فصل
في زيادة همزة الوصل
للوصل
همز سابق لايثبت # إلا اذابتدي به كاستثبتوا
“Untuk mewashalkan (bacaan) diperlukan huruf hamzah yang
letaknya mendahului lafad yang bersangkutan, dan tidak bersifat tetap, kecuali
apabila diletakkan pada permulaan lafad, seperti lafad استثبتوا
Pengertian
Hamzah washal
هي
الهمزة السابقة التى تثبت ابترء وتسقط وصلا
“ hamzah yang didahulukan yang tetap ketika ada dipermulaan
kalimat dan hilang ketika diwashalkan”.
Jadi,
hamzah washal itu adalah hamzah yang tidak tetap bila berada dipermulaan.
Contoh:
استثبتوا
Pengertian
Hamzah qotho’
“
hamzah yang tetap, baik ketika berada di permulaan kalimat atau diwasholkan.
Contoh:
أكوم، أكوم، سأكرم
وهو
لفعل ماض إحتوى على # اكثر من اربعة نحو انجلى
“Hamzah washal bagi fi’il madhi yang mengandung lebih dari
empat huruf, seperti lafad انجلى”.
Berlakunya
hamzah washal tersebut ialah bertempat pada :
- Fi’il madhi yang hurufnya lebih dari empat huruf, baik
berupa fi’il khumasi (خماسى) dan fi’il sudasi (سداسى)
Contoh: استقام، انطلق
والامر والمصدر منه وكذا # امر الثلاثى كاحشى وامض نفذا
Dan fi’il amar beserta mashdarnya, demikian pula bentuk amar
dari fi’il tsulasi, seperti lafad احشى, امضdan
انفذا.
- Fi’il amar
- Pada masdar yang keduanya adalah dari fi’il madhi yang
hurufnya lebih dari empat
Contoh: استخرج-استخراجا،
انجل-انجلاء
- Pada fi’il amar dari fi’il tsulasi mujarrot yang dibaca
sukun huruf kedua pada fi’il mudhori’, baik ain fi’ilnya di baca ضمة atau fathah.
Contoh: مض- يمضى- امض، خشى- يخشى-اخشى، نقد-ينقد-انقد
وفى اسم إست إبن إبنم سمع # واثنين وامرئ وتأنيث تبع
وايمن همز ال كذا ويبدل #
مدا فى الاستفهام اويسهل
“ Dan lafad اسم,
إست, إبن,
إبنم pernah didengar, dalam lafad اثنين serta امرئ
bentuk ta’nitsnya pun diikutkan pula
Dalam lafad ايمن,
demikian pula hamzahnya Al diganti menjadi huruf Madd dalam istifham atau
dibaca tashil”.
Hamzah
washal itu haqiqatnya adalah bertempat pada kalimat fi’il, karena asalnya
kalimat fi’il dalam menerima tashrif. Atau bertempat pada masdarnya
kalimat fi’il yang hurufnya lebih dari empat.
Jadi
tidak dapat bertempat pada kalimat isim. Kecuali pada isim “sepuluh”
Adapun الاسمأالعشرة tersebut
ialah:
1. Lafad اسم asalnya سمو
atau سمو menurut imam syibawaih dan ulama’ basroh.
2. Lafad اسق
asalnya ستها سته
3. Lafad إبن asalnya بنو
4. Lafad إبنم
asalnya lafad إبن yang ditambah dengan
mim mubalaghoh.
5. Lafad إثنين
asalnya ثنيين
6. Lafad امرؤ
asalnya مرؤ
7. Lafad ابنة
yaitu muannatsnya lafad ابن
8. Lafad اثنتين
yaitu muannatsnya lafad اثنين
9. Lafad امرأة
yaitu muannatsnya lafad امرؤ
10. Lafad ايمن
dalam qasam. Lafad ايمن menurut ulama’
bashroh hamzahnya yaitu hamzah wasal, tetapi menurut ulama’ kuffah hamzahnya
yaitu hamzah qatho’.
فصل في إبدال الواو من
الياء
من لام اسما أتى الواو بدل # ياء
كتقوى غالبا جاذا البدل
“Dari lam kalimatnya isim yangg berwazan fa’laa, huruf wawu
didatangkan sebagai pengganti huruf ya’, seperti lafad تقوى. Pada umumnya pergantian ini dilakukan”.
Apabila
ya’ berada pada kalimat isim yang ikut wazan فعلى dengan difathah fa’nya dan berupa mu’tal lam, baik mu’tal
lam bil wawi atau mu’tal lam bil ya’ maka wawu diganti dengan ya’.
Seperti lafad تقوى
Dan
apabila isim yang mengikuti wazan fa’laa tersebut berupa Mu’tal Lam bil Wawi,
maka wawu-nya ditetapkan atau tidak di i’lal. Seperti lafad
دعوى و نشوى اى شكرى
بالعكس جاء لام فعلى وصفا # وكون
قصوى نادرا لا يجخفى
“Sebagai kebalikannya (yakni wawu diganti ya) terdapat pada
lam kalimah wazan فعلى yang berkedudukan sebagai sifat. Dan
mengenai lafad قصوى dianggap sebagai hal
yang jarang merupakan hal yang tidak samar lagi”.
Isim
mu’tal yang ikut wazan fu’laa itu adalah kebalikan dari isim mu’tal
lam yang ikut wazan fa’laa. Artinya bila isim fu’laa itu
berupa mu’tal lam bil ya’ maka ya’-nya tetap baik itu berlaku isim. Seperti lafad الفتيا، القصيا
Dan
apabila Mu’tal Lam bil Wawi dan berlaku isim, wawu-nya juga tetap.
Seperti lafad حزوى dan berlaku sifat maka wawu diganti dengan ya’. Seperti
lafad الدنيا asalnya الدنوى
فصل في اجتماع الواو
والياء
إن يسكن السابق من واو ويا #
واتصلا ومن عروض عريا
فياء الواو قلبن مدغما # وشذ معطى
غير ما قد رسما
“Apabila huruf yang terdahulu dari wawu dan ya disukunkan,
dan keduanya muttashil berhubungan langsung, serta keduanya terbebas dari
hal-hal yang baru. Maka gantilah wawu dengan ya untuk di idghamkan, dan
dianggap syadz lafad معطى, yakni selain dari yang
telah digambarkan tadi”.
jadi,
apabila wawu dan ya’ berkumpul dalam satu kalimat, sedangkan huruf yang pertama
mati maka wawu tersebut diganti dengan ya’. Seperti lafad ميت و سيد
asalnya ميوت و سيود
Baik
wawu dan ya tidak berkumpul dalam satu kalimat. Seperti lafad زيتون, atau ada pada dua kalimat. Seperti lafad يدعو ياسر
من واو أو ياء بتحريك أصل # ألفا
ابدل بعد فتح متصل
“Gantilah wawu atau ya yang berharokat asli dengan alif dan
terletak sesudah fathah yang muttashil dengan alif”.
Apabila
ada huruf wawu dan ya’ berharokat asli dan jatuh setelah jatuh setelah harokat
fathah, maka wau dan ya tersebut harus diganti dengan alif.
Contoh
: قال و باع asalnya قول و بيع
إن حرك التالى وإن سكن كف # إعلال
غير اللام وهي لايكف
إعلالها بساكن غير ألف # أو ياء
التشديد فيها قد ألف
“Apabila huruf sesudah alif berharokat sukun, dilarang
melakukan i’lal terhadap selain lam. Wawu atau ya’ tidak dilarang untuk di
i’lal disebabkansukun yang bukan alif atau ya’ tashdid yang ditemukan didalamnya”.
Dan
apabila wawu dan ya dan sesudahnya ada huruf yang berharokat, maka wawu dan ya
itu juga sama diganti dengan alif. Sedangkan apabila huruf sesudah wawu dan ya’
mati, dan ya’ tidak menjadi Lam fiil tetapi menjadi ain fiil, maka
wawu dan ya’ harus diberlakukan Tashih atau tidak boleh di i’lal.
Contoh
: بيان و طويل
Apabila
wawu dan ya’ tersebut menjadi lam fiil, maka harus di i’lal. Dengan syarat,
huruf mati yang jatuh sesudahnya tidak berupa alif dan ya’ Musyaddadah (ditasydid)
Contoh
: يخشون ويمحون
وصح عين فعل وفعلا # ذا أفعل
كأغيد وأحولا
Dianggap shahih ‘ain pada kalimat yang berwazan فعل dan فعلا yang memiliki
wazan أفعل, seperti lafad أغيد
dan أحولا
Wawu
dan ya itu bila menjadi ain fiil pada fiil madhi dan masdar yang mengikuti
wazan fa’ila- fa’alan yang isim sifatnya mengikuti wazan Af’alu maka harus diberlakukan tashih
atau tidak boleh dii’lal.
Contoh
: غيد وغيدا فهو اغيد
Apabila
isim sifatnya tidak mengikuti wazan Af’alu, maka wawu dan ya’ harus di i’lal.
Contoh
: خاف و خوفا فهو خائف
وإن يبن تفاعل من افتعل # والعين
واو سلمت ولم تعل
“Apabila jelas lafad افتعل mengandung makna
lafad تفاعل, sedangkan ‘ain fiilnya ialah wawu,
dianggap selamat dan tidak dii’ilalkan”.
Fiil
madhi yang ikut wazan ifta’ala bermakna Tafa’ala, bila ain
fiilnya berupa wawu, maka harus ditashih tidak boleh dii’lal.
Contoh
: إجتوروا bermakna تجاوروا
وإن لحرفين ذا الاعلال استحق #
صحح اول وعكس قد يحق
“Apabila kedua huruf ini (wawu dan ya)berhak untuk menerima
i’lal, maka yang pertam dianggap lebih berhak untuk ditashihkan, dan terkadang
kebalikannya terjadi pula”.
Apabila
dalam satu kalimat ada dua huruf ilat yang man keduanya butuh di i’lal, maka
harus diganti alif. Karena berharokat semua dan jatuh setelah harokat fathah,
maka salah satu huruf ilat tersebut harus dilakukan tashih.
وعين ما أخره قد زيد ما # يخص
الاسم واجب أن يسلما
“huruf ain pada kalimah dari lafad yang akhirnya diberi
huruf tambahan khusus bagi isim, maka wawu dan ya’ wajib diselamatkan”.
Apabila
wawu dan ya’ itu menjadi ain-nya isim yang akhirnya menerima tambahan adalah
harus dibaca tashih atau tidak boleh di i’lal.
Contoh
: جولان و سيلان
Jadi,
bila ada isim akhirnya menerima tambahan kemudian di i’lal, maka dihukumi syad
(langka).
Contoh
: دارن و ماهان
وقبل با اقلب ميما النون إذا #
كان مسكنا كمن بت انبذا
“gantilah dengan mim huruf Nun yang terletak sebelum huruf
Ba’, apabila huruf Nun disukunkan, seperti dalam lafad من
بت انبذا (barang siapa
yang memutuskan hubungan maka jauhilah dia)”.
Apabila
ada nun yang disukun jatuh sebelum ba’ itu harus di ganti dengan mim didalam
pengucapan. Karena mengucapkan nun mati sebelum ya’ itu adalah sulit sebab
pertukaran makhroj antara nun dan ba’ beserta hilangnya Lain dan Ghunnah
karena bertemu huruf ba’ yang mempunyai sifat syiddah atau keras. Baik
nun sukun dan ba’ berkumpul dalam satu kalimat atau pisah.
Contoh
: من بت انبد
0 komentar:
Posting Komentar