang lain menggunakan hak manfaat tersebut, menurut jumhur ulama
contohnya : pinjaman termasuk dengan
kepemilikan umum, seperti sungai yang
melewati rumah A dan si B bisa mengambil air tersebut, tetapi tidak memberi
mudharat bagi orang lain (tidak mengotori).
Hak cipata termasuk dari hak yang berkaitan dengan harta (haq al-mali), karena pada dasarnya Hak Cipta memang
merupakan harta bagi penciptanya. Oleh
karena itu hasil ciptaannya otomatis termasuk kategori harta juga. Hak
Cipta berrsifat tetap (mutaqrrar) di tangan penciptanya.[30]
Sehingga pencipta memiliki otoritas terhadap karya ciptaannya, sehingga ia bisa
menggunakan dan mengalihkan hak dan kepemilikannya kepada orang lain.
Berkaitan dengan haq al-qaini (tidak material yang dimilki oleh
seseorang secara langsung terhadapp suatu harta), maka Hak Cipta merupakan haq
ainiy maliy mutaqarar (hak yang bersifat material, bernilai harta dan
mempunyai kedudukan tetap). Hak Cipta dikategorikan haq ‘ainiy karena
hak ini berkaitan langsung antara si pencipta dengan produk ciptaannya.[31] Dengan
demikian Hak Cipta mempunyai posisi kuat dalam pandangan hukum islam.
b.
Sudut pandang
siapa yang memiliki:
1.
الخاصة
adalah kepemilikan pribadi atau kelompok orang (syarikat) dimana boleh
melakukan apa saja terhadap harta miliknya
2.
العامة
adalah kepemilikan yang menjadi wakaf kaum muslimin atau bangsa atau
masyarakat, seperti : negara, laut (negarapun tidak boleh menjualnya)
3.
( بيت المال
الملكية الدولة) negara boleh menjualnya karena masuk dalam daftar kekayaan Negara.
c.
Selain itu ada juga kepemilikan
tidak sempurna (الملكية الناقصة)yang dibagi menjadi
:
4.
ملك العين فقط :
kepemilikan barang saja, seperti : punya rumah saja dikontrakkan
5.
.ملك منفعة
الشخصي : kepemilikan manfaat individual, seperti : seseorang diberikan
manfaat (hak guna) sesuatu oleh orang lain untuknya atau untuk orang lain dan
dia bisa mengalihkan kepada orang lain, contohnya : sewa menyewa.
6.
ملك منفعة
العينيي : seseorang diberikan hak manfaat untuk dirinya
saja tidak boleh orang lain menggunakan hak manfaat tersebut, menurut jumhur
ulama contohnya : pinjaman termasuk dengan
kepemilikan umum, seperti sungai yang
melewati rumah A dan si B bisa mengambil air tersebut, tetapi tidak memberi
mudharat bagi orang lain (tidak mengotori).
d.
Adapun cara agar orang orang bisa memiliki sesuatu (امباب الملك
التام) antaralain:
1.
الإستيلاء
علىالمباح (penguasaan terhadap hal yang diperbolehkan),
barang yang dikuasai memang tidak ada pemiliknya, seperti : transmigrasi,
berburu
2.
القعود
(transaksi).
Dalam sebuah
Hadits di katakana :
“Sesungguhnya
Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras mencari
nafkah yang halal untuk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah”.
(HR Ahmad).[32]
3.
الخلفية
(peninggalan seseorang yang diberikan kepada orang lain / kewajiban seseorang
mengganti barang orang lain), seperti : warisan.
4.
التولدمن الشئ
المملك (lahirnya sesuatu dari barang yang dimiliki),
seperti : kambing yang beranak sehingga anaknya pun ikut memiliki.[33]
Dengan demikian dapat diketahui bahwa harta memiliki kedudukan untuk
kemaslahatan pribadi serta memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi orang lain.
D.
Fungsi Harta
Dalam
penggunaan fungsi harta itu sangat banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik, maupun hal yang jelek. Di
antara sekian banyak fungsi harta antaralain :[34]
1.
Untuk menyempurnakan
pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk beribadah diperlukan
alat-alat, seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan salat, bekal
untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, sedekah, dan hibah.
2.
Untuk meningkatkan
(ketaqwaan) kepada Allah, sebab kekafiran, sehingga pemilikan harta dimaksudkan
untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah.
3.
Untuk menunjang kehidupan
baik sekarang maupun masa depan, sebagai firman Allah : Surat An-Nisa ayat 9 :
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ
لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوْا قَوْلاً سَدِيْدا
“Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan Perkataan yang benar.”[35]
4.
Untuk menyelaraskan
(menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
ليس بخير كم من ترك الدنيا
لاخرته و الاخرة لد نياه حثى يصبيبا جميعا فان لدل نيا بلاغ الى الا خر ة
(روه البخا رى)
“Bukanlah orang baik
yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat, dan yang meninggalkan
masalah akhirat untuk urusan dunia, sehingga seimbang diatara keduanya, karena
masalah dunia adalah menyampaikan manusia kepada masalah akhirat”.[36]
5.
Untuk mengembangkan dan
menegakkan ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu tanpa biaya akan terasa sulit,
misalnya, seseorang tidak dapat kuliah diperguruan tinggi, jika ia tidak
memiliki biaya.
6.
Untuk memutar
(men-tasaruf) peran-peran kehidupan, yakni adanya pembantu dan tuan, adanya
orang kaya dan miskin yang saling membutuhkan, sehingga tersusunlah masyarakat
yang harmonis dan berkecukupan.
7.
Untuk menumbuhkan
silaturahmi,[37]
karena adanya perbedaan dan keperluan, misalnya, Bandung merupakan daerah
penghasil kain, Cianjur merupakan daerah penghasil beras; maka orang Cianjur
yang membutuhkan kain akan membeli produk orang Bandung, dan orang Bandung yang
membutuhkan beras akan membeli produk orang Cianjur. Dengan cara begitu akan
terjadilah interaksi dan komunikasi silaturahmi dalam rangka saling mencukupi
kebutuhan. Oleh karena itu, perputaran harta dianjurkan
Allah SWT dalam Al-Qur’an :
...كي
لا يكون دولة بين الأغنياء منكم.....
“…Supaya
harta itu jangan beredar diantara orang-oarang kaya saja diantara kamu….”
(Al-Hasyr :7)[38]
Secara umum menurut Mustafa Ahmad Zarqa’ yang dikutip oleh Nasrun Haroen
bahwa dalam pemilikan dan penggunaan harta, disamping untuk kemaslahatan
pribadi pemilik harta, juga harus dapat memberikan manfaat dan kemaslahatan
untuk orang lain. Inilah diantarannya fungsi sosial dari harta itu, karena
suatu harta sebenarnya adalah milik Allah yang dititipkan ke tangan-tangan
manusia. Disamping itu, penggunaan harta dalam ajaran islam harus senantiasa
dalam pengabdian kepada Allah dan dimanfaatkan dalam rangka taqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah. Pemanfaatan harta pribadi tidak boleh hanya
untuk pribadi pemilik harta, melainkan juga digunakan untuk fungsi sosial dalam
rangka membantu sesama manusia. Dalam kaitan inilah Rosulullah SAW. Menyatakan
:
ان فى المال حقا سوى الزكاة ( رزوه الثر مذ ى(
Hak-hak orang lain yang terdapat didalam harta seseorang inilah yang
disebut dengan hak masyarakat yang berfungsi sosial untuk kesejahteraan sesama
manusia.[40]
Jadi, dapat diketahui bahwa harta memiliki fungsi yakni Untuk
menyempurnakan pelaksanaan ibadah, meningkatkan (ketaqwaan) kepada Allah,
menunjang kehidupan sekarang maupun masa depan, menyelaraskan (menyeimbangkan)
antara kehidupan dunia dan akhirat, mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, memutar
(men-tasaruf) peran kehidupan, dan menumbuhkan silaturahmi.
E. Kesimpulan
1. Fiqh al maal merupakan pemahaman tentang hukum-hukum syariat berdasarkan
dalil-dalil syariat (A-qur’an dan hadis) mengenai pemanfaatan atau penggunaan
harta benda yang dimiliki oleh seseorang.
2. Kedudukan harta antaralain untuk kemaslahatan pribadi serta memberikan
manfaat dan kemaslahatan bagi orang lain, selain itu harta juga merupakan perhiasan kehidupan
dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana
untuk menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat.
3. Fungsi harta antaralain Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah,
meningkatkan (ketaqwaan) kepada Allah, menunjang kehidupan sekarang maupun masa
depan, menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat,
mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, memutar (men-tasaruf) peran-peran
kehidupan, dan menumbuhkan silaturahmi.
F.
Kritik dan
saran
Demikianlah makalah yang
dapat kami susun, tentunya masih banyak kekurangan didalamnya. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk kita semua. Amiin.
Daftar Pustaka
Jalaluddin
Al-Suyuti, Asbah wa al-Nadhoir
Darmawan, Hendro. dkk. 2010. Kamus Ilmiah
Pouler Lengkap. Yogyakarta: Bintang Cemerlang.cet,2. Hal 155.
Agustin, Risa. Kamus lengkap bahasa Indonesia. Surabaya:
Serba Jaya. Hal,202.
Sya’bi, Akhmad. Kamus Al-Qalam Arab-Indonesia
Indonesia-Arab. Surabaya: Halim. Hal.245
Aziz Muhammad Azzam, Abdul. 2010, Fiqh Muamalat: Sistem Transakasi dalam Fiqh Islam. Jakarta:
AMZAH.
Al-Mushlih, Abdullah Shalah Ash-Shawi, Fikih
Ekonomi keuangan Islam, Darul Haq, (Jakarta:2004), hlm 73 Lihat juga https://www.academia.edu/11806712/Teori_Harta_fiqh_muamalah_.html.
http://journal.uii.ac.id/index.php/JHI/article/download/2
Sumber :
http://rudinihartomadjirung.blogspot.com/2013/09/harta-pengertian-kedudukan-fungsinya.html
Abu Ishaq Al-Syathiby, Al-Muwafaqat,
(Beirut : Dar Al fikr, tt) hal. 12, lihat juga di
Purbatin Palupi, Wening, 2012, AT-TAHDZIB
Jurnal studi islam dan muamalah, Jombang:
At-Tahdzib Press.
Al-Daraini, Fathi, Haq al-ibtikar fi
al-fiqh al-muqarin, Bairu: Muassasah al-Risalah,, lihat juga al mawarid
edisi IX 2003-2606-2784-1-PB
httpjournal.uii.ac.idindex.phpJHIarticledownload26062392}
Al-Khafifi, Ali, 1960, Mukhtashar Akhkam Al-Muamalah Al-Syar’iyyah, Kairo: Mathba’ah al-sunnah.
Salam Arief’, Abd. Al-Mawarid Edisi IX Tahun 2003,. Lihat juga
al mawarid edisi IX 2003-2606-2784-1-PB
{httpjournal.uii.ac.idindex.phpJHIarticledownload26062392}
Ahmad al-Zarqa’, Mustafa, 1968, Al-Fiqh Al-Islami Fi
Tsaubihi Al-jadid, Juz i (Damsyiq : Malba’ah Dar Al-Fikri.
Suhendi, Hendi, 2007, Fiqih Muamalah. Ed.
1,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suhendi, Hendi, 2002, Fiqh
Muamalah, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Jalaluddin
Al-Suyuti, Asbah wa al-Nadhoir
Aziz Muhammad Azzam, Abdul. 2010, Fiqh Muamalat: Sistem Transakasi dalam Fiqh Islam. Jakarta:
AMZAH.
Al-Mushlih, Abdullah Shalah Ash-Shawi, Fikih
Ekonomi keuangan Islam, Darul Haq, (Jakarta:2004), hlm 73 Lihat juga
https://www.academia.edu/11806712/Teori_Harta_fiqh_muamalah_.html.
[1] Hendro Darmawan, dkk. 2010. Kamus Ilmiah Pouler Lengkap. Yogyakarta:
Bintang Cemerlang.cet,2. Hal 155.
[4]Muamalat al–Maliyah
al–Mu’asharah, diambil dari pelajaran Syaikh Khalid bin ‘Ali al-Musyaiqih dalam Daurah
al-Ilmiyah di Masjid al-Rajihi, kota Buraidah, Th. 1424H – transkrip diambil
dari halaman 2. Lihat
juga http://muhdar-ahmad.blogspot.co.id/2011/12/fiqh-muamalat-i.html
[8]
Abdul Aziz Muhammad Azzam. Fiqh Muamalat :Sistem Transakasi dalam Fiqh
Islam.. Jakarta: AMZAH. 2010. Hal 03-05.
[10] Sumber : http://rudinihartomadjirung.blogspot.com/2013/09/harta-pengertian-kedudukan-fungsinya.html
[11]Abdullah
al-Mushlih, Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi keuangan Islam, Darul
Haq, (Jakarta:2004), hlm 73
Lihat juga https://www.academia.edu/11806712/Teori_Harta_fiqh_muamalah_.html.hal.03
[15] Abu Ishaq Al-Syathiby, Al-Muwafaqat, (Beirut : Dar Al fikr, tt)
hal. 12, lihat juga di
https://www.academia.edu/11806712/Teori_Harta_fiqh_muamalah_
[20] wening purbatin palupi, AT-TAHDZIB Jurnal
studi islam dan muamalah, (jombang: At-Tahdzib Press, 2012) hal.161-162
[21]
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah. Ed. 1 ( Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), Hal. 19
[22] Wening Purbatin Palupi, AT-TAHDZIB Jurnal
studi islam dan muamalah, (Jombang: At-Tahdzib Press, 2012) Hal.164
[23] Wening Purbatin Palupi, AT-TAHDZIB Jurnal studi islam dan
muamalah, (Jombang: At-Tahdzib Press, 2012) Hal.165
[24] http://muhdar-ahmad.blogspot.co.id/2011/12/fiqh-muamalat-i.html
[25] Lihat Fathi al-Daraini, Haq al-ibtikar, hal.7 lihat juga al mawarid edisi
IX 2003-2606-2784-1-PB
{httpjournal.uii.ac.idindex.phpJHIarticledownload26062392}
[27] Al-Mawarid Edisi IX Tahun 2003, hal 53. Lihat juga al mawarid edisi IX
2003-2606-2784-1-PB {httpjournal.uii.ac.idindex.phpJHIarticledownload26062392}
[28] Mustafa Ahmad al-Zarqa’, Al-Fiqh Al-Islami Fi Tsaubihi Al-jadid, Juz
i (Damsyiq : Malba’ah Dar Al-Fikri, 1968), hal 208-209.
[30] Lihat Fathi Daraini, Haq
al-ibtikar, hal. 39-40. Lihat juga al mawarid edisi IX 2003-2606-2784-1-PB {httpjournal.uii.ac.idindex.phpJHIarticledownload26062392}
[32] HR.
Ahmad
[33]
http://muhdar-ahmad.blogspot.co.id/2011/12/fiqh-muamalat-i.html
[34]
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah. Ed. 1 ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2007), Hal. 9
[36]
H.R. Bukhari.