Kata
pengantar
Segala
puji bagi Allah SWT yang maha pemurah lagi maha penyayang dan maha pemberi
hidayah dan petunjuk serta pertolongan kepada siapapun hambanya yang di
kehendaki.
Shalawat
serta salam yang seindah-indahnya semoga tetap terlimpah ruah kepada Nabi agung
beliau Nabi Muhammad SAW,sebanyak naik turunya nafas serta sebnyak daun yang
berguguran pada bumi.
Salam
ta’dzim dan mahabbah semoga selalu keharibaan Ghutsu Hadzaz Zaman RA,besar
harapan saya semoga sebatas tulisan ini mampu menjadikan diri kita generasi
pemuda yang lebih untuk mengangkat derajat bangsa yang saat ini dalam ambang
kebodohan.semoga tulisan ini mampu menjadikan kita semakin bertambahnya
pengetahuan kita.Aminnn…
BAB
I
A.
Latar
balakang
Transportasi memegang peranan yang
sangat penting dalam bisnis nasional maupun internasional. Pada dasarnya
kendaraan yang di pergunakan manusia adalah kuda, unta, kapal kayu dan lainnya
yang bisa menjadi transportasi mereka. Transportasi akan menjamin kelancaran
lalu lintas barang dalam perdagangan nasional maupun internasional dan menjamin
hak kepemilikan atas barang dengan pengeluaran dokumen pengapalan yang sangat
vital seperti bill of lading, airways bill dan lain-lain. Berikut ini akan kita
bahas beberapa hukum yang mengatur adanya pengangkutan yang dimanfaatkan sebagai
transportasi masa kini.
Pengangkutan
adalah Suatu proses kegiatan memuat barang/penumpang ke dalam alat pengangkutan
membawa barang/ penumpang dari pemuatan ke tempat tujuan dan dan menurunkan
barnag/penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan. Disini
sering menimbulkan tanggungjawab dari pengangkut.
Selain sebagai alat fisik yang
membawa barang-barang dari produsen ke konsumen, juga sebagai alat penentu
harga barang-barang tersebut. Di samping itu, jika di tinjau dari beberapa
segi, pengangkutan banyak mempunyai manfaat, antara lain sebagai berikut ;
a.
Dari kepentingan pengirim barang, pengirim memperoleh manfaat untuk konsumsi
pribadi maupun keuntungan komersial.
b.
Dari segi pengangkut barang, pengangkut mendapat keuntungan material sejumlah
uang atau keuntuangan immaterial, berupa peningkatan kepercayaan masyarkat atau
jasa angkutan yang di usahakan oleh pengangkut
c.
Dari kepentingan penerimaan barang, penerima barang mendapat manfaat untuk
kepentingan konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial.
Dari
beberapa uraian di atas penting bagi kami untuk menjelaskan peranan penting
alat transportasi laut, darat dan udara. Hal ini demi kelancaran kegiatan
ekonomi maupun kegiatan sosial masyarakat, baik itu dalam negeri maupun luar
negeri (kegiatan internasional)
BAB II
PEMBAHASAN
A.Hukum Transportasi Atau Pengangkutan Perdagangan Laut
Hukum laut terdiri dari dua kata
yakni hukum dan laut. Jadi hukum laut adalah hukum yang mengenai laut, baik
bersifat publik, maupun bersifat ke perdataan . Hukun laut bersifat publik
kalau menyangkut masalah umum, sebaliknya hukum laut bersifat perdata apabila
menyangkut perseorangan. Khusus mengenai pengangkutan laut tidak dijumpai
definisinya dalam KUHD. Namun dalam PP No. 17 tahun 1988 di jumpai mengenai
pengangkutan laut.
“Setiap kegiatan pelayaran yang
menggunakan kapal laut untuk mengangkut penumpang, barang dan atau hewan untuk
satu perjalanan atau lebih dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain antara
beberapa pelabuhan”. (Pasal 1 angka 1 PP No. 17 tahun 1988)[1]
Berkaitan
dengan pengaturan pengangkutan laut, pada awalnya hanya di atur dalam KUHD buku
II, Bab V karena KUHD ini merupakan warisan dari Hindia Belanda, namun kemudian
di ganti dan di sempurnakan pada tanggal 17 september 1992 dengan UU No. 21
tahun 1992 tentang pelayaran .
1. Sejarah perundang-undangan laut
Sejarah perundang-undangan laut dan
peraian darat, sebagai yang telah di atur dalam buku kedua KUHD, di mulai
sebelum berlakunya S. 1933-47 jis 38- dan 2 yang mulai berlaku pada 1 april
1938. Sebelum berlakunya undang-undang tersebut, perkembangan
perundang-undangan pelayaran laut dan perairian mengikuti jalannya sejarah
perundang-undangan tentang pelayaran laut dan darat di negeri belanda. Sebab
menurut pasal 131 I.S.perundang-undangan hukum dagang itu selalu konkordansi
dengan perundang-undangan di negeri belanda, sejarah perundang-undangan
tersebut berhenti pada saat di undangkannya 1848-23, tgl 30 april 1847 yang
mulai belaku pada 1 mei 1848. Staatbla tersebut berlaku di inonesia, yaitu
kitab undang-undang hukum dagang (KUHD )[2].
2. Jenis- jenis Pengangkutan Laut
Ada empat macam pelayelenggaraan pengangkutan laut,
baik menurut PP 17 tahun 1988 tentang penyelenggaraan Pengangkutan Laut maupun
menurut UU No. 21 tahun 1992 tentang pelayaran.
a. Pelayaran Dalam Negeri
Menurut
PP No. 17 tahun 1988, pelayaran dalam negeri merupakan kegitan angkutan laut
antar pelabuhan di indonesia yang di lakukan secara tetap dan teratur dan/ atau
dengan pelayaran yang tidak tetap dan tidak teratur dengan menggunakan jenis
kapal.
Selanjutnya, pasal 73 UU no. 21 tahun 1992 menyatakan bahwa
penyelenggaraan pelayaran laut dalam negeri ini di lakukan dengan menggunakan
kapal berbendera inonesia dan kapal berbendera asing yang di oprasikan oleh
badan hukum indonesia slama keadaan tertentu dalam memenuhi persyaratkan yang
di tetapkan oleh pemerintah.
b. Pelayaran Rakyat
Menurut
PP No. 17 tahun 1988, pelayaran rakyat merupakan kegiatan angkutan laut khusus untuk
barang atau hewan antar pelabuhan di indonesia dengan menggunakan kapal layar
motor sesuai dengan persyaratan di antaranya :
1. Dilakukan oleh perusahaan dalam salah satu badan usaha,
termasuk koprasi.
2. Memiliki unit usaha perahu layar atau kapal motor dengan
ukuran sampai dengan 850 m3 isi kotor atau kapal motor dengan ukuran sampai
100m3.
Sementara
itu, pasal 77 UU No. 21 tahun 1992 mengatakan”bahwa pelayaran rakyat sebagai
usaha rakyat yang bersifat tradisional merupakan bagian dari usaha angkutan
peraiaran, mempunyai peranan yang penting dan karakteristik sendiri”[3].
c. Pelayaran Perintis
Menurut pasal 84 UU No. 21 1992
pelayaran perintis ini berupa angkutan perairan yang menghubungkan daerah
–daerah terpencil dan belum berkembang[4].
Adapun sebagai penyelenggara adalah pemerintah. Mengenai pelayaran perintis
ini, PP No. 17 tahun 1988 menyatakan bahwa perlayaran perintis merupakan
kegiatan angkutan laut yang dilakukan secara tetap dan teratur.
d. Pelayaran
Luar Negeri
Pelayaran luar negeri merupakan
pelayaran samudra sebagai kegiatan angkutan laut atau dari negeri yang di lakukan secara tetap
dan teratur atau dengan pelayaran tidak tetap dan tidak menggunakan semua jenis
kapal (pasal 9 ayat (5) PP No. 17 tahun 1988). Pelayaran luar negeri ini,
menurut UU No. 21 tahun 1992, dilakukan oleh badan hukum Indonesia yang menurut
UU No. 1 tahun 1985 berbentuk perseroan terbatas dan/atau perusahaan asing .
3. Pihak-pihak dalam Pengangkutan Laut
a. Pengangkutan
Mengenai pengangkutan tidak di jumpai definisinya dalam
kitab undang-undang hukum dagang (KUHD). Namun, menurut HMN. Poerwosutjipto
(1985 : 4), pengangkutan adalah orang yang mengikat diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan teretentu
dengan selamat.
b. Pengiriman Barang
Pengirim belum tentu pemilik barang , sering kali dalam
praktik pengirim adalah ekspiditur atau perantara lain dalam bidang
pengangkutan. Pasal 86 ayat (1) menyatakan bahwa ekspeditur adalah orang yang
pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan
barang-barang.
Karena merupakan perantara, ada dua jenis perjanjian yang
perlu di buat oleh ekspeditur, yaitu sebagai berikut ;
a.
Perjanjian yang di buat oleh ekspeditur dengan pengirim disebut dengan
perjanjian ekspedisi, yaitu perjanjian timbal balik antara ekpeditur dengan
pengirim, dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencari pengangkut yang baik
bagi si pengirim, sedangkan si pengirim mengikat diri untuk membayar profesi
kepada ekpeditur.
b.
Perjanjian antara ekpeditur atas nama pengirim dengan pengangkut di sebut
perjanjian pengangkutan.
Selain
ekspeditur dan pengagkutan laut, di kenal pula pihak-pihak yang terkait lainya,
yaitu sebagai berikut :
a. Pengatur
Muatan
Pengatur
muatan atau juru padat adalah orang yang tugasnya menetapkan tempat di mana
suatu barang harus di simpan dalam ruang kapal. Pengatur muatan ini merupakan
perusahaan tersendiri dan mempunyai anak buah sendiri. Dengan demikian pengatur
muatan terlepas dari perusahaan pengangkut/pemilik kapal namun dalam
melaksanakan tugasnya di kapal pengangkut, pengatur pengatur muatan harus
tunduk pada aturan yang ada di kapal (pasal 321 KUHD).
b. Per-Veem-An/Ekspedisi Muatan Laut
Per-Veem-An
dan ekspeitur muatan laut adalah dua jenis perusahaan yang biasa terkait dalam
proses pengangkutan barang dan lazim ada dalam praktik pengangkutan laut di
indonesia. Kedua jenis perusahaan ini di atur bersamaan dalam PP No. 2 tahun
1969 tentang penyelenggaraan dan pengusahaan angkutan laut. Menurut pasal 1 PP
no. 2 tahun 1969 yang di maksud dengan Per-Veem-An adalah “usaha yang ditujukan
kepada penumpang dan penumpukan barang-barang yang dilakukan dengan
mengusahakan gudang-gudang, lapangan-lapangan, dimana di kerjakan dan disiapkan
untuk diserahkan kepada perusahaan pelayaran untuk dikapalkan, yang meliputi
antara lain kegiatan ekspedisi muatan, pengepakan, pengepakan kembali, sortasi,
penyimpanan, pengukuhan, penendaan dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis
ekonomis yang di perlukan perdagangan dan pelayaran.”
b. Penerima
Kedudukan penerima dalam pengangkutan barang adalah sebagai
pihak yang menerima barang –barang, yang tercantum dalam konosemen. Kedudukan
ini timbul karena sebagimana yang telah kemukakan bahwa kewajiban pengangkut
adalah menyerahkan barang yang di angkut kepada penerima.
Dalam hal ini, mengenai penerima ada dua kemungkinan yaitu
sebagai berikut :
1. Penerima adalah juga pengirim barang
2. Penerima adalah orang lain yang di tunjuk
4. Sarana Penunjang Pengangkutan Laut
Kapal
Pada
pengangkutan melalui laut, kapal merupakan faktor yang mutlak harus ada karena
berfungsi sebgai alat pengangkut.
Menurut pasal 1 sub 2 UU No. 21 tahun 1992 tentang
pelayaran, yang dimaksud dengan kapal adalah : “ kendaraan air dengan bentuk
dan jenis apapun yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau
kuda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah-pindah”.[5]
a. Pelabuhan
Menurut sub 1 pasal 4 UU No. 21 tahun 1992 pelabuhan adalah
:
“tempat yang terdiri dari daratan
dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan ekonomi yang dipergunakan sebgai tempat kapal bersandar,
berlabuh, naik turun penumpang dan/atau pelayaran dan kegiatan penunjuang serta
sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi”[6].
Sementara itu mengenai jenis-jenis pelabuhan di bedakan
menjadi dua jenis, yaitu pelabuha umum dan khusus. Pelabuhan umum di guanakan untuk
kepentiangan masyarakat umum, sedangkan pelabuahan umum digunakan untuk
kepentiangan-kepentiangan sendiri guana menunjang kegiatan tertentu.
b. Prasarana Pelayaran
Dalam rangka menunjang kelancaran
arus barang serta kelancaran dalam pelaksanaan bongkar muat dari dan/atau ke
kapal pelabuhan di perlukan adanya sarana pelabuhan seperti ;
1.
Peraiaran pelabuhan, tempat-tempat kapal berlabuh agar dapat melakukan
pekerjaan dengan aman.
2.
Jembatan pendarat dan dermaga yang cukup kuat
3.
Pelampung-pelampung untuk kapal-kapal terlambat
4.
Gudang dan lapangan tempat barang-barang yang akan di muat ke dalam kapal dan
di bongkar dari dalam kapal.
5.
Pandu-pandu (pilot) untuk memandu kapal dan menjaga keselamatanya sewaktu
memasuki atau meninggalkan pelabuahan.
6.
Kapal-kapal tarik (tugboat) untuk menari kapal-kapal sewaktu memasuki atau
meninggalkan pelabuhan
7.
Peralatan bongkar muat di pelabhan
8.
Pekerja/buruh yang cukup tersedia
9.
Alat-alat telekomunikasi digunakan untuk hubungan intern, lokal, dan hubungan
internasional yang cukup tersedia dan dapat di gunakan dengan baik .
5. Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Pengangkutan Laut
Dalam
hal pengangkutan laut yang berkedudukan sebagai pengangkut adalah pemilik
kapal, sedangkan nahkoda dan anak buah kapal berkedudukan sebagai buruh
(pekerja) atau orang yang dipekerjakan oleh pemilik kapal, sesuai dengan
ketentuan pasal 321 KUHD, nahkoda dan anak buah kapal hanya bertanggung jawab
kepada pemilik kapal selaku majikannya. Pasal 321 KUHD berbunyi sebagai berikut
:
1. Pengusaha kapal terikat oleh perbuatan-perbuatan hukum
yang dilakukan oleh mereka yang dalam dinas tetap atau sementara dari kapal itu
dari dalam pekerjaanya dalam lingkungan kewenangan.
2. Ia bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimpakan
pada pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum dari mereka yang dalam dinas
tetap atau sementara pada kapal karena jabatanya atau karena melaksanakan
kegiatannya di kapal melakukan untuk kapal atau muatan.[7]
C.Hukum
Transportasi Angkutan Darat
1.
Masalah Pengangkutan
Transportasi memegang peranan yang sangat penting dalam
bisnis nasional maupun internasional. Transportasi akan menjamin kelancaran
lalu lintas barang dalam perdagangan nasional maupun internasional dan menjamin
hak kepemilikan atas barang dengan pengeluaran dokumen pengapalan yang sangat
vital seperti bill of lading, airways bill dan lain-lain.
Pasal 506 ayat 1 KUHD mendefinisikan bill of lading atau
konsemen sebagai suatu surat yang bertanggal, di mana si pengangkut menerangkan
bahwa ia telah menerima barang-barang tersebut untuk diangkutnya ke suatu
tujuan tertentu dan menyerahkanya di situ kepada seseorang tertentu[8],
begitupula menerangkan dengan syarat-syarat apakah barang-barang itu akan
diserahkan. Dari ketentuan pasal tersebut fungsi dari B/L yaitu:
1.
sebagai surat bukti perjanjian pengangkutan.
2.
sebagai surat bukti penerimaan barang
3.
sebagai bukti pemilikan barang (document of title)
JENIS-JENIS
BILL OF LADING
1.
negotiable B/L (original B/L) dan non negotiable B/L.
2.
on board B/L & receipt B/L.
3.
clean and foul B/L.
4.
long form and short form B/L.
5.
combined transport B/L (multimodal B/L) & single modal B/L.
6.
express B/L.
7.
stale B/L.
8.
swicht B/L.
9.
third party B/L.
10.
ocean B/L & house B/L.
11.
chartered B/L.
12.
way bill and forwarder cargo receipt (FCR).
13.
air way bill (AWB).
14.
FIATA bill of lading (FBL).
Cara
Peralihan B/L
B/L dapat diterbitkan sebagai atas nama (op naam), atas
pengganti (aan order) maupun atas tunjuk (aan toonder) sebagaimana diatur dalam
pasal 506 ayat 2 KUHD. Fungsinya untuk menunjukan bagaimana B/L tersebut harus
diperalihkan.
Lebih lanjut pasal 508 KUHD B/L atas pengganti diperalihkan
dengan endosemen dan penyerahan suratnya. Pasal ini tidak mengatur bagaimana
cara peralihan B/L atas nama dan atas tunjuk. Untuk itu kita dapat melihat
ketentuan pasal 613 KUH Perdata, dimana peralihan B/L atas nama dapat dilakukan
dengan akte van cessie, dan B/L atas tunjuk dengan peralihan dari tangan
ketangan yang disertai dengan endorsemen .
The
Haque –Visby Rules
Walaupun belum berlaku secara universal, the haque-visby
rules merupakan aturan-aturan yang diadakan untuk menyeimbangkan kepentingan
perusahaan ekspedisi (shipper) dan perusahaan perkapalan dan memberikan
kepastian bagi pemilik barang (consignee). Peraturan ini dikeluarkan karena ada
kebutuhan-kebutuhan akan aturan yang dapat diterima secara internasional
sebagai antisipasi atas adanya beberapa perusahaan perkapalan memasukan klausul
mereka sendiri di dalam kontrak pengangkutan dan memperkecil hak-hak dari
perusahaan ekspedisi.
Tiga
Kewajibnan Utama Perusahaan Perkapalan
1.
mengusahakan kapalnya layak kerja.
2.
mempunyai awak, peralatan dan supply yang layak.
3.
mengusahakn kapal tersebut cocok dan aman untuk membawa dan memelihara kargo.
Disamping itu carrier juga wajib untuk secara layak dan berhati-hati memuat,
memelihara dan membongkar kargo.
The
Hamburg Rules
Karena adanya ketidaksepakatan atas hal-hal yang diatur oleh
the haque-visby rules yang lebih banyak melindungi shipper dan pemilik barang
maka diadakanlah the hamburg rule yang ditetapkana pada tahun 1978 di Hamburg.
Dalam hamburg rules beban pembuktian berada pada pihak carrier.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Transportasi memegang peranan yang sangat penting dalam bisnis
nasional maupun internasional. Pada dasarnya kendaraan yang di pergunakan
manusia adalah kuda, unta, kapal kayu dan lainnya yang bisa menjadi
transportasi mereka. Transportasi akan menjamin kelancaran lalu lintas barang
dalam perdagangan nasional maupun internasional dan menjamin hak kepemilikan
atas barang dengan pengeluaran dokumen pengapalan yang sangat vital seperti
bill of lading, airways bill dan lain-lain. Berikut ini akan kita bahas
beberapa hukum yang mengatur adanya pengangkutan yang dimanfaatkan sebagai
transportasi masa kini.
Jenis-
jenis Pengangkutan Laut
a.Pelayaran Dalam Negeri
b. Pelayaran Rakyat
c. Pelayaran Perintis,dan
d. Pelayaran Luar Negeri
DAFTAR PUSTAKA
HMN.
Poerwosutjipto. 2000. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Hukum Pelayaran
Laut dan Perairan Darat. Jakarta: Djambatan
Widjaja,
Gunawan. Ahmad Yani. 2003. Seri Hukum Bisnis Transaksi Bisnis Internasional
(Ekspor-Impor & Imbal Beli). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
HMN.
Poerwosutjipto. 1995. Pengertian Pokok Hukum Dagang. Pengetahuan Dasar Hukum
Dagang. Jakarta: Djambatan.
Asyhadie,
Zaeni. 2005. Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: PT
Raja Grafindo
Fuady
, Munir. 1994. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktik. Bandung: Citra Aditya
Bakti
Sumantoro.
1990. Pengantar Tentang Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Abdul
khadir Muhammad. 1999. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
KUHD
kitab undang-undang hukum perdagangan.
0 komentar:
Posting Komentar