jangan lupa tinggalkan komentar

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

pemandangan

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Dzikrulloh Warosulih SAW

BACALAH SELALU DI DALAM HATI ATAU DENGAN LISAN "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOOH" UNTUK DZIKIR KEPADA ALLOH WA ROSULIHI SAW

7.3.16

KONSEP AL-MAAL DALAM EKONOMI ISLAM


Abstrack

Ulama ushul fiqh pesoalan harta dimasukkan kedalam salah satu al-dhariyyat al-khamsah (lima keperluan) yang terdiri dari agama, jiwa, keturunan dan harta. Berdasarkan keadaan tersebut harta dapat dijadikan sebagai obyek dalam transaksi jual beli, sewa-menyewa, kontrak kerja sama (partnership) ataupun transaksi lainnya. Selain itu jika dilihat dari karakteristik dasarnya harta juga bias dijadikan sebagai obyek kepemilikan kecuali adanya faktor yang menghalanginya. Seperti burung yang terbang , ikan yang berada dilautan, dan lain sebagainya. Penulisan makalah ini lebih menitikberatkan pada konsepsi harta dalam Islam, pembagian dan fungsi harta dalam Islam. Dengan metode diskritif normatif penulisan ini berusaha melacak entitas harta dalam Islam melalui telaah buku (Library Research) diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi intelektual muslim selanjutnya. Dengan hasil penelitian sebagai berikut 1) Fiqh al maal merupakan pemahaman tentang hukum-hukum syariat berdasarkan dalil-dalil syariat (A-qur’an dan hadis) mengenai pemanfaatan atau penggunaan harta benda yang dimiliki oleh seseorang. 2) Kedudukan harta antaralain untuk kemaslahatan pribadi serta memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi orang lain, selain itu harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat. 3) Fungsi harta antaralain Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah, meningkatkan (ketaqwaan) kepada Allah, menunjang kehidupan sekarang maupun masa depan, menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat, mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, memutar (men-tasaruf) peran-peran kehidupan, dan menumbuhkan silaturahmi.

Kata Kunci : Fiqh,al- Maal, Ekonomi


A.  LATAR BELAKANG
Harta (al maal) merupakan salah satu komponen pokok dalam kehidupan manusia yang tidak bisa ditinggalkan, dengan adanya harta manusia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga terjadilah hubungan horizontal antar manusuia yang disebut mu’amalah, karena pada dasarnya manusia tidak ada yang sempurna dan tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri melainkan membutuhkan manusia yang lainnya. Ulama ushul fiqh pesoalan harta dimasukkan kedalam salah satu al-dhariyyat al-khamsah (lima keperluan) yang terdiri dari agama, jiwa, keturunan dan harta. Berdasarkan keadaan tersebut harta dapat dijadikan sebagai obyek dalam transaksi jual beli, sewa-menyewa, kontrak kerja sama (partnership) ataupun transaksi lainnya. Selain itu jika dilihat dari karakteristik dasarnya harta juga bias dijadikan sebagai obyek kepemilikan kecuali adanya faktor yang menghalanginya. Seperti burung yang terbang , ikan yang berada dilautan, dan lain sebagainya.
Selain harta merupakan kebutuhan hidup manusia, tetapi harta tidak bisa membeli kebahagiaan dan keimanan. Dalam konteks ekonomi Islam yang kita miliki sebenarnya bukanlah milik kita akan tetapi milik Allah SWT. Dan hanya sekedar dititipkan kepada kita yang mana didalamnya terdapat hak-hak orang fakir miskin, yatim piatu dan lainnya.
Selain merupakan salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan untuk menghimpun bekal kehidupan akhirat. Ada berbagai macam pendapat mengenai harta didalam Islam.
Penulisan makalah ini lebih menitikberatkan pada konsepsi harta dalam Islam, pembagian dan fungsi harta dalam Islam. Dengan metode diskritif normatif penulisan ini berusaha melacak entitas harta dalam Islam melalui telaah buku (Library Research) diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi intelektual muslim selanjutnya.

B.  KONSEPSI FIQH DAN AL MAAL
Menurut bahasa fiqh adalah Al fahmu yang artinya pemahaman. Menurut istilah fiqh merupakan العلم بالأحكام الشرعيةالعملية من ادلتها التفصلية yaitu ilmu tentang hukum-hukum syari'at yang bersifat Amaliyyah yang diperoleh dari dalil-dalil syari'at (Al-Qur'an dan Sunnah) yang terinci[1]. Sedangkan dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia fikih artinya Syariat Islam, hukum Islam.[2]
Kata fiqih berasal dari Bahasa Arab, yaitu dari kata al-fiqh (الفقه) yang artinya paham,[3] fiqh itu dapat di klasifikas menjadi beberapa bagian, antaralain Fiqh Ibadah, Fiqh mawarist, Fiqh syiyasi, Fiqh muamalah terdiri dari fiqih munakahat (fiqh ahwal syakhsiyah) tentang hubungan suami dan istri, fiqh al maliyah tentang harta dan fiqh uqubah tentang hukum.[4] Dalam ilmu bahasa kalimat fiqh mengandung dua makna[5] :
1.    Pemahaman secara mutlak, dikatakan si fulan yafqahu al-khaira wa asy-syar artinya dia memahaminya.
2.    Memahami maksud pembicaraan seseorang, makna lebih khusus dari makna pertama karena fiqh memahamai maksud dari ucapan yang berbicara dan bukan hanya sekadar paham lafal secara bahasa.
Didalam Al-Qur’an terdapat istilah fiqh dengan makna pemahaman yang mendalam , sebagaimana firman Allah SWT :
وَمَا كَانَ آلْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفرُو ا كَآفَة ج فَلَولاَنَفَرَ مِنْ كُلِ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَآ ئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي آلدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُواقَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَهْذَرُوْنَ [6]
"Tidak sepatutnya bagi kaum mukmin itu pergi semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan memberi peringatan kepada kaumnya agar mereka kemblai kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya". (surah At-Taubah (9): 122 ).
Adapun dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda :
مَنْ يُرِدُ اللّ‘هُ بِهِ خَيْرًا يَفْقَهُ فِي الدِّيْنِ
“Barang siapa yang Allah inginkan kebaikan baginya, maka Dia akan memberinya pemahaman tentang agama”.
Adapun makna fiqh dalam istilah kalangan ahli fiqh adalah bidang ilmu yang membahas tentang hukum-hukum amaliyyah mustanbathah (praktis) yang diambil dari dalill-dalilnya secara terinci[7]. Maksud dari ilmu disini adalah paham, dan termasuk bagian dari syariat islam adalh arahan Allah yang mengandung perintah wajib kepada seoarang mukallaf agar dia melaksanakannya atau menjahui yang haram agar dijauhinya, atau anjuran, makruh, mubah, atau arahan yang mengandung sesuatu yang berkaitan dengan sesuatu yang lain sehingga menjadi sebab penghalang sebab, syarat atau penghalang.
Adapun yang dimaksud dengan mustanbathah yaitu yang diambil dengan jalan ijtihad dan perenungan mendalam terhadap dalil. Sedangkan maksud dari dalil-dalil terperinci yaitu apa yang ada dalam Al-Qur’an dan sunnah baik ayat maupun hadis secaara khusus tentang hukum tersebut, sebagaimana firman Allah SWT :”Dirikanlah sholat”. (QS. An-Nisa’ (4): 77) dan fan firman Allah SWT : “Dan Jaganlah Kamu mendekati zina”. (QS. Al-Isra’ (17): 32) dan dalil-dalil khusus yang lain tentang masalah furu’iyyah (cabang). Dengan merenung dan berfikir secara mendalam kita dapat mengetahui bahwa sholat itu wajib dan zina itu haram. Sehingga Al-Qur’an dan sunnah itu merupakan dua sumber hukum yang paling asas dalam syariah Islam, kemudian  ijma’ dan qiyas dalam menetapkan hukum dua perkara dengan bersandar kepada dalil Al-Qur’an da sunnah. [8]
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas mengenai fiqh sehingga dapat diketahui bahwa fiqh merupakan pemahaman ilmu tentang hukum-hukum syariat yang bersifat Amaliyyah yang diperoleh dari dalil-dalil syari'at (Al-Qur'an dan Sunnah) yang terinci kemudian ijma’ dan qiyas.
Harta dalam bahasa Arab disebut al-amaal yang berasal dari berasal dari kata مال yang berarti harta[9]. Harta menurut syariat adalah segala sesuatu yang bernilai, bisa dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan yang menurut syariat yang berupa (benda dan manfaatnya). Adapun harta menurut para ulama harta merupakan sesuatu yang berwujud dan dapat dipegang dalam penggunaan dan manfaat pada waktu yang diperlukan. Al-Qur’an menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan berulang-ulang terhadap sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian khusus dan penting. Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan dalam kehidupannya terutama di dalam Islam.[10]
Menurut Hanafiyah bahwa al-mal adalah sesuatu yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau segala sesuatu yang dimiliki, disimpan , dan dimanfaatkan.[11]
Adapun menurut Al-Syatibi (W 790 H) tokoh penting dikalangan madzab Maliki mengatakan bahwa harta merupakan adanya unsur kepemilikan yang mana pemiliknya memiliki hak untuk menguasai dan menghalangi orang lain untuk mengambilnya.[12] Dikalangan Madzab Maliki, Syafi’i dan Ahmad ibn Hanbal mereka berpendapat bahwa harta adalah sesuatu yang mempunyai al-qimah al-amaliiyah (bernilai materi) atau al-qimah al-iqtishadiyyah (bernilai ekonomi).[13]  Sedangkan harta (al-maal) dalam syariat Islam adalah:
 كُلُّ عَيْنٍ مُبَاحَةُ النَّفْعِ بِلاَ حَاجَةٍ
setiap sesuatu yang diperbolehkan memanfaatkannya tidak karena hajat kebutuhan)”.
Para ulama memakai kata harta benda (المَالُ) untuk tiga hal, yaitu :
1.    Barang dagangan (الأَعْيَانُ الْعُرُوْضُ), seperti mobil, rumah, bahan makanan dan lainnya.
2.    Jasa pemanfaatan (المَنَافِعُ), seperti menempati rumah, jual beli di satu toko dan lainnya.
3.    Benda (العَيْنُ), makasudnya  adalah emas, perak, dan yang menggantikan keduanya dari uang kertas. Walaupun sebagiannya memandang ini termasuk dalam barang dagangan.[14]
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas mengenai harta, sehingga dapat diketahui bahwa harta merupakan sesuatu yang dimiliki oleh seseorang yang mempunyai nilai materi atau ekonomi dan dapat dimanfaatkan.
Sehingga fiqh al maal merupakan pemahaman tentang hukum-hukum syariat berdasarkan dalil-dalil syariat (A-qur’an dan hadis) mengenai pemanfaatan atau penggunaan harta benda yang dimiliki oleh seseorang.

C.  Kedudukan Harta
Harta merupakan salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam salah satu Al-dharuriyyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas : agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Selain itu harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat. [15]
1.    Tentang harta sebagai perhiasan kehidupan dunia, Allah berfirman : Surat Al-Kahfi : 46
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia..”[16]
2.    Tentang harta sebagai cobaan, Allah berfirman : Surat At-Taghabun : 15
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚوَالَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.”[17]
3.    Harta sebagai sarana untuk memenuhi kesenangan, Allah berfirman: Surat Al-Imran:14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”[18]
4.    Harta sebagai sarana untuk menghimpun bekal menuju kehidupan akhirat, Allah berfirman : Surat Al-Baqarah : 262 
الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا وَلآَ أَذًى لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.[19]
Selain untuk kemaslahatan pribadi harta serta dapat memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi orang lain, Jika dilihat dari beberapa aspek kedudukan harta terdapat pembagian harta dan akibat, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut antaralain:
1)   Dilihat dari segi kebolehan pemanfaatan menurut syara'[20].
a.    Harta Mutaqawwim
ما يا ح اللإ نتفاعبه شرعاـ
Yaitu sesuatu yang memiliki nilai dari segi hukum syar’i”
Harta Mutaqawwim adalah sesuatu yang dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dibolehkan oleh syara’ untuk memanfaatkannya. Pemahaman tersebut bermakna bahwa setiap pemanfaatan atas sesuatu berhubungan erat dengan ketentuan nilai positif dari segi hukum, yang terkait pada cara peolehan maupun penggunaannya. Misalnya kerbau halal dimakan tetapi bila disembelih tidak menurut syara’, misalnya dipukul. Maka daging kerbau tersebut tidak bisa dimanfaatkan karena penyemelihannya batal (tidak sah) menurut syara’.
Terkadang harta mutaqawwim diartikan dengan dzimmah, yaitu sesuatu yang mempunyai nilai, seperti pandangan fuqaha’:[21]
إن المنافع ليست متقوّمة في ذاتها وإنّما بعقد الإجارة للحاجة.
“sesuatu dinyatakan bermanfaat itu tidak dinilai dengan sendirinnya, tetapi ia dilihat dengan adanya akad sewa-menyewa yang dimaksudkan untuk memenuhi keperluan”.
b.    Ghair mutaqawwim
مَالا يباح الإ نتفاع به.
Yaitu sesuatu yang tidak memiliki nilai dari segi hukum syar’i”.
Harta ghair mutaqawwim merupakan kebalikan dari harta mutawwim,yakni segala sesuatu yang tidak dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dilarang oleh syara’ untuk memanfaatkannya.
Harta dalam pengertian ini dilarang oleh syara’ diambil manfaatnya, terkait jenis benda tersebut dan cara memperolehnya maupun penggunaanya. Misalnya babi termasuk harta ghair mutaqawwim, Karena jenisnya. Sepatu yang diperolah dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim, karena cara memperolehnya yang haram. Uang disumbangkan untuk pembangunan tempat pelacuran, termasuk ghair mutaqawwim karena penggunaannya yang dilanggar syara’.
2)   Dilihat dari segi jenisnya:
a.     Harta Manqul
كل ما يمكن نقله و تحويله م مكان إلي أخر.
“Segala sesuatu yang dapat dipindahkan (bergerak)dari satu tempat ketempat lain”.
Harta Manqul merupakan segala sesuatu yang dapat dipindahkan dan diubah dari tempat satu ketempat lainnya, baik tetap pada bentuk dan keadaan semula ataupun berubah bentuk dan keadaannya dengan perpindahan dan perubahan tersebut. Harta dalam kategori ini mencakup uang, barang dagangan, macam-macam hewan, kendaraan, macam-macam benda yang ditimbang dan ditukar.
b.    Harta  Ghair al-Manqul atau al-Aqar
ما لا يمكم نقله و تحويله من مكان إلي أخر.
“Yaitu sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ketempat yang lain”.
Harta Ghair al-Manqul merupakan segala sesuatu yang tetap ((harta tetap), yang tidak mungkin dipindahkan dan diubah posisinya dari satu tempat ketempat yang lain menurut asalnya, seperti kebun, bangunan dan lainnya.
Dalam ketentuan kitab Undang-Undang Hukum Perdata, istilah Harta Manqul dan Harta  Ghair al-Manqul atau al-Aqar diartikan dengan istilah benda bergerak dan benda tetap.[22]
3)   Dilihat dari segi pemanfaatannya :
a.    Harta Al-Isti'mali
ما يتحقّقق الإ نتفاع به بإستعماله مرارا مع بقإ عينه.
“yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap terpelihara”.
Harta Al-Isti'mali merupakan harta yang dapat digunakan berulang kali yaitu wujud benda tersebut tidaklab habis musnah dalam sekali pemakaian, seperti kebun, tempat tidur, baju, sepatu dan lainnya.
b.    Harta Al-Istihlaki (harta yang apabila dimanfaatkan benda tersebut berkurang, seperti : sabun, pakaian, makanan)
ما يكون الإ نتفاع به بحصاإصه بحسب العتاد لا يتحقّق إلاّ بإستهلاكه.
“Yaitu sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatkan, kecuali dengan menghabiskannya atau merusak dzatnya”.
Harta Al-Istihlaki merupakan harta sekali pakai, yaitu manfaat dari benda tersebut hanya bias digunakan sekali saja. Harta ini dibagi menjadi dua, yaitu harta Al-Istihlaki Haqiqi merupakan suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata) dzatnya habis sekali digunakan. Misalnya makanan, minuman, kayu bakar dan lainnya. dan harta Al-Istihlaki Huquqi merupakan harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan, tetapi ztnya masih ada. Misalnya uang yang digunakan untuk membayar hutang, dipandang habis menurut hukum walaupun uang tersebut masih utuh, hanya pindah kepemilikan.
4)   Dilihat dari segi ada atau tidaknya harta sejenis dipasaran :
a.    Harta Al-Mitsli
ما تما ثلث أحا ده حيث يمكن أن يقوم بعضها مقام بعض دون فرق يعتدّبه.
“yaitu harta yang ada persamaannya dalam kesatuan-kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagainya ditempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai”.
Harta Al-Mitsli merupakan sesuatu yang memiliki persamaan atau kesetaraan dipasar, tidak ada yang berbeda pada bagian-bagiannya atau kesatuannya, yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi dalam aktivitaas ekonomi.
Harta Al-Mitsli terbagi menjadi empat bagian, yaitu harta yang ditakar, seperti gandum; harta yang ditimabang, seperti kapas dan besi; harta yang dihitung, seperti telur; harta yang diukur, seperti kain, papan dan lainnya.
b.    Harta Al-Qimi (yang tidak ada jenis yang sama dalam satuannya dipasaran, seperti : satuan pepohonan, logam mulia)
ما تفا وقت أفرده فلا يقوم بعضه بعض فرق.
“Yaitu benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya, karena tidak dapat berdiri sebagian ditempat sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan”.
Harta Al-Qimi merupakan harta yang tidak mempunyai persamaan dipasar atau meempunyai persamaan, tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan pohon.
Dengan demikian pengertian kedua jenis harta yakni mistli berarti jenisnya mudah ditemukan atau diperoleh dipasaran (secara persis), dan qimi suatu benda yang jenisnya sulit didapatkan serupanya secara persis, walau ditemukan, tetapi jenisnya berbeda dalam nilai harga yang sama.
Perlu diketahui bahwa harta yang dikategorikan sebagai qilmi maupun misli tersebut bersifat amat relative dan kondisional. Artinya bias saja disuatu tempat atau Negara yang satu menyebutnya qimi dan ditempat yang lain menyebutnya misli.
5)   Dilihat dari status harta[23] :
a.    Harta Al-mamluk (harta yang telah dimiliki, baik pemiliknya pribadi maupun badan hukum, seperti : negara dan ormas.
ما يدخل تحت الملكية سواء أكانت ملكية فرد أوملكية شحص إعتباري كدولة أومؤسّسة.
 “yaitu sesuatu yang merupakan hak milik, baik milik perorangan maupun milik hukum, seperti pemerintah dan yayasan”.
Harta Al-mamluk terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1.      Harta perorangan (mustaqil) yang berpatan dengan hak bukan pemilik, misalnya rumah yang dikontrakkan.
2.      Harta perorangan yang tidak berpautan dengan hak bukan pemilik, misalnya seorang yang mempunyai sepasang sepatu dapat digunakan kapan saja.
3.      Harta perkongsian antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak yang bukan pemilikny, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik dan lima buah mobil, salah satu mobilnya disewakan sellama satu bulan kepada orang lain.
4.      Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan pemiliknya, misalnya dua orang ayng berkongsi memiliki sebubah pabrik, maka pabrik tersebut di haruslah dikelola bersama.
b.    Harta Al-Mubah (harta yang tidak dimiliki seseorang, seperti : air, hewan buruan dan kayu dihutan).
ما ليس فر الا صل ملكا لا حد كا لماء فر منا بعه وصيد البّر و البحر وغير ذلك كأ شجار البواد وثمارها.
“Yaitu sesuatu yang pada asalnya bukan merupakan hak milik perorangan, seperti air pasa air mata,binatang buruan darat, laut, pohon-pohon dihutan dan buah-buahan”.
Tiap-tiap manusia boleh memilki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang yang mengambilanya akan menjadi pemiliknya, sesuai dengan kaidah :
من أخرج شئا منه فإنه يملكه.
“Yaitu barang siapa yang membebaskan harta yang tidak bertuan, maka ia menjadi pemiliknya”.
Kaidah diatas sesuai dengan sabda Nabi SAW yang berbunyi :
من عمّر أرضا ليست لإحد فهو أحقّ بها.
“Yaitu barang siapa yang menghidukan tanah ( gersang) tanpa tuan, maka ia berhak memillikinya”.
c.    Harta Al-Mahjur (harta yang ada larangan syara' untuk memilikinya, baik karena harta itu dijadikan harta wakaf maupun diperuntukkan bagi kepentingan umum)
ماإمتنع شرعا تملكه وتملكه إمّا لأنه موقوف وإمّا لالأنّه مخصص للمصالح العامة كالطريق العام والمسجد والمقابر وسائر الأموال الموقوف.
“Yaitu harta yang dilarang oleh syara’ untuk dimiliki sendiri dan memberikannya pada orang lain. Adakalanya harta tersebut berbentuk wakaf ataupunbenda yang dikhususkan untuk masyarakat umum”.
6)   Dilihar dari segi boleh dibagi atau tidak :
a.    Harta yang boleh dibagi (mal qabil li al-ismah) yaitu harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan bila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras, jagung, tepung dan sebagainya.
b.    Harta tidak boleh dibagi (mal ghair qabil li al-ismah) yaitu harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya gelas. Kemeja, mesin, dan sebagainya.
7)   Dilihat dari segi berkembang atau tidak harta tersebut :
a.    Harta Al-ashl (asal atau pokok)
ما يمكن أن ينسأ عنه ما ل أخر.
“Yaitu harta memungkinkan darinya muncul harta lain”.
 harta yang menghasilkan, seperti : rumah, tanah, pohonan dan hewan.
b.    Harta Ats-samar (hasil)
ما نسأ عن ما ل أخر.
“Yaitu harta yang muncul dari harta lain (harta lain).
 yang dihasilkan dari harta, seperti : sewa rumah, buah-buahan dari pohon
8)   Dari segi kepemilikan[24]
Kepemilikan adalah hubungan antara seseorang dengan sesuatu yang memungkinkan orang tersebut menggunakannya dan melarang orang lain menggunakannya. Kepemilikan menurut ulama dari beberapa sudut pandang :
a.    Kepemilikan dipandang dari sudut kesempurnaan :
Dalam literatur klasik khaznah fiqh, memang tidak ditemukan wacna dan kajian mengenai cipta, yang ada hanya pemikiran yang tidak begitu mendalam yang dikemukakan oleh Al-Qarafi Al-Maliki dalam karyanya al-furuq.[25] Akan tetapi konsep mengenai hak milik yang dikemukakan oleh fuqaha dari kalangan tiga madzab (Maliki, Syafi’i, dan Hambali) tersebut cukup memadai untuk dijadikan acuan, bahwa Hak Cipta atau hak intelektual merupakan harta atau hak milik.
1.    الملكية التامة (kepemilikan sempurna)
Milik sempurna (Milk Tam) yaitu pemikiran yang meliputi bendanya dan manfaatnya sekaligus. Artinya penguasaan terhadap sesuatu yang dimiliki itu mencangkup benda dan manfaatnya.[26],  kepemilikan sempurna ini mempunyai ciri-ciri antaralain :
Ø  Pemiliknya bebas menggunakannya dan mengelolanya menurut kehendaknya.
Ø  Pemiliknya bebas mengambil manfaat dalam segala segi dan kepentingan asal tidak bertentangan dengan syara’.
Ø  Pemilikan dan pengambilan manfaat itu tidak dibatasi oleh waktu dan tempat tertentu. [27]Artinya pemilikan sepanjang masa, kecuali dialih tangankan sesuai dengan hukum yang ada.
 Jika seseorang memiliki benda sekaligus manfaat dari benda tersebut dimana pemilik berhak menggunakannya selama dimiliki izin syari'at serta menghalangi orang lain menggunakannya.
2.     الناقصة الملكي (Milik Tidak Sempurna)
Milik tak sempurna (Milk Naqis) yaitu seseorang hanya memiliki barang  atau manfaat saja. Milik tak sempurna ada dua jenis yaitu pemilikan yang hanya terbatas pada pemanfaatannya tanpa menguasai bendanya, seperti hak guna pakai dan hak guna bangunan. Kedua pemilikan yang terbatas pada bendanya, tapi tidak dapat memanfaatkannya.[28] Seperti barang yang masih dalam jaminan hutang, juga barang yang masih dalam gadaian atau barang yang masih dalam pperjanjian sewa-menyewa. Atau dalam bentuk akad  lainnya dimana si pemilik benda tidak dapat memanfaatkannya. Bentuk pemilikan ini banyak dan sudah lazim terjadi di masyarakat.
Selain itu ada juga kepemilikan tidak sempurna dibagi menjadi[29] :
1.    ملك العين فقط : kepemilikan barang saja, seperti : punya rumah saja dikontrakkan
2.    .ملك منفعة الشخصي : kepemilikan manfaat individual, seperti : seseorang diberikan manfaat (hak guna) sesuatu oleh orang lain untuknya atau untuk orang lain dan dia bisa mengalihkan kepada orang lain, contohnya : sewa menyewa.
3.    ملك منفعة العينيي : seseorang diberikan hak manfaat untuk dirinya saja tidak boleh orang lain menggunakan hak manfaat tersebut, menurut jumhur ulama contohnya : pinjaman termasuk dengan kepemilikan umum, seperti sungai yang melewati rumah A dan si B bisa mengambil air tersebut, tetapi tidak memberi mudharat bagi orang lain (tidak mengotori).
Hak cipata termasuk dari hak yang berkaitan dengan harta (haq al-mali),  karena pada dasarnya Hak Cipta memang merupakan harta bagi penciptanya. Oleh  karena itu hasil ciptaannya otomatis termasuk kategori harta juga. Hak Cipta berrsifat tetap (mutaqrrar) di tangan penciptanya.[30] Sehingga pencipta memiliki otoritas terhadap karya ciptaannya, sehingga ia bisa menggunakan dan mengalihkan hak dan kepemilikannya kepada orang lain.
Berkaitan dengan haq al-qaini (tidak material yang dimilki oleh seseorang secara langsung terhadapp suatu harta), maka Hak Cipta merupakan haq ainiy maliy mutaqarar (hak yang bersifat material, bernilai harta dan mempunyai kedudukan tetap). Hak Cipta dikategorikan haq ‘ainiy karena hak ini berkaitan langsung antara si pencipta dengan produk ciptaannya.[31] Dengan demikian Hak Cipta mempunyai posisi kuat dalam pandangan hukum islam.
b.    Sudut pandang siapa yang memiliki:
1.    الخاصة adalah kepemilikan pribadi atau kelompok orang (syarikat) dimana boleh melakukan apa saja terhadap harta miliknya
2.     العامة adalah kepemilikan yang menjadi wakaf kaum muslimin atau bangsa atau masyarakat, seperti : negara, laut (negarapun tidak boleh menjualnya)
3.    ( بيت المال الملكية الدولة) negara boleh menjualnya karena masuk dalam daftar kekayaan Negara.
c.    Selain itu ada juga kepemilikan tidak sempurna (الملكية الناقصة)yang dibagi menjadi :
4.    ملك العين فقط : kepemilikan barang saja, seperti : punya rumah saja dikontrakkan
5.    .ملك منفعة الشخصي : kepemilikan manfaat individual, seperti : seseorang diberikan manfaat (hak guna) sesuatu oleh orang lain untuknya atau untuk orang lain dan dia bisa mengalihkan kepada orang lain, contohnya : sewa menyewa.
6.    ملك منفعة العينيي : seseorang diberikan hak manfaat untuk dirinya saja tidak boleh orang lain menggunakan hak manfaat tersebut, menurut jumhur ulama contohnya : pinjaman termasuk dengan kepemilikan umum, seperti sungai yang melewati rumah A dan si B bisa mengambil air tersebut, tetapi tidak memberi mudharat bagi orang lain (tidak mengotori).
d.   Adapun cara agar orang orang bisa memiliki sesuatu (امباب الملك التام) antaralain:
1.     الإستيلاء علىالمباح (penguasaan terhadap hal yang diperbolehkan), barang yang dikuasai memang tidak ada pemiliknya, seperti : transmigrasi, berburu
2.    القعود (transaksi).
Dalam sebuah Hadits di katakana :
Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untuk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah”. (HR Ahmad).[32]
3.    الخلفية (peninggalan seseorang yang diberikan kepada orang lain / kewajiban seseorang mengganti barang orang lain), seperti : warisan.
4.    التولدمن الشئ المملك (lahirnya sesuatu dari barang yang dimiliki), seperti : kambing yang beranak sehingga anaknya pun ikut memiliki.[33]
Dengan demikian dapat diketahui bahwa harta memiliki kedudukan untuk kemaslahatan pribadi serta memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi orang lain.

D.  Fungsi Harta
Dalam penggunaan fungsi harta itu sangat banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik, maupun hal yang jelek. Di antara sekian banyak fungsi harta antaralain :[34]
1.    Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk beribadah diperlukan alat-alat, seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan salat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, sedekah, dan hibah.
2.    Untuk meningkatkan (ketaqwaan) kepada Allah, sebab kekafiran, sehingga pemilikan harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah.
3.    Untuk menunjang kehidupan baik sekarang maupun masa depan, sebagai firman Allah : Surat An-Nisa ayat 9 :
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوْا قَوْلاً سَدِيْدا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.”[35]
4.    Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
ليس بخير كم من ترك الدنيا لاخرته و الاخرة لد نياه حثى يصبيبا جميعا فان لدل نيا بلاغ الى الا خر ة
 (روه البخا رى)
Bukanlah orang baik yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat, dan yang meninggalkan masalah akhirat untuk urusan dunia, sehingga seimbang diatara keduanya, karena masalah dunia adalah menyampaikan manusia kepada masalah akhirat”.[36]
5.    Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu tanpa biaya akan terasa sulit, misalnya, seseorang tidak dapat kuliah diperguruan tinggi, jika ia tidak memiliki biaya.
6.    Untuk memutar (men-tasaruf) peran-peran kehidupan, yakni adanya pembantu dan tuan, adanya orang kaya dan miskin yang saling membutuhkan, sehingga tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.
7.    Untuk menumbuhkan silaturahmi,[37] karena adanya perbedaan dan keperluan, misalnya, Bandung merupakan daerah penghasil kain, Cianjur merupakan daerah penghasil beras; maka orang Cianjur yang membutuhkan kain akan membeli produk orang Bandung, dan orang Bandung yang membutuhkan beras akan membeli produk orang Cianjur. Dengan cara begitu akan terjadilah interaksi dan komunikasi silaturahmi dalam rangka saling mencukupi kebutuhan. Oleh karena itu, perputaran harta dianjurkan Allah SWT dalam Al-Qur’an :
...كي لا يكون دولة بين الأغنياء منكم.....
“…Supaya harta itu jangan beredar diantara orang-oarang kaya saja diantara kamu….” (Al-Hasyr :7)[38]
Secara umum menurut Mustafa Ahmad Zarqa’ yang dikutip oleh Nasrun Haroen bahwa dalam pemilikan dan penggunaan harta, disamping untuk kemaslahatan pribadi pemilik harta, juga harus dapat memberikan manfaat dan kemaslahatan untuk orang lain. Inilah diantarannya fungsi sosial dari harta itu, karena suatu harta sebenarnya adalah milik Allah yang dititipkan ke tangan-tangan manusia. Disamping itu, penggunaan harta dalam ajaran islam harus senantiasa dalam pengabdian kepada Allah dan dimanfaatkan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Pemanfaatan harta pribadi tidak boleh hanya untuk pribadi pemilik harta, melainkan juga digunakan untuk fungsi sosial dalam rangka membantu sesama manusia. Dalam kaitan inilah Rosulullah SAW. Menyatakan :
ان فى المال حقا سوى الزكاة ( رزوه الثر مذ ى(
Bahwa pada setiap harta seseorang itu adalah (orang lain) selain zakat (HR.Al-Tirmtidzi).[39]
Hak-hak orang lain yang terdapat didalam harta seseorang inilah yang disebut dengan hak masyarakat yang berfungsi sosial untuk kesejahteraan sesama manusia.[40]
Jadi, dapat diketahui bahwa harta memiliki fungsi yakni Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah, meningkatkan (ketaqwaan) kepada Allah, menunjang kehidupan sekarang maupun masa depan, menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat, mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, memutar (men-tasaruf) peran kehidupan, dan menumbuhkan silaturahmi.
E.  Kesimpulan
1.    Fiqh al maal merupakan pemahaman tentang hukum-hukum syariat berdasarkan dalil-dalil syariat (A-qur’an dan hadis) mengenai pemanfaatan atau penggunaan harta benda yang dimiliki oleh seseorang.
2.    Kedudukan harta antaralain untuk kemaslahatan pribadi serta memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi orang lain, selain itu harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat.
3.    Fungsi harta antaralain Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah, meningkatkan (ketaqwaan) kepada Allah, menunjang kehidupan sekarang maupun masa depan, menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat, mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, memutar (men-tasaruf) peran-peran kehidupan, dan menumbuhkan silaturahmi.

F.   Kritik dan saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, tentunya masih banyak kekurangan didalamnya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Amiin.

Daftar Pustaka
Jalaluddin Al-Suyuti, Asbah wa al-Nadhoir
Darmawan, Hendro. dkk. 2010. Kamus Ilmiah Pouler Lengkap. Yogyakarta: Bintang Cemerlang.cet,2. Hal 155.
Agustin, Risa. Kamus lengkap bahasa Indonesia. Surabaya: Serba Jaya. Hal,202.
Sya’bi, Akhmad. Kamus Al-Qalam Arab-Indonesia Indonesia-Arab. Surabaya: Halim. Hal.245
Aziz Muhammad Azzam, Abdul. 2010,  Fiqh Muamalat: Sistem Transakasi dalam Fiqh Islam. Jakarta: AMZAH.
Al-Mushlih, Abdullah Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi keuangan Islam, Darul Haq, (Jakarta:2004), hlm 73 Lihat juga https://www.academia.edu/11806712/Teori_Harta_fiqh_muamalah_.html.
http://journal.uii.ac.id/index.php/JHI/article/download/2
Sumber : http://rudinihartomadjirung.blogspot.com/2013/09/harta-pengertian-kedudukan-fungsinya.html
Abu Ishaq Al-Syathiby, Al-Muwafaqat, (Beirut : Dar Al fikr, tt) hal. 12, lihat juga di
Purbatin Palupi, Wening, 2012, AT-TAHDZIB Jurnal studi islam dan muamalah, Jombang: At-Tahdzib Press.
 Al-Daraini, Fathi, Haq al-ibtikar fi al-fiqh al-muqarin, Bairu: Muassasah al-Risalah,, lihat juga al mawarid edisi IX 2003-2606-2784-1-PB httpjournal.uii.ac.idindex.phpJHIarticledownload26062392}
 Al-Khafifi, Ali, 1960, Mukhtashar Akhkam Al-Muamalah Al-Syar’iyyah, Kairo: Mathba’ah al-sunnah.
Salam Arief’, Abd.  Al-Mawarid Edisi IX Tahun 2003,. Lihat juga al mawarid edisi IX 2003-2606-2784-1-PB {httpjournal.uii.ac.idindex.phpJHIarticledownload26062392}
Ahmad al-Zarqa’, Mustafa, 1968,  Al-Fiqh Al-Islami Fi Tsaubihi Al-jadid, Juz i (Damsyiq : Malba’ah Dar Al-Fikri.
Suhendi,  Hendi, 2007,  Fiqih Muamalah. Ed. 1, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suhendi,  Hendi, 2002, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Jalaluddin Al-Suyuti, Asbah wa al-Nadhoir
Aziz Muhammad Azzam, Abdul. 2010,  Fiqh Muamalat: Sistem Transakasi dalam Fiqh Islam. Jakarta: AMZAH.
Al-Mushlih, Abdullah Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi keuangan Islam, Darul Haq, (Jakarta:2004), hlm 73 Lihat juga https://www.academia.edu/11806712/Teori_Harta_fiqh_muamalah_.html.




[1] Hendro Darmawan, dkk. 2010. Kamus Ilmiah Pouler Lengkap. Yogyakarta: Bintang Cemerlang.cet,2. Hal 155.
[2] Risa Agustin, S. Pd. Kamus lengkap bahasa Indonesia. Surabaya: Serba Jaya. Hal,202.
[3] Akhmad Sya’bi. Kamus Al-Qalam Arab-Indonesia Indonesia-Arab. Surabaya: Halim. Hal.192
[4]Muamalat al–Maliyah al–Mu’asharah, diambil dari pelajaran Syaikh Khalid bin ‘Ali al-Musyaiqih dalam Daurah al-Ilmiyah di Masjid al-Rajihi, kota Buraidah, Th. 1424H – transkrip diambil dari halaman 2. Lihat juga  http://muhdar-ahmad.blogspot.co.id/2011/12/fiqh-muamalat-i.html
[5]
[6] Al-Qur’an, surah At-Taubah ayat 122.
[7] Jalaluddin Al-Suyuti, Asbah wa al-Nadhoir
[8] Abdul Aziz Muhammad Azzam. Fiqh Muamalat :Sistem Transakasi dalam Fiqh Islam.. Jakarta: AMZAH. 2010. Hal 03-05.
[9] Akhmad Sya’bi. Kamus Al-Qalam Arab-Indonesia Indonesia-Arab. Surabaya: Halim. Hal.245
[10] Sumber : http://rudinihartomadjirung.blogspot.com/2013/09/harta-pengertian-kedudukan-fungsinya.html
[11]Abdullah al-Mushlih, Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi keuangan Islam, Darul Haq, (Jakarta:2004), hlm 73
  Lihat juga https://www.academia.edu/11806712/Teori_Harta_fiqh_muamalah_.html.hal.03
[12] Al-Mawarid Edisi IX Tahun 2003, hal 51
[15] Abu Ishaq Al-Syathiby, Al-Muwafaqat, (Beirut : Dar Al fikr, tt) hal. 12, lihat juga di
https://www.academia.edu/11806712/Teori_Harta_fiqh_muamalah_
[16] Al-Qur’an Surat Al-Kahfi : 46
[17]  Al-Qur’an Surat At-Taghabun : 15
[18] Al-Qur’an Surat Al-Imran:14
[19] Al-Qur’an Surat Al-Baqarah : 262 
[20] wening purbatin palupi, AT-TAHDZIB Jurnal studi islam dan muamalah, (jombang: At-Tahdzib Press, 2012) hal.161-162
[21] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah. Ed. 1 ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Hal. 19
[22]   Wening Purbatin Palupi, AT-TAHDZIB Jurnal studi islam dan muamalah, (Jombang: At-Tahdzib Press, 2012) Hal.164
[23] Wening Purbatin Palupi, AT-TAHDZIB Jurnal studi islam dan muamalah, (Jombang: At-Tahdzib Press, 2012) Hal.165
[24] http://muhdar-ahmad.blogspot.co.id/2011/12/fiqh-muamalat-i.html
[25] Lihat Fathi al-Daraini, Haq al-ibtikar, hal.7 lihat juga al mawarid edisi IX 2003-2606-2784-1-PB {httpjournal.uii.ac.idindex.phpJHIarticledownload26062392}
[26] Ali al-Khafifi, Mukhtashar Ahkam Al-Muamalah Al-Syar’iyyah, hal.9
[27] Al-Mawarid Edisi IX Tahun 2003, hal 53. Lihat juga al mawarid edisi IX 2003-2606-2784-1-PB {httpjournal.uii.ac.idindex.phpJHIarticledownload26062392}
[28] Mustafa Ahmad al-Zarqa’, Al-Fiqh Al-Islami Fi Tsaubihi Al-jadid, Juz i (Damsyiq : Malba’ah Dar Al-Fikri, 1968), hal 208-209.
[29]http://muhdar-ahmad.blogspot.co.id/2011/12/fiqh-muamalat-i.html
[30] Lihat Fathi Daraini, Haq al-ibtikar, hal. 39-40. Lihat juga al mawarid edisi IX 2003-2606-2784-1-PB {httpjournal.uii.ac.idindex.phpJHIarticledownload26062392}
[31] Lihat Fathi Daraini, Haq al-ibtikar, hal. 39-40
[32] HR. Ahmad
[33] http://muhdar-ahmad.blogspot.co.id/2011/12/fiqh-muamalat-i.html
[34] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah. Ed. 1 ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Hal. 9
[35]    Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 9
[36] H.R. Bukhari.
[37] Hendi SuhendiFiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 29
[38] Al-Qur’an, Surah Al-Hasyr ayat 7.
[39] HR.Al-Tirmtidzi
[40] https://www.academia.edu/11806712/Teori_Harta_fiqh_muamalah.