Dzikrulloh Warosulih SAW

BACALAH SELALU DI DALAM HATI ATAU DENGAN LISAN "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOOH" UNTUK DZIKIR KEPADA ALLOH WA ROSULIHI SAW

2.6.15

Terjemah As-Sulam

Terjemah As-Sulam
Judul Kitab                 : As-Sulam
Penulis                         : Abdul Hamid Hakim

Bab                              : Kaidah 15, 16, 17, 18, 19, 20 (hal 85-87)
Kaidah ke 15
“Kemurahan Itu Tidak Digantungkan Dengan Keraguan”
Oleh karena itu wajib mandi bagi orang yang ragu dalam kebolehan mengusap muzah. Harena hukum yang asal adalah membasuh kedua kaki, sedangkan mengusap itu adalah rukhsoh (kemurahan) dengan suatu syarat. Maka jika tidak yakin terhadap syarat rukhsoh, maka dikembalikan kepada hukum asalnya fardhu. Dan wajib menyempurnakan (rokaat sholat) bagi orang yang ragu dalam kebolehan mengqosor (meringkas rokaat sholat) karena hukum yang asal adalah menyempurnakan, sedangkan qosor itu boleh denngan beberapa syarat. Maka jika tidak yakin terhadap syarat-syarat itu, maka dikembalikan kepada hukum asal.

Kaidah ke 16
“Ridho Dengan Sesuatu Itu Ridho Juga Denagn Sesuatu Yang Melahirkannya”
Dalam kaidah tersebut terdapat cabangan yang telah saya sebutkan dalam kitab mabadi.  Dan makna kaidah ini adalah kaidah :“Sesuatu yang dilahirkan dari sesuatu yang diizini itu tidak ada asar terhadapnya” Dikecualikan dari kaidah ini adalah sesuatu ayng disyaratkan dengan akibat yang menyelamatkan. Seperti memukulnya guru terhadap murid, memukulnya suami terhadap istrinya, menta’zirnya hakim dan mengeluarkan orang gila.

Kaidah ke 17
“Pertanyaan Itu Dikembalikan Kepada Jawab”
(Cabangan) jika diucapkan kepada seseorang (laki-laki) untuk mencari berita : “Apakah engkau menceraikan istrimu ?” kemudian menjawab “Ya” maka ucapan tersebut menjadi ikrar / pernyataan yang dengannya dimabil dalam dhohirnya. Seperti Demikian sama juga jika diucapkan kepadanya (laki-laki) sebuah kalam insya’, maka menjadi teringkas pada ucapan “ya”, karena pertanyaan itu dikembalikan kepada jawab, maka seakan-akan laki-laki tersebut berkata “aku menceraikannya”
(Cabangan) pertanyaan-pertanyaan ikrar / pernyataan jika berkata : “Tanngunganmu kepadaku sedemikian”, jawab : “Ya”. Atau “tanggunganmu tidak ada sedemikian” kemudian jawab “Ya”, atau mengucakan “Benar”. Maka qoul tersebut merupakan ikrar dengan apa yang mereka tanyakan. 
Dan jika mengucapkan “tanggunganmu kepadaku seratus” kemudian menjawab “kecuali satu dirham” maka dalam pengikhraran selain pengecualian tersebut ada dua wajah. Yang laing shohih adalah mencegah karena ikhrar itu tidak tetap dengan difahami.

Kaidah ke 18
“Ucapan Itu Tidak Diartiakan Kepada Kepada Orang Yang Diam”
Qoul ini adalah hukum asal. Yaitu diam tidak menempati tempat bebicara. Maka seorang janda diam ketika dimintai izin nikah maka menempati tempat izin.
Bebebrapa bentuk dikecualikan dari kaidah ini, (diantaranya) seorang perawan, diamnya adalah izin karena ada hadis izinnya perawan adalah diamnya. (diantaranya) diamnya tergugat dari menjawab setelah menuntut sumpah atasnya maka hakim menjadikan terdakwa seperti orang yang mengingkari yang membangkang dan mengembalikan sumpah kepada penggugat. (Diantaranya) membaca hadis dihadapan guru sedangkan guru diam (yang mana) menduduki tempat lafat yang diucapkannya dalam qoul yang ashoh (lebih benar)

Kaidah ke 19
“Sesuatu Yang Banyak Pekerjaannya Maka Banyak Keutamaannya”
Asalnya adalah sabda Nabi Shallallohu alaihi wasallam kepada Aisyah : “Balasanmu itu menurut kepayahanmu {HR : Muslim}. Oleh karena itu memisah rokaat sholat witir itu lebih utama daripada menggabungkannya. Karena tambahnya niat, takbir dan salam. Sholat sunnah dengan duduk itu pahalanya setengah dari berdiri, dan dengan tidur miring itu setengah dari duduk. Menyendirikan haji dan umroh itu lebih utama dari pada haji qiron (haji dan umroh menjadi satu)
Beberapa bentuk pengecualian pada kaidah ini : (diantaranya) qosor lebih utama dari pada menyempurnakan dalam perjalanan yang sampai tiga marhalah karena keluar dari khilaf imam abu hanifah. (diantaranya) membaca satu surat yang pendek di dalam sholat itu lebih utama dari pada sebagian surat walapun panjang. Karena sesungguhnya telah dikenal dari pekerjaan nabi Muhammad SAW secara umum. (diantaranya) menshodaqohkan hewan qurban setelah memakan satu suap karena mencari berkah dengannya itu lebih utama dari pada menshodaqohkan kesemuanya, karena sabda Rosululloh SAW :”Makanlah hewan sembelihan qurban kamu sekalian dan shodaqohkanlah” {HR : An-Nasai}.


Kaidah ke 20
“Yang Melampaui Itu Lebih Utama Dari Pada Yang Meringkas”
Oleh karena itu Ustadz Abu Ishaq dan Imam Haromain berkata : “Bagi orang yang melaksanakan fardhu kifayah adalah suatu keistimewaan karena telah menggugurkan dosa ummat. Berkata Imam Abu Hanifah, Sufyan Astauri, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad : mencari ilmu itu lebih utama dari pada sholat sunnah. Syaikh Izzuddin berkata : terkadang terjadi yang ringkas lebih utama dari pada yang melampaui seperti iman. Kemudian beliau memilih mengikuti kepada Imam Ghozali : sesungguhnya lebih utamanya taat itu tergantung kadar maslahah yang muncul darinya.
Ibnu Qoyyim Ahli Hakikat berkata : sesungguhnya lebih utamanya ibadah itu amal atas ridho Alloh dalam setiap waktu dengan sesuatu yang menurut kehendak waktu tersebut dan ketentuannya. Dan sungguh telah dinuqil ‘ibaroh ini dan contoh-contohnya didalam kitab “Tahdzibul Akhlak” maka kembalilah kepadanya, maka sesungguhnya  (kitab “Tahdzibul Akhlak” itu) penting.                                                                                                              

2 komentar: