Dzikrulloh Warosulih SAW

BACALAH SELALU DI DALAM HATI ATAU DENGAN LISAN "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOOH" UNTUK DZIKIR KEPADA ALLOH WA ROSULIHI SAW

22.2.15

BALAGHOH BAB TASBIH

Hasil gambar untuk NGAJI JAUHARUL MAKNUN
تَشْبِيْهٌ
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Al-qur’an dan Al-hadis merupakan pedoman tertinggi umat islam. Dengan pedoman inilah umat islam akan melaksanakan syariah, akidah dan akhlak secara benar. Maka dari itu mempelajari al-qur’an dan al-hadis adalah suatu yang wajib bagi setiap muslim agar dapat memahami ajaran islam yang hakiki. Karena al-qur’an dan al-hadis itu menggunakan bahasa arab, maka yang pertama harus memahami kaidah-kaidah sastra bahasa arab. Kaidah-kaidah tersebut diantaranya ilmu nahwu, shorof, balaghoh, dan mantiq.
Ilmu nahwu dibebut dengan abul ilmu, karena dengan nahwu akan diketahui perubahan I’rob dan tarkib sebuah kalimah. Sedangkan shorof disebut dengan ummul ilmi, karena dengannya akan diketahui struktur bentuk-bentuk kalimah. Sedangkan dengan ilmu balaghoh merupakan disiplin ilmu untuk mengetahui ruhnya nahwu sebagaimana dijelaskan dalam bait :
لِأَنَّهُ كَالرُّوْحِ لِلْأِعْرَابِ # وَهْوَ لِعِلْمِ النَّحْوِ كَاللُّبَابِ
“Karena sesungguhnya (ilmu Balaghoh) itu ibarat seperti ruh perubahan (ilmu nahwu), dan seperti inti sari dari ilmu nahwu”
Salah satu hal yang terpenting dalam bab ilmu balaghoh adalah bab tasybih. Karena tidak sedikit dalam al-qur’an dan al-hadis maupun qoul arab yang menggunakan tasybih. Oleh katena itu dalam makalah ini, kami akan mengupas bab balaghoh dengan bab tasybih.
Adapun yang menjadi sumber utama dari pembahasan ini adalah bait “Jauharul Maknun” yang dikarang oleh Syaikh Abdurrohman Al-Ahkdhori. Khusus pada bab tasybih sebanyak 7 bait. Yang diperkaya tambahan dari berbagai kitab lainnya, seperti kitab  حلية اللب المصون بشرح الجوهر المكنون  oleh Syaikh Ahmad Damanhuri Asy-Syammy, kitab “Husnus Shiyaghoh”

B.  Rumusan Masalah
Secara garis besar, pembahasan ini ingin mengetahui bagaimanakah tasbih menurut ulama’ balaghoh. Sebagaimana dipahami bahwa Ilmu Balaghoh adalah intisari dari ilmu nahwu dan shorof, karena ilmu ini untuk menggali rahasia dan kandungan sebuah makna.
Apabila dirumuskan dalam pertanyaan adalah bagaimanakah tasbih itu ditinjau dari aspek ilmu balaghoh ? Masalah tersebut kemudian akan memunculkan sub-sub masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah tasbih menurut ulama’ balaghoh ?
2.    Apa saja rukun tasbih itu ?
3.    Apa saja yang berkaitan dengan Musyabah dan musyabah bih?
4.    Bagaimanakah Macam-macam wajah syabah dan pembagian wajah syabah?
                                                                                                                         
C.  Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan topik pembahsan ini, maka secara umum, pembahasan ini bertujuan untuk mendeskripsikan tasbih menurut ulama’ balaghoh. Tujuan umum tersebut dapat dirinci menjadi beberapa tujuan khusus sebagai berikut :
1.    Menjelasakan bagaimana pengertian tasbih dalam ilmu balaghoh.
2.    Menejlaskan Apa saja rukun tasbih
3.    mendeskrisikan yang berkaitan dengan Musyabah dan musyabah bih
4.    mengetahui Macam-macam wajah syabah dan pembagian wajah syabah?


BAB II
KONSEPSI TASBIH DALAM ILMU BALAGHOH

A.  Pengertian Tasbih
            Tasbih (تَشْبِيْه) secara lughot adalah berasal dari tasrifan شَبَّه- يُشَبِّهَ – تَشْبِيْه  yang berarti menyerupakan, menyamakan dan membandingkan.[1] Menurut kitab حلية اللب المصون بشرح الجوهر المكنون   disebut dengan  التمثيل    yang  artinya mencontohkan, dan menurut  Syaikh Ulumuddin Muhammad Yasin Ibn Isa Al-Fadany diterangkan   جَعْلُ الشَّيْءِ شَبِّيْهًا بِأَخَر yaitu menjadikan sesuatu menyerupai dengan yang lain.[2]
Sedangkan menurut istilah ialah sebagaimana disebutkan dalam bait :
تَشْبِيْهُنَا دِلَالَةٌ عَلَى اشْتِرَاك # اَمْرَيْنِ فِيْ مَعْنًى بِأَلَةٍ اَتَاكْ[3]
“Arti tasbih menurut ahli bayan, ialah lafadz yang menunjukkan pada berserikatnya dua perkara (yaitu musabbah dan musabbah bih) dalam suatu makna (wajah syabbah) dengan alat yang datang kepadamu”
Menurut  Syaikh Ahmad Damanhuri Asy-Syammy :
الدلالة على مشاركة أمر لأمر في معنى بألة مخصوصة كالكاف مالفوظة أو مقدرة[4]
“Tasybih adalah dalalah / petunjuk atas perserikatan perkara untuk perkara yang lain dalam ma’na dengan alat yang khusus seperti kaf yang dilafadhkan atau di kira-kirakan”
Sedangkan menurut syaikh ulumuddin Muhammad yasin ibn isa al-fadany :
إِلْحَاقُ أَمْرٍبِأَمْرٍ فِي وَصْفٍ بِأَدَةٍ لِغَرْضٍ[5]
“Menghubungkan suatu perkara dengan perkara lain didalam sifat karena ada tujuan”
Dari beberapa pengertian diatas, dapat diartikan bahwa tasybih adalah lafadz yang menunjukkan pada suatu bentuk perserikatan persamaan suatu perkara bagi suatu perkara yang lain dalam suatu makna / pengertian dengan menggunakan alat khusus / ditentukan, baik yang dilafalkan seperti kaf atau yang dikira-kirakan.
Contoh :
زَيْدٌ كَاْلأَسَدِ  = Zaid Seperti Harimau – dan  adakalanyaزَيْدٌأَسَدٌ   - dengan membuang alat tasybihnya. Lafadz زَيْدٌ adalah perkara yang bermakna nama manusia diserupakan dengan perkara yang lain berupa  أَسَد berarti harimau nama hewan yang mempunyai keberanian. Ini artinya bahwa zaid itu sama dengan harimau, sama didalam keberaniannya.
A.  Rukun Tasbih

1.      Pengertian rukun
Dalam kitab حُسْنُ الصِّيَاغَةْ dijelaskan  اْلمُرَادُ بِالرُّكْنِ مَا يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ الشَّيْء[1]     (arti rukun adalah perkara yang perkara lain terhenti  atasnya). Jadi rukun itu merupakan hakikinya bagian dari sesuatu tersebut. Jika dicontohkan sebuah rumah, maka rukun rumah adalah pondasi, tembok/tiyang dan atap, karena ketiga perkara ini merupakan sesuatu yang terhenti, hakikinya rumah.
2.      Rukun Tasbih.
Rukun tasbih ada empat seperti yang disebutkan dalam bait :
اَرْكَانُهُ اَرْبَعَةٌ وَجْهٌ اَدَاة # وَطَرَفَاهُ فَاتَّبِعْ سُبْلَ النَّجَاة[2]
“Rukun tasbih itu ada empat. Yaitu وَجْه (wajah syabah),  اَدَاة(adat), طَرَفَاهُ (dua pokoknya yaitu musabbah dan musabbah bih), maka ikutilah jalan keselamatan”
Rukun tasbih ada empat :
a.       Musyabbah (مُشَبَّه) yaitu sesuatu yang diserupai
b.      Musyabbah Bih (مُشَبَّه به) yaitu sesuatu yang diserupakan
c.       Wajah Syabah  ( وَجْهٌ شِبْهِ) yaitu suatu makna atau sifat yang mengumpulkan antara musyabah dan musyabah bih
d.      Adat (اَدَاة)  yaitu alat yang digunakan untuk tasybih, seperti huruf kaf
Contoh :
زَيْدٌ كَاْلأَسَدِ فِي الشَّجَاعَةِ
زَيْدٌ   = musyabbah (zaid = nama orang)
 ك   = adat / alat (seperti)
اْلأَسَد = musyabbah bih (harimau = hewan)
فِي الشَّجَاعَةِ = wajah syabah (dalam keberaniannya)

A.  Tentang Musayabbah dan Musyabbah Bih
Diterangakan dalam bait :
فَصْلٌ وَحِسِّيَانِ مِنْهُ الطَّرَفَانْ # اَيْضًا وَاَقْلِيَّانِ اَوْ مُخْتَلِفَانْ[1]
“Pasal ini, menerangkan tentang kedua ujung tasybih (musyabah dan musyabah bih) itu adakalanya bersifat hissi (dapat dirasa) kedua-duanya atau bersifat aqli kedua-duanya dan atau kedua-duanya berbeda”
Yang dimaksud dengan hissi, ialah sesuatu yang dapat dirasa atau diraba-raba dengan panca indera, seperti الرجال  (orang laki-laki),   السَّمَكُ(ikan).
Yang dimaksud dengan aqli ialah suatu yang tidak dapat dirabaatau dirasa oleh panca indera, seperti  الْعِلْمُ (ilmu), الحَيَاةُ  (hidup). Dan sebagainya. Termasuk dari kategori aqli adalah khayal dan berangan-angan.
Jadi, musyabah dan musyabah bih itu boleh berupa hissi keduanya, aqli keduanya atau berbeda (hissi dengan aqli atau aqli dengan hissi).
1.    Keduanya Bersifat Hissi
Contoh : خَذُّكَ كَالْلوَرْدَةِ   pipimu seperti bunga mawar
2.    Keduanya bersifat aqli
Contoh : العِلْمُ كَالْحَيَاةِ   ilmu seperti kehidupan
3.    Keduanya berbeda
B.  Tentang Wajah Syabah
Diterangkan dalam bait :
وَالْوَجَهُ مَا يَشْتَرِكَانِ فِيْهِ # وَدَاخِلاً وَخَارِجًا تُلْفِيْهِ[2]
“Wajah syabah adalah suatu pemahaman yang musytarak di dalamnya, kedua-duanya itu masuk dan keluar dalam hakikat musaybah dan musyabah bih”
وَجْهُ التَّشْبِيْهِ هُوَ الْمَعْنَى الَّذِي قُصِدَ  اشْتِرَاكُ الطَّرَفَيْنِ فِيْهِ[3]
Wajah syabah adalah makna yang dimaksud persekutuan dalam dua ujung (musyabah dan musyabah bih)”
Inti dari wajah syabah adalah sifat atau makna yang disengaja untuk mesekutukan musyabah dan musyabah bih pada sifat tersebut.
Adapun pembagian wajah syabah ditinjau dari hakikat musyabah dan musyabah bih dibagi menjadi dua, yaitu :
1.    Wajah syabah dakhili
Yaitu wajah syabah yang masuk pada hakikat musyabah dan musyabah bih. Maksud dari hakikat adalah sama jenis. Seperti :
الثَّوْبُ كَهَذَا   هَذَا       baju ini seperti ini (maksudnya menyerupakan baju dengan baju lainnya, sebab sama-sama dari katun dan sebagainya). Dinamakan demikian karena masuk pada hakikat. Katun itu masuk pada hakikat musyabah dan musyabah bih, bukan sifat yang menetap keduanya.
2.    Wajah syabah khoriji
Adapun wajah syabah khoriji, terkandung dalam bait :
وَخَارِجٌ وَصْفٌ حَقِيْقِيٌ جَلَا # بِحِسٍّ اَوْ عَقْلٍ وَنِسْبِيٍّ تَلَا[4]
“Wajah syabah khariji itu terbagi pada dua macam, ialah sifat hakiki yakni yang jelas dengan panca indera dan aqli (yang sebaliknya) dan kedua sifat idhafi atau nisbi yang mengikuti kharaji”
Wajah syabah khoriji adalah wajah syabah yang keluar dari hakikat musyabah dan musyabah bih, tetapi merupakan sifat yang melekat pada keduanya.
Contoh :
 زَيْدٌ كَاْلأَسَدِ zaid itu seperti harimau keberaniannya. Keberanian itu bukan termasuk hakikat zaid atau harimau, melainkan diluar itu, sebab keberanian itu adalah sifat, bukan zat (jenis) dan merupakan sifat yang melekat pada keduanya.
Dari bait diatas juga dapat diketahui bahwa wajah syabah khoriji itu dibagi menjadi dua, yaitu :
1.    Sifat khoriji hakiki itu ada dua macam, yaitu:
a.    Khoriji hakiki  hissi yaitu setiap sifat yang dapat dirasa atau diraba dengan panca indera, seperti rupa, ukuran, gerak, suara, penciuman, halus atau kasar, dingin atau panas, riangn atau berat dan sebaginya.
b.    Khoriji hakiki aqli yaitu setiap sifat yang dapat dibuktikan dengan akal, seperti kecerdasan, ilmu, marah, sabar, murah hati, kikir, berani, penakut dan semua ghozirah, bakat dan tabiat.
2.    Khoriji nisbi atau idhafi yaitu pengertian yang berkelindan antara dua perkara (musyabah dan musyabah bih), seperti meniadakan penghalang (hijab) dalam penyerupaan hujjah dengan matahari dalam persamaan terangnya.
C.  Pembagian Wajah Syabah
Adapun Pembagian Wajah Syabah adalah sebagai berikut :
                                    وَوَاحِدًا يَكُوْنُ اَوْمُؤَلَّفَا # اَوْمُتَعَدِّدًا وَكُلٌّ عُرِفَا[5]
بِحِسٍّ اَوْ عَقْلٍ وَتَشْبِيْهٌ نُمِىْ # فِيْ الضِّدِ لِلتَّمْلِيْحِ وَالتَّهَكُّمِ[6]
“Wajah syabah (ditinjau dari sisi lain) itu dibagi menjadi tiga ; yaitu, wajah syabah mufrod, wajah syabah murokab dan wajah syabah muta’adid. Dan masing-masing tiga wajah tersebut dibagi menjadi dua yaitu hissi dan aqli. Sedang tasybih yang wajah syabahnya menggunakan kebalikannya itu bertujuan untuk mempermanis kalam atau untuk menertawakan”
Berpijak dalam pemahaman bait diatas, dapat disimpulkan bahwa wajah syabah itu terbagi menjadi tiga macam. Yaitu :
1.    Wajah syabah mufrod
2.    Wajah syabah murokab
3.    Wajah syabah muta’addid
Dari tiga macam tersebut, terbagi menjadi dua macam, yaitu yang bersifat hissi dan yang bersifat aqli. Jadi jumlah semunya adalah enam macam ditambah lagi satu macam wajah syabah yang banyak yaitu sebagai hissi dan aqli. Jumlah semuanya ada tujuh macam.
1.    Wajah syabah Mufrod
Yaitu wajah syabah yang oleh urf dianggap mufrod (tidak tersusun)
a.    Hissi, contoh  هَذَه الصُّوْرَةُ مِثْلُ هَذِهِ فِي الصَّفْرَةِ    gambar ini seperti gambar yang ini di dalam kuningnya.   
b.    Aqli, contoh العِلــــــــــْمُ كَالنُّوْرِ فِي الْهِدَايَةِ    (ilmu seperti cahaya dalam sebagai petunjuk)
2.    Wajah syabah murakab.
Yaitu wajah syabah yang tersusun dari beberapa perkara
a.    Wajah syabah murakab  Hissi
Contoh :
وَقَدْ لَاحَ بِلْفَجْرِ الثُّرَيَّا كَمَا تَرَى # كَعُنْقُوْدِ مُلَاحِيَةِ حِيْنَ نَوَّرَا
“Bintang kejora yang tampak diwaktu fajar, kamu saksikan seperti laksana dompolan anggur putih dalam bentuknya, yang panjang bijinya tatkala mengembang”
b.    Wajah syabah murakab  Aqli
Contoh :
مَثَلُ الَّذِيْنَ حُمِّلُ التَّوْرَةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوْهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ اَسْفَارًا
“Perumpamaan orang yang menanggung kitab taurot kemudian dia tidak mengamalkannya seperti keledai yang membawa buku” (QS: Al-Jumuah 5)
Wajah syabah yang demikian tidaklah tampak oleh mata, akan tetapi akan tampak oleh angan-angan dari akal
3.    Wajah syabah Muta’adid (berbilang)
a.    Wajah syabah muta’adid  Hissi
Wajah syabah muta’adid yang bisa ditemukan oleh panca indera.
هَذَا الطَّعَامُ كَهَذَا فِي الــــــــــــــــون والطعم والراءحة   makanan ini seperti yang ini didalam warna, rasa dan bau.
b.    Wajah syabah muta’adid  Aqli
Wajah syabah muta’adid yang tidak bisa ditemukan oleh panca indera, tapi bisa ditemukan oleh akal.
هـــذا الرجل مثل هذا في العلم والحلم والحياء   lelaki ini seperti lelaki yang ini didalam ilmu, kebijaksanaan dan sifat pemalunya.
c.    Wajah syabah muta’adid Mukhtalifi (hissi dan aqli).
Berbeda menurut penglihatannya dan kemuliyaannya, seperti :
هذا الرجل كالشـــــمس في حسن الطلعة وكمال الشرف
“Lelaki ini seperti matahari didalam ketampanan wajahnya dan kesempurnan kemuliyaannya”
Menyerupakan laki-laki dengan matahari ditinjau dari sisi kemanfaatannya kepada yang lainnya. Maksudnya ialah bahwa manfaat matahari tampak (hissi), sedang manfaat laki-laki yang berilmu tampak jelas dalam akal sehat.

Wajah syabah itu adakalanya bertolak belakang antara musyabah dan musyabah bihnya disebut dengan wajah syabah tadhodl. Tujuan dari menggunakan wajah syabah berlawanan (tadhodh) adalah untuk :
1.    التَّهَكُّمْ    (Memperolok-olok / menghina / menertawakan Musyabah)
2.    التَّمْلِيْح  (Memperindah / mempermanis Perkataan)
Seperti menyerupakan laki-laki yang kikir dengan hatim (seorang pemurah)
هذا الـــــرجل كحاتيم     laki- laki yang kikir ini seperti hatim

BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Sebagai intisari pembahsan ini adalah kesimpulan. Adapun kesimpulannya adalah sebagai berikut :
1.      Tasybih adalah menunjukakan terhadap bersekutu (kesamaan) suatu perkara (musyabah) dengan perkara lain (musyabah bih), didalam suatu makna (wajah syabah) dengan menggunakan alat yang tertentu baik diucapkan atau dikira-kirakan.
2.      Rukun tasybih ada emapat yaitu musyabah, musyabah bih, alat dan wajah syabah.
3.      Adapun keadaan musyabah dan musyabah bih itu ada tiga, yaitu ; keduanya bersifat hissi (dapat diindera), keduanya bersifat aqli (tidak dapat diindera) dan keduanya berbeda (hissi dan aqli)
4.      Wajah syabah ditunjau dari hakikat musyabah dan musyabah bih itu ada dua, yaitu ; wajah syabah dhakhili dan wajah syabah khoriji
5.      Wajah syabah ditinjau dari sisi tersusun dan tidaknya dibagi menjadi tiga, yaitu ; mufrod, murokab dan muta’adid. Yang masing-masing dibagi menjadi dua hissi dan aqli.
6.      Adakalanya wajah syabah itu berupa sesuatu yang berlawanan. Hal ini bertujuan “tahakkum” (menghina) dan “tamlih” (memperindah kalam)

B.  Saran
Alhamdulillah, syukur kami panjatkan kehadira Alloh yang maha luhur. Juka kami sampaikan terimaksih kepada semua pihak yang ikut mendukung, membantu atas selesainya tugas makalah ini. Dan kami yakin masih banyak yang kurang. Oleh karena itu kritik dan saran yang mebangun sangat kamu harapkan. Dam akhirnya kamu mohon maaf atas segal kesalahan. Dan semoga memberiakn kemanfaatqn dan kebarokahan. Amin.


DAFTAR PUSTAKA

·      IMAM Akhdhori, Jauharul Maknun, (terjemahan oleh abdul qodir hamid, al-hidayah, Surabaya).
·      M. Sholihuddin Shofwan, Pengantar Memahami Jauharul Maknun, Juz Tsani, (Darul Hikmah, 2008)
·      Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun
·      Syaikh Ahmad Damanhuri Asy-Syammy, حلية اللب المصون بشرح الجوهر المكنون
·      Syaikh Ulumuddin Muhammad Yasin Ibn Isa Al-Fadany,  حُسْنُ الصِّيَاغَةْ
·      Taufiqul Hakim,  Kamus At-Taufiq Arab - Jawa - Indonesia  (2004, Bangsri)



[1] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun, Bait nomor 154
[2] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun, Bait nomor 156
[3] Syaikh Ahmad Damanhuri Asy-Syammy, حلية اللب المصون بشرح الجوهر المكنون  hal 107
[4] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun, Bait nomor 157
[5] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun, Bait nomor 158
[6] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun, Bait nomor 159



[1] Syaikh Ulumuddin Muhammad Yasin Ibn Isa Al-Fadany,  حُسْنُ الصِّيَاغَةْHal 101
[2] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun, Bait nomor 154



[1] Taufiqul hakim, Kamus At-Taufiq Arab Jawa Indonesia  (2004, Bangsri) Hal 300
[2] Syaikh Ulumuddin Muhammad Yasin Ibn Isa Al-Fadany,  حُسْنُ الصِّيَاغَةْHal 100
[3] Syaikh Abdurohman Al-Ahdhori, Jauharul Maknun, Bait nomor 153
[4] Syaikh Ahmad Damanhuri Asy-Syammy, حلية اللب المصون بشرح الجوهر المكنون,  hal 105
[5] Syaikh Ulumuddin Muhammad Yasin Ibn Isa Al-Fadany,  حُسْنُ الصِّيَاغَةْHal 100

1 komentar:

  1. syukron katsir. membantu banget nih ulasannya buat ujiab pelajaran juman.
    yah mskipun referensinya yg ini dari jawahirul mknun tpi tdk jauh beda kok

    BalasHapus