Al-quran bukan sekedar sebagai bacaan bagi umat islam.
Memeang dilihat dari namanya “al-qur’an” berarti bacaan, akan tetapi lebih dari
pada yang dimaksd dalam arti sempit tersebut. Yaitu sebagai pedoman pokok,
sebagai tolok ukur dalam menjalankan kehidupan manusia di dunia ini. Mulai dari
aturan hubungannya dengan tuhan bagaimana cara beribadah, maupun dengan sesama
manusia bahkan dengan sesama makhuk. Sehingga diharapkan kehidupan ini akan
berjalan sesuai dengan tujuannya.
Sehingga kita sudah selazimnya mempelajari Al-quran
supaya dapat memahami dan melaksanakannya. Karena Al-qur’an itu sendiri dengan menggunakan
bahasa arab, dapat dipahami dengan menggunakan pendekatan ilmu tafsir, maka
tidak semua orang dapat melakukannya. Kesulitan itu karena dalam penguasaan
dalam ilmu tafsir harus memahami berbagai disiplin keilmuan keilmuan yang yang
lain. Seperti mengetahui tata bahasa arab, nahwu, shorof, balaghoh, memahami
hadist dan masih banyak lagi.
Termasuk didalamnya tentang Tafsir hubugan antara
orang kaya dengan orang miskin yang kami dapatkan dari keterangan silabus
kurikulum paerguruan tinggi islam yaitu dalam al-quran terdapat lima ayat,
diantaranya Surat Al-Baqoroh Ayat 262, 264[1]
Dan 273[2], Surat An-Nisa’ Ayat 36[3] dan
Surat Ali Imran Ayat 92[4]. Walaupun mungkin dalam ayat yang lain
masih banyak lagi yang menerankan kaitannya dengan hal tafsir hubungan antara
orang kaya dan miskin, ayat-ayat ini merupakan ayat yang menjelaskan secara
jelas dan memahamkan.
Akan tetapi dari beberapa ayat tersebut setelah kami
palajari, ternyata kesemuanya hampir sama maksud dan tujuannya. Orang-orang kaya yang dikaruniai harta oleh Alloh SWT yang
banyak, diberi rizki yang melimpah, dengan beberapa kenikmatan. Mereka itu
supaya membagi-bagikan sebagian rizkinya kepada orang yang oleh Alloh SWT
diberi cobaan kekurangan harta benda atau kemudian disebut orang miskin.
Oleh karena itu kami pemakalah mencoba mengambil satu
ayat yang kami anggap dapat mencakup kandungan tafsir ayat yang kaitannya
dengan hubungan dengan orang kaya dan miskin. Yaitu pada Surat Al-Baqoroh
Ayat 262. Harapan kami dengan satu ayat dari surat
ini dapat kita ambil sebuah garis kesimpulan mendasar sebagai haluan kita dalam
melaksanakan hubungan dengan sesama muslim, mengetahui dasar dan maksud tujuan
dari ayat tersebut yakni antara orang kaya dan miskin harus menjalin hubungan
yang baik, dengan saling menghormati dan menyayangi.
TAFSIR HUBUNGAN
KAYA DAN MISKIN
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ
أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu
dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si
penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
1. Terjemah Dalam kata :
Terjemah
|
Lafadh
|
No
|
menafkahkan
|
يُنْفِقُون
|
1
|
hartanya
|
أَمْوَالَهُمْ
|
2
|
jalan
Allah
|
سَبِيلِ اللَّهِ
|
3
|
Mengiringi
|
يُتْبِعُونَ
|
4
|
menyebut-nyebut
|
مَنًّا
|
5
|
dan dengan
tidak menyakiti
|
وَلَا أَذًى
|
6
|
Tidak ada
kekhawatiran
|
لَا خَوْف
|
7
|
bersedih
hati
|
يَحْزَنُون
|
8
|
2. Tafsir ibnu katsir (terjemah singkat)[6] :
Dalam ayat ini alloh memuji orang-orang yang
bersedekah dengan ikhlas, tanpa mengingat-ingat jasanya terhadap orang yang
diberinya.
Manna artinya
“mengungkit-ungkit jasa“ sedangkan adza artinya “penghinaan” dan
sebagianya.
Kedua istilah itulah yang dapat
menggugurkan pahala sedekah. Karena itu, barang siapa yang bersedekah dan
selamat dari kedua sifat itu, maka pahalanya pasti dijamin oleh alloh, bahkan
tidak dapat dihinggapi rasa takut dari segala kengerian di hari kiamat, dan
tidak menyesal terhadap apa yang tertinggal di dunia. Sebab ia merasa telah
mencapai yang jauh dari lebih baik dan sempurna dari pada apa yang dapat dibayangkan.
3. Tafsir jalalain.[7]
{ الذين يُنفِقُونَ أموالهم فِى سَبِيلِ الله ثُمَّ لاَ
يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُواْ مَنّاً } على المنفق عليه بقولهم مثلاً : قد أحسنت
إليه وجبرت حاله { وَلا أَذًى } له بذكر ذلك إلى من لا يحب وقوفه عليه ونحوه {
لَهُمْ أَجْرُهُمْ } ثواب إنفاقهم { عِندَ رَبّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ
هُمْ يَحْزَنُونَ } في الآخرة
“
(Orang-orang yang membelanjakan harta mereka di jalan Allah, kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang mereka belanjakan itu dengan cercaan) terhadap orang
yang diberi, misalnya dengan mengatakan, "Saya telah berbuat baik kepadamu
dan telah menutupi keperluanmu" (atau menyakiti perasaan) yang
bersangkutan, misalnya dengan menyebutkan soal itu kepada pihak yang tidak
perlu mengetahuinya dan sebagainya (mereka memperoleh pahala) sebagai ganjaran
nafkah mereka (di sisi Tuhan mereka. Tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak pula mereka berduka cita) yakni di akhirat kelak.
Allah Ta’ala berfirman (الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ):
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah”, Allah Ta’ala
menyebutkan kembali untuk menjelaskan apa yang setelahnya yaitu firmannya (ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا وَلآَ أَذًى):
“kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan
menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima)”.
Firman Allah (ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا): “kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya”, yakni bahwa orang-orang yang bershadaqah tidak
mengungkit-ungkit apa yang mereka shadaqakan, yang dengan mengungkit-ungkit
pembarian bertujuan untuk menampakan dan menunjukan bahwa orang yang berinfaq
tersebut lebih tinggi kedudukannya dari orang yang diberi infaq. (وَلآَ أَذًى): “Dan dengan tidak menyakiti (perasaan si
penerima)” contoh hal ini, yaitu jika seorang yang berinfaq mangatakan di
hadapan orang-orang: “Sungguh aku telah memberi fulan ini dan itu”, ini dapat
menyakiti orang yang telah menerima pemberian tersebut.
Firman Allah Ta’ala (لَّهُمْ أَجْرُهُمْ): “bagi mereka pahala”, (الأجْرُ): “Pahala”, adalah sesuatu yang diberikan kepada pekerja
sebagai balasan dari pekerjaannya, salah satu bentuknya adalah gaji karyawan.
Allah Ta’ala menamakannya (الأجْرُ):
“Pahala/ganjaran” karena Allah Ta’ala telah menanggung bagi orang
yang beramal balasan amalnya, ini seperti halnya memberikan gaji karyawan.
Firman AllahTa’ala (عِندَ رَبِّهِمْ): “Di sisi Rabb mereka”, bahwasanya
Allah Ta’ala akan benar-benar membalas pahala mereka dan balasan pahala
tersebut tempatnya di surga yang mana atapnya Arsy Ar-Rahman.
Firman Allah Ta’ala (وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ): “Dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka”, kemudian sebagai buahnya adalah (وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ): “Dan tidak (pula)
mereka bersedih hati”, atas apa yang telah lalu, ini adalah sebagai suatu
kesempurnaan nikmat atas mereka, karena jika seorang yang diberi nikmat
tertimpa kesedihan atau ketakutan maka kenikmatan yang dia dapatkan tidak
sempurna.
Pelajaran dari ayat yang mulia ini:
1.
Ayat
ini memotivasi kita untuk berinfaq di jalan Allah Ta’ala ini berdasarkan
firman Allah Ta’ala (لَّهُمْ أَجْرُهُمْ
عِندَ رَبِّهِمْ) : “bagi mereka pahala”.
2.
Ayat
ini mengisyaratkan kepada kita agar kita berbuat ikhlas, dan senantiasa
mengikuti ajaran syari’at (dalam beramal dan tidak membuat-buat amal yang tidak
disyari’atkan), ini berdasarkan firmanNya (اللهِ
فِي سَبِيلِ): “Di jalan Allah”.
3.
Pelajaran
dari ayat ini juga adalah bahwasanya orang yang mengikutkan infaqnya dengan
perbuatan mengungkit-ungkitnya, atau menyakiti hati orang yang di beri infaq,
maka tidak ada pahala baginya, ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا وَلآَ أَذًى
لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِم) : “kemudian mereka tidak mengiringi apa
yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka”,
jika ia mengiringi shadaqahnya dengan perbuatan mengungkit-ungkit pemberian,
atau dengan menyakiti orang yang diberi shadaqah tersebut, maka batalah
pahalanya, sebagaimana ini telah jelas termaktub di dalam firman Allah Ta’ala
(يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا
صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَى): “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan si penerima),”(Al-Baqrah: 264)
4.
Bahwasanya
(المََنُّ : Mengungkit pemberian), dan (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang diberi)
membatalkan pahala shadaqah, adapun syarat diterimanya shadaqah adalah seperti
apa yang telah di sebutkan di atas yaitu shadaqah harus ikhlas untuk Allah, dan
harus sesuai dengan tutunan syariat.
a)
Permasalahan
pertama:
Bagaimana jika
si pemberi shadaqah hanya sekedar memberitahu bahwa dia telah memberi sifulan
tanpa (المََنُّ : Mengungkit
pemberian) yang telah ia berikan, apakah hal ini termasuk menyakiti perasaan
orang yang diberi?
Jawab:
Ya, hal
tersebut termasuk (الأَذًَى: Menyakiti hati orang
yang di beri), karena hal itu akan mengurangi harga diri orang yang diberi di
hadapan orang yang mengetahuinya. Akan tetapi jika dari hal itu ia bermaksud
baik yaitu agar manusia mencontohnya, maka hal itu tidak termasuk (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang di beri),
bahkan bisa jadi sebaliknya yaitu sebagai kemaslahatan orang yang diberi.
Adapun jika ia menyebutkan bahwa ia telah memberi sesuatu tanpa menyebutkan
siapa yang ia beri maka tidak terdapat pada apa yang ia lakukan itu (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang di beri), akan
tetapi ditakutkan dari hal itu timbul rasa ujub atau riya dari apa yang ia
berikan.
b)
Permasalahan
kedua:
Bagaimana jika orang yang diberi
merasa bahwa orang yang berinfaq telah mengungkit-ungkit pemberiannya , atau ia
menyakit hatinya, manakah yang lebih baik baginya, apakah ia tetap
mempertahankan apa yang telah di berikan ataukah ia lebih baik mengembalikannya
kepada orang yang memberinya?
Jawab:
Yang lebih baik baginya adalah
mengembalikan barang yang telah diberikan, agar tidak ada orang yang
mengungkit-ungkit hal tersebut, akan tetapi jika ia mengembalikan barang
tersebut setelah ia memegangnya (menjadi hak miliknya) apakah bagi orang yang
telah memberi barang tersebut harus menerima barang yang akan dikembalikan
kepadanya?
5.
Bahwa
orang yang menginfaqkan harta mereka di jalan Allah, yang mana mereka selamat
dari hal-hal yang membatalkan amal-amalan mereka , maka mereka itulah
orang-orang yang tidak ada ketakutan bagi mereka pada hari mendatang (kiamat)
dan tidaklah mereka bersedih hati terhadap yang apa telah berlalu.
DAFTAR
PUSTAKA
·
H Salim Bahreisy dan H Said Bahreisy, 2004, Tejemah
singkat tafsir ibnu katsir juz I, PT Bina Ilmu : Surabaya
·
Program
TAFSIR JALALAIN, Jalaluddin Asy-Syuyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad
Al-Mahalliy, PESANTREN PERSATUAN ISLAM 91, TASIKMALAYA, Versi 2.0, 5 Shafar
1431 H / 21 Januari 2010 M, Kompilasi CHM oleh Dani Hidayat,
myface-online.blogspot.com
أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ
مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ
فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ
صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي
الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia
dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang
itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa
hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak
menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir”
[2] Surat Al-Baqoroh Ayat
273
لِلْفُقَرَاءِ
الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي
الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ
بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ
فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad)
di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu
menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal
mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara
mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.”
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ
وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ
وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ
وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا
يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ
وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang
kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”
[6] H
salim bahreisy dan h said bahreisy, 2004, Tejemah singkat tafsir ibnu katsir
juz I, PT Bina Ilmu, Surabaya hal :517 -518
[7]
Program TAFSIR JALALAIN, Jalaluddin Asy-Syuyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibn
Ahmad Al-Mahalliy, PESANTREN PERSATUAN ISLAM 91, TASIKMALAYA, Versi 2.0, 5
Shafar 1431 H / 21 Januari 2010 M, Kompilasi CHM oleh Dani Hidayat,
myface-online.blogspot.com
|
Sumber: Tafsir
al-Qur-an al-Karim, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, jilid 3,
semoga Allah merahmatinya. Diposting oleh Sufiyani Abu Muhammad Ismail
al-Kalimantani
awalnya saya ragu untuk megikuti pesugihan KIYAI DIMAS KANJEN atau bisa dibilang uang goib tapi saya pikir tidak ada salahnya untuk mencoba dan setelah saya menghubungi KIYAI DIMAS KANJEN saya minta bantuan uang goib sama beliau .dan saya benar-benar sudah membuktikan demi allah bahwa KIYAI DIMAS KANJEN bisa merubah kehidupan saya dalam sekejap awalnya saya sangat miskin makanpun susah ,alhamdulillah dengan bantuan KIYAI DIMAS KANJEN saya bisa merubah kehidupan saya jauh lebih baik daripada sebelumnya beliau membantu saya uang goib 900 juta .saya sangat berterimah kasih kepada KIYAI DIMAS KANJEN atas bantuan beliau ,dan saya menyapaikan kepada saudarah-saudarah yang ingin merubah nasib seperti saya hubungi 082_349_535_132 KIYAI DIMAS KANJEN TAAT PERIBADI saya sudah membuktikannya sendiri
BalasHapus