Dzikrulloh Warosulih SAW

BACALAH SELALU DI DALAM HATI ATAU DENGAN LISAN "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOOH" UNTUK DZIKIR KEPADA ALLOH WA ROSULIHI SAW

2.12.15

“BENTUK ORGANISASAI PERUSAHAAN SYAIAH”

Organisasi Perusahaan adalah: Adanya orang-orang yang usahanya harus dikoordinasikan; tersusun dari jumlah subsistem yang saling berhubungan dan saling tergantung; bekerja bersama atas dasar pembagian kerja, peran dan wewenang; serta memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Organisasi perusahaan harus mampu mengelolah manajemennya untuk memenangkan persaingan pada era yang serba kompetitif supaya dapat bertahan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan perusahaan.
Setiap perusahaan, baik yang bergerak dibidang produksi, jasa maupun industri, pada umumnya memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan. Supaya dapat mencapai tujuan itu, perusahaan memerlukan sistem manajemen efektif yang akan menunjang jalannya operasi perusahaan secara terus-menerus dan tingkat efektivitas kerja karyawan juga perlu diperhatikan.

 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Istilah organisasi dewasa ini sudah sangat familiar di kalangan masyarakat. Apalagi dengan istilah bisnis. Namun jika dua kata tersebut dipadankan menjadi organisasi bisnis, tentu tidak semua memahami dan familiar dengan istilah ini. Dalam kondisi perekonomian.
Aktivitas bisnis merupakan bagian integral dari  wacana ekonomi. Sistem ekonomi Islam berangkat dari kesadaran tentang etika, sedangkan sistem ekonomi lain sepertinya contohnya kapitalisme dan sosialisme, cenderung mengabaikan etika sehingga aspek nilai tidak begitu tampak dalam bangunan kedua sistem ekonomi tersebut. Kedua sistem itu sangat kering dari wacana moralitas, karena keduanya memang tidak berangkat dari etika, tetapi  kepentingan. Kapitalisme berangkat dari kepentingan individu, sedangkan sosialisme berangkat dari kepentingan kolektif.
Islam merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis, mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, distribusi kekayaan, kualifikasi dalam bisnis, modal organisasi, dan lain sebagainmya. Dan dalam makalah ini kami akan mencoba membahas tentang kelembagaan organisasi (shurakat) dalam etika bisnis Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian organisasi perusahaan ?
2.    Bagaimana urgensinya terhadap kemaslahatan umat?
3.    Apa saja bentuk organisasi perusahaan syariah ? 


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Organisasi Perusahaan Syariah
Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terpisah mendefinisikan organisasi sebagai “kesatuan (susunan, dan sebagainya) yang terdiri atas bagian-bagian (orang, dan sebagainya) dalam perkumpulan dan sebagainya, untuk tujuan tertentu”, atau “kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama”.[1] Afzalur Rahman mendefinisikan organisasi sebagai “keseluruhan kerja merencanakan dan mengarahkan perusahaan”.[2]
Menurut bahasa Yunani, organisasi berasal dari kata organon – alat adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan bersama. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.[3]
Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat.
Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).[4] Sehingga dari beberapa pengertian diatas sesungguhnya kegiatan apapun yang dilakukan seorang muslim mempunyai hukum mubah selama ia tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam misalnya seperti larangan berbuat gharar, dzalim, bathil, maisir, serta penimbunan-penimbunan. Maka dari itu organisasi bisnis dalam perspektif Islam adalah keseluruhan koordinasi antar subsistem yang saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan usaha yang didasari aturan syari’ah.
Dengan demikian keberadaan organisasi dipandang sebagai sesuatu yang penting karena dengan adanya organisasi dapat memudahkan implementasi nilai-nilai Islam didalamnya. Dan Islam menganjurkan agar umatnya melakukan kerja sama yang terorganisasi dengan baik.
Afzalur Rahman mendefinisikan organisasi sebagai “keseluruhan kerja merencanakan dan mengarahkan perusahaan”[5]
Sementara bisnis didefinisikan sebagai “usaha komersial dalam dunia perdagangan; bidang usaha; atau disebut juga usaha dagang”.[6] Secara umum bisnis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.[7]
Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).[8]
Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah SWT melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki. Allah SWT berfirman:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ ذَلُولا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ (١٥)
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk [67]: 15)

B.     Urgensi Organisasi Dalam Bisnis Islam
Organisasi merupakan hal yang penting dalam ajaran Islam. Sejumlah institusi dasar dalam Islam seperti ibadah shalat lima waktu dan pelaksanaan haji tidak dapat diselenggarakan tanpa adanya organisator (imam). Bahkan kenyataannya, dalam Islam tidak ada satu pun yang dapat dikerjakan secara kolektif tanpa pemimpin. Pentingnya kedudukan organisasi dalam Islam juga terlihat dari kenyataan bahwa Allah SWT adalah Pengatur yang Terbaik, sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Quran:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الأمْرَ مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلا تَذَكَّرُونَ (٣)
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. Yunus : 3)
Berkenaan dengan urgensi organisasi dalam bisnis Islam, Afzalur Rahman menyatakan: Dalam perindustrian modern, organisasi memainkan peranan yang sangat berarti dan dianggap sebagai faktor produksi yang paling penting. Usahawan yang menggunakan faktor-faktor produksi yang lain seperti tanah, buruh, dan modal, dalam kadar yang betul dan faktor tersebut bekerja dengan cara yang sebaik mungkin agar memberikan hasil yang maksimum dengan biaya yang minimum. Seorang usahawan diibaratkan sebagai kapten sebuah kapal yang berperan dalam mengemudikan kapal (industri) dengan selamat ke pelabuhan (tujuan kesejahteraan ekonomi).[9]
Dari penjelasan tersebut dapat difahami secara tegas bahwa organisasi dalam bisnis Islam sangat dibutuhkan peranannya. Urgensi ini berkaitan erat dengan tujuan dari bisnis perspektif syari’ah, yang intinya adalah demi kemaslahatan masyarakat.
C.    Mengenal Bentuk Organisasi Bisnis Konvensional di Indonesia
Di Indonesia bentuk-bentuk organisasi bisnis yang sudah berkembang sejak zaman Belanda, di antaranya:
1.    Perusahaan Dagang
2.    Persekutuan Perdata
3.     Persekutuan Firma (Fa)
4.     Persekutuan Komanditer (CV); dan
5.     Perseroan Terbatas (PT)[10]
Oleh Agus Arijanto, bentuk-bentuk organisasi bisnis yang sudah ada sejak lama di Indonesia ini diklasifikasikan menjadi dua bagian[11], yakni:
1.    Badan Usaha/Perusahaan Perseorangan atau Individu
Badan usaha kepemilikannya dimiliki oleh satu orang. Individu dapat membuat badan usaha perseorangan tanpa izin dan tata cara tententu. Semua orang bebas membuat bisnis personal tanpa adanya batasan untuk mendirikannya. Pada umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, terbatasnya jenis serta jumlah produksi, memiliki tenaga kerja / buruh yang sedikit dan penggunaan alat produksi teknologi sederhana. Contoh perusahaan perseorangan seperti toko kelontong, tukang bakso keliling, pedagang asongan, dan lain sebagainya.
2.    Badan Usaha/Perusahaan Persekutuan/Partnership, yang terdiri dari:
a.    Firma
suatu bentuk persekutuan bisnis yang terdiri dari dua orang atau lebih dengan nama bersama yang tanggung jawabnya terbagi rata tidak terbatas pada setiap pemiliknya. Contoh Firma (Fa) biasanya advokat (pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum), konsultan bisnis, dan akuntan publik.
b.    Persekutuan Komanditer/CV (Commanditaire Vennotschaap),
suatu bentuk badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan berbeda-beda di antara anggota-anggotanya.
c.    Perseroan Terbatas/PT/Korporasi/Korporat,
organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya.
d.   Perusahaan dagang
Secara umum, perusahaan dagang adalah perusahaan yang kegiatan utamanya membeli, menyimpan dan menjual kembali barang dagang tanpa memberikan nilai tambah terhadapnya. Nilai tambah berupa mengolah atau mengubah bentuk atau sifat barang, sedemikian rupa sehingga mempunyai nilai jual yang tinggi. Perusahaan dagang memiliki kegiatan utama dengan memperjualbelikan barang dagangannya berupa bahan baku, barang setengah jadi, atau barang jadi. Selain dari itu, barang yang diperdagangkan berupa hasil pertanian, perkebunan, hasil hutan, dan barang hasil industri pengolahan (manufacture). 
e.    Persekutuan perdata
kumpulan dari orang-orang yang biasanya memiliki profesi yang sama dan berkeinginan untuk berhimpun dengan menggunakan nama bersama. Maatschap sebenarnya adalah bentuk umum dari Firma dan Perseroan Komanditer (Comanditaire Venotschap). Dimana sebenarnya aturan dari Maatschap, Firma dan CV pada dasarnya sama, namun ada hal-hal yang membedakan di antara ketiganya.

D.    Bentuk Organisasi Perusahaan Syariah
Veithzal Rifai, dkk[12] membagi bentuk organisasi bisnis dalam ekonomi Islam menjadi dua tipe, yaitu:
1.      Pemilik Tunggal
Bentuk organisasi bisnis paling sederhana dan selalu ada hampir dalam nonspealis ekonomi merupakan jalan paling lama untuk memimpin bisnis. Bentuk lain dari organisasi bisnis dibangun kemudian dengan kebutuhan-kebutuhan dan kompleksitas dari ekonomi dan kehidupan sosial. Ekonomi Islam mengizinkan perusahaan dijalankan sendiri dan tidak mengikat mereka dalam jalur lain kecuali bisnis tersebut dijalankan melebihi organisasi syari’ah.
2.      Kerja Sama
Hubungan antara dua atau lebih orang dalam mendistribusikan keuntungan dan kerugian sebuah bisnis berjalan dengan seluruh atau salah satu dari mereka menanggungnya. Bentuknya terdiri dari:
a.       Mudharabah;
b.      Syirkah;
c.       Perusahaan.

1)   Mudharabah
Konsep mudharabah berarti seseorang atau satu pihak menyediakan modal dan yang lain menawarkan tenaga kerja, dan keduanya akan membagi keuntungan. Keuntungan dibagikan berdasarkan syarat-syarat perjanjian yang dibuat di antara kedua belah pihak.[13]
2)    Syirkah
Syirkah terdiri dari dua jenis, yaitu:[14]
a.       Syirkah al-Milk (non kontrak) yang mana kepemilikan tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan kepemilikan suatu aset oleh dua orang atau lebih; dan
b.      Syirkah al-‘Uqud (sesuai kontrak), yang terdiri dari empat model, yaitu Mufawadhah, Inan (An’am), Abdan (Sanai), dan Wujuh.
Kerjasama jenis ini secara singkat dapat dijelaskan, yaitu:
a)    Syirkah Mufawadhah, semua pihak yang bekerjasama mempunyai kedudukan yang sama baik dalam keuntungan dan kerugian, sehingga mereka mempunyai andil modal yang sama. Setiap pihak merupakan agen dan siap membantu pihak yang lain.
b)   Syirkah An’am, bentuk kerjasama bisnis yang dilakukan dua orang atau lebih, dimana masing-masing menyertakan harta (modal) dan sekaligus juga menjadi pengelolanya (tenaga), kemudian keuntungannya dibagi diantara mereka berdasarkan kesepakatan. Jika mengalami kerugian, maka kerugiannya akan ditanggung bersama berdasarkan proporsional modalnya.
c)    Syirkah Sanai (Syirkah Abdan), syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis)  ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya).
d)   Syirkah Wujuh, kontak kerjasama antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi yang baik serta ahli dalam berbisnis. Misalnya mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang sediakan oleh setiap mitra.
3)   Perusahaan
Merupakan salah satu bentuk dari organisasi bisnis dalam Islam, dengan badan hukum yang terpisah, tidak terlihat secara langsung dalam diskusi fiqh. Perkiraan terdekat untuk badan hukum perusahaan adalah baitul maal, properti masjid, kepercayaan, dan kerjasama mufawadhah. Perusahaan sangat penting dalam organisasi bisnis Islam. Ia menyediakan keamanan dan keuntungan yang tidak bisa didapat dari bentuk organisasi bisnis lainnya.[15]


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Organisasi bisnis dalam perspektif Islam adalah keseluruhan koordinasi antar subsistem yang saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan usaha yang didasari aturan syari’ah.
Organisasi dalam bisnis Islam sangat dibutuhkan peranannya. Urgensi ini berkaitan erat dengan tujuan dari bisnis perspektif syari’ah, yang intinya adalah demi kemaslahatan masyarakat.
Organisasi bisnis yang telah ada di Indonesia sejak dulu, yaitu:
a.    Badan Usaha/Perusahaan Perseorangan atau Individu; dan
b.    Badan Usaha/Perusahaan Persekutuan/Partnership, yang terdiri dari:
1)   Firma
2)   Persekutuan Komanditer/CV (Commanditaire Vennotschaap)
3)   Perseroan Terbatas/PT/Korporasi/Korporat
4)   Perusahaan Dagang
5)   Persekutuan Perdata

Bisnis dalam ekonomi Islam menjadi dua tipe, yaitu:
1.                     Pemilik Tunggal
2.                     Kerja Sama Terdiri dari:
a.    Mudharabah
b.    Syirkah;
Syirkah terdiri dari dua jenis, yaitu:
a)    Syirkah al-Milk (non kontrak); dan
b)   Syirkah al-‘Uqud (sesuai kontrak), yang terdiri dari empat model, yaitu Mufawadhah, Inan (An’am), Abdan (Sanai), dan Wujuh.
c.    Perusahaan.
  1. Kritik dan Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya


DAFTAR PUSTAKA
Arijanto,Agus, 2011, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, Jakarta: Rajawali Pers
Muhammad, Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, 2002, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani
Muslich, 2004, Etika Bisnis Islami; Landasan Filosofis, Normatif, dan SubstansiImplementatif, Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomi UII
Rifai Veithzal, dkk, 2011, Islamic Transaction Law in Business, Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Bumi Aksara
Rahman, Afzalur, 1995, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid I, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf
R. Saliman, 2005,  Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Jakarta: Kencana Prenada Media.
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh tanggal 03 oktober 2015
Wikipedia, Organisasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi. diunduh tanggal 03 oktober 2015



[1] http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh tanggal 03 oktober 2015
[2] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid I, ( Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995),  h. 297
[3] Wikipedia, Organisasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi. diunduh tanggal 03 oktober 2015
[4] Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002) , h.18.
[5] Afzalur, Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid I, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995),  h. 297
[6] Ibid, h. 297
[7] Muslich, Etika Bisnis Islami; Landasan Filosofis, Normatif, dan SubstansiImplementatif, ( Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomi UII, 2004), h. 46
[8] Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, ( Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 18.
[9] Afzalur, Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid I, h. 297
[10] R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005), h. 98-115.
[11] Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 146-147
[12] Veithzal Rifai, dkk, Islamic Transaction Law in Business, Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 112 dan 115-122.
[13] Afzalur, Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid I,  h. 302
[14] Veithzal Rifai, dkk, Islamic Transaction Law in Business, Dari Teori ke Praktik, h. 120-121
[15] Goole buku Veithzal Rifai, dkk, Islamic Transaction Law in Business, Dari Teori ke Praktik, h. 121

1 komentar: