Dzikrulloh Warosulih SAW

BACALAH SELALU DI DALAM HATI ATAU DENGAN LISAN "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOOH" UNTUK DZIKIR KEPADA ALLOH WA ROSULIHI SAW

7.3.15

HUBUNGAN ORANG KAYA DAN ORANG MISKIN (Surat Al-Baqoroh Ayat 262)

Hasil gambar untuk kaya miskinPENDAHULUAN

Al-quran bukan sekedar sebagai bacaan bagi umat islam. Memeang dilihat dari namanya “al-qur’an” berarti bacaan, akan tetapi lebih dari pada yang dimaksd dalam arti sempit tersebut. Yaitu sebagai pedoman pokok, sebagai tolok ukur dalam menjalankan kehidupan manusia di dunia ini. Mulai dari aturan hubungannya dengan tuhan bagaimana cara beribadah, maupun dengan sesama manusia bahkan dengan sesama makhuk. Sehingga diharapkan kehidupan ini akan berjalan sesuai dengan tujuannya.
Sehingga kita sudah selazimnya mempelajari Al-quran supaya dapat memahami dan melaksanakannya. Karena Al-qur’an itu sendiri dengan menggunakan bahasa arab, dapat dipahami dengan menggunakan pendekatan ilmu tafsir, maka tidak semua orang dapat melakukannya. Kesulitan itu karena dalam penguasaan dalam ilmu tafsir harus memahami berbagai disiplin keilmuan keilmuan yang yang lain. Seperti mengetahui tata bahasa arab, nahwu, shorof, balaghoh, memahami hadist dan masih banyak lagi.
Termasuk didalamnya tentang Tafsir hubugan antara orang kaya dengan orang miskin yang kami dapatkan dari keterangan silabus kurikulum paerguruan tinggi islam yaitu dalam al-quran terdapat lima ayat, diantaranya Surat Al-Baqoroh Ayat 262, 264[1] Dan 273[2], Surat An-Nisa’ Ayat 36[3] dan  Surat Ali Imran Ayat 92[4]. Walaupun mungkin dalam ayat yang lain masih banyak lagi yang menerankan kaitannya dengan hal tafsir hubungan antara orang kaya dan miskin, ayat-ayat ini merupakan ayat yang menjelaskan secara jelas dan memahamkan.
Akan tetapi dari beberapa ayat tersebut setelah kami palajari, ternyata kesemuanya hampir sama maksud dan tujuannya. Orang-orang  kaya yang dikaruniai harta oleh Alloh SWT yang banyak, diberi rizki yang melimpah, dengan beberapa kenikmatan. Mereka itu supaya membagi-bagikan sebagian rizkinya kepada orang yang oleh Alloh SWT diberi cobaan kekurangan harta benda atau kemudian disebut orang miskin.
Oleh karena itu kami pemakalah mencoba mengambil satu ayat yang kami anggap dapat mencakup kandungan tafsir ayat yang kaitannya dengan hubungan dengan orang kaya dan miskin. Yaitu pada Surat Al-Baqoroh Ayat 262. Harapan kami dengan satu ayat dari surat ini dapat kita ambil sebuah garis kesimpulan mendasar sebagai haluan kita dalam melaksanakan hubungan dengan sesama muslim, mengetahui dasar dan maksud tujuan dari ayat tersebut yakni antara orang kaya dan miskin harus menjalin hubungan yang baik, dengan saling menghormati dan menyayangi.

TAFSIR HUBUNGAN KAYA DAN MISKIN

A.    Surat Al-Baqoroh Ayat 262.[5]

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
    
1.    Terjemah Dalam kata :

Terjemah
Lafadh
No
menafkahkan
يُنْفِقُون
1
hartanya
أَمْوَالَهُمْ
2
jalan Allah
سَبِيلِ اللَّهِ
3
Mengiringi
يُتْبِعُونَ
4
menyebut-nyebut
مَنًّا
5
dan dengan tidak menyakiti
وَلَا أَذًى
6
Tidak ada kekhawatiran
لَا خَوْف
7
bersedih hati
يَحْزَنُون
8

2.    Tafsir ibnu katsir (terjemah singkat)[6]  :
Dalam ayat ini alloh memuji orang-orang yang bersedekah dengan ikhlas, tanpa mengingat-ingat jasanya terhadap orang yang diberinya.
Manna artinya “mengungkit-ungkit jasa“ sedangkan adza artinya “penghinaan” dan sebagianya.
Kedua istilah itulah yang dapat menggugurkan pahala sedekah. Karena itu, barang siapa yang bersedekah dan selamat dari kedua sifat itu, maka pahalanya pasti dijamin oleh alloh, bahkan tidak dapat dihinggapi rasa takut dari segala kengerian di hari kiamat, dan tidak menyesal terhadap apa yang tertinggal di dunia. Sebab ia merasa telah mencapai yang jauh dari lebih baik dan sempurna dari pada apa yang dapat dibayangkan.

3.    Tafsir jalalain.[7]
{ الذين يُنفِقُونَ أموالهم فِى سَبِيلِ الله ثُمَّ لاَ يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُواْ مَنّاً } على المنفق عليه بقولهم مثلاً : قد أحسنت إليه وجبرت حاله { وَلا أَذًى } له بذكر ذلك إلى من لا يحب وقوفه عليه ونحوه { لَهُمْ أَجْرُهُمْ } ثواب إنفاقهم { عِندَ رَبّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ } في الآخرة

“ (Orang-orang yang membelanjakan harta mereka di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka belanjakan itu dengan cercaan) terhadap orang yang diberi, misalnya dengan mengatakan, "Saya telah berbuat baik kepadamu dan telah menutupi keperluanmu" (atau menyakiti perasaan) yang bersangkutan, misalnya dengan menyebutkan soal itu kepada pihak yang tidak perlu mengetahuinya dan sebagainya (mereka memperoleh pahala) sebagai ganjaran nafkah mereka (di sisi Tuhan mereka. Tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka berduka cita) yakni di akhirat kelak.

4.      Tafsir ayat  dari internet[8] :
Allah Ta’ala berfirman (الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ): “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah”, Allah Ta’ala menyebutkan kembali untuk menjelaskan apa yang setelahnya yaitu firmannya (ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا وَلآَ أَذًى): “kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima)”.
Firman Allah (ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا): “kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya”, yakni bahwa orang-orang yang bershadaqah tidak mengungkit-ungkit apa yang mereka shadaqakan, yang dengan mengungkit-ungkit pembarian bertujuan untuk menampakan dan menunjukan bahwa orang yang berinfaq tersebut lebih tinggi kedudukannya dari orang yang diberi infaq. (وَلآَ أَذًى): “Dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima)” contoh hal ini, yaitu jika seorang yang berinfaq mangatakan di hadapan orang-orang: “Sungguh aku telah memberi fulan ini dan itu”, ini dapat menyakiti orang yang telah menerima pemberian tersebut.
Firman Allah Ta’ala (لَّهُمْ أَجْرُهُمْ): “bagi mereka pahala”, (الأجْرُ): “Pahala”, adalah sesuatu yang diberikan kepada pekerja sebagai balasan dari pekerjaannya, salah satu bentuknya adalah gaji karyawan. Allah Ta’ala menamakannya (الأجْرُ): “Pahala/ganjaran” karena Allah Ta’ala telah menanggung bagi orang yang beramal balasan amalnya, ini seperti halnya memberikan gaji karyawan.
Firman AllahTa’ala (عِندَ رَبِّهِمْ): “Di sisi Rabb mereka”, bahwasanya Allah Ta’ala akan benar-benar membalas pahala mereka dan balasan pahala tersebut tempatnya di surga yang mana atapnya Arsy Ar-Rahman.
Firman Allah Ta’ala (وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ): “Dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka”, kemudian sebagai buahnya adalah (وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ): “Dan tidak (pula) mereka bersedih hati”, atas apa yang telah lalu, ini adalah sebagai suatu kesempurnaan nikmat atas mereka, karena jika seorang yang diberi nikmat tertimpa kesedihan atau ketakutan maka kenikmatan yang dia dapatkan tidak sempurna.

Pelajaran dari ayat yang mulia ini:
1.    Ayat ini memotivasi kita untuk berinfaq di jalan Allah Ta’ala ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ) : “bagi mereka pahala”.
2.    Ayat ini mengisyaratkan kepada kita agar kita berbuat ikhlas, dan senantiasa mengikuti ajaran syari’at (dalam beramal dan tidak membuat-buat amal yang tidak disyari’atkan), ini berdasarkan firmanNya (اللهِ فِي سَبِيلِ): “Di jalan Allah”.
3.    Pelajaran dari ayat ini juga adalah bahwasanya orang yang mengikutkan infaqnya dengan perbuatan mengungkit-ungkitnya, atau menyakiti hati orang yang di beri infaq, maka tidak ada pahala baginya, ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا وَلآَ أَذًى لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِم) : “kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka”, jika ia mengiringi shadaqahnya dengan perbuatan mengungkit-ungkit pemberian, atau dengan menyakiti orang yang diberi shadaqah tersebut, maka batalah pahalanya, sebagaimana ini telah jelas termaktub di dalam firman Allah Ta’ala (يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَى): “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima),”(Al-Baqrah: 264)
4.    Bahwasanya (المََنُّ : Mengungkit pemberian), dan (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang diberi) membatalkan pahala shadaqah, adapun syarat diterimanya shadaqah adalah seperti apa yang telah di sebutkan di atas yaitu shadaqah harus ikhlas untuk Allah, dan harus sesuai dengan tutunan syariat.
a)    Permasalahan pertama:

Bagaimana jika si pemberi shadaqah hanya sekedar memberitahu bahwa dia telah memberi sifulan tanpa (المََنُّ : Mengungkit pemberian) yang telah ia berikan, apakah hal ini termasuk menyakiti perasaan orang yang diberi?
Jawab:
Ya, hal tersebut termasuk (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang di beri), karena hal itu akan mengurangi harga diri orang yang diberi di hadapan orang yang mengetahuinya. Akan tetapi jika dari hal itu ia bermaksud baik yaitu agar manusia mencontohnya, maka hal itu tidak termasuk (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang di beri), bahkan bisa jadi sebaliknya yaitu sebagai kemaslahatan orang yang diberi. Adapun jika ia menyebutkan bahwa ia telah memberi sesuatu tanpa menyebutkan siapa yang ia beri maka tidak terdapat pada apa yang ia lakukan itu (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang di beri), akan tetapi ditakutkan dari hal itu timbul rasa ujub atau riya dari apa yang ia berikan.
b)   Permasalahan kedua:

Bagaimana jika orang yang diberi merasa bahwa orang yang berinfaq telah mengungkit-ungkit pemberiannya , atau ia menyakit hatinya, manakah yang lebih baik baginya, apakah ia tetap mempertahankan apa yang telah di berikan ataukah ia lebih baik mengembalikannya kepada orang yang memberinya?
Jawab:
Yang lebih baik baginya adalah mengembalikan barang yang telah diberikan, agar tidak ada orang yang mengungkit-ungkit hal tersebut, akan tetapi jika ia mengembalikan barang tersebut setelah ia memegangnya (menjadi hak miliknya) apakah bagi orang yang telah memberi barang tersebut harus menerima barang yang akan dikembalikan kepadanya?
5.    Bahwa orang yang menginfaqkan harta mereka di jalan Allah, yang mana mereka selamat dari hal-hal yang membatalkan amal-amalan mereka , maka mereka itulah orang-orang yang tidak ada ketakutan bagi mereka pada hari mendatang (kiamat) dan tidaklah mereka bersedih hati terhadap yang apa telah berlalu.
DAFTAR PUSTAKA


·       H Salim Bahreisy dan H Said Bahreisy, 2004, Tejemah singkat tafsir ibnu katsir juz I, PT Bina Ilmu : Surabaya
·       http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=2&aid=262&pid=arabicid. . Diakses pada 26 mei 2012
·       http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatquran&id=221. Diakses pada 26 mei 2012
·       Program TAFSIR JALALAIN, Jalaluddin Asy-Syuyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy, PESANTREN PERSATUAN ISLAM 91, TASIKMALAYA, Versi 2.0, 5 Shafar 1431 H / 21 Januari 2010 M, Kompilasi CHM oleh Dani Hidayat, myface-online.blogspot.com



[1] Surat Al-Baqoroh Ayat  264

  أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”

[2] Surat Al-Baqoroh Ayat  273

 لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.”

[3]  Surat An-Nisa’ Ayat 3

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ
 وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ
وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”

[4] Surat     Ali Imran Ayat 92
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”
[6] H salim bahreisy dan h said bahreisy, 2004, Tejemah singkat tafsir ibnu katsir juz I, PT Bina Ilmu, Surabaya hal :517 -518
[7] Program TAFSIR JALALAIN, Jalaluddin Asy-Syuyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy, PESANTREN PERSATUAN ISLAM 91, TASIKMALAYA, Versi 2.0, 5 Shafar 1431 H / 21 Januari 2010 M, Kompilasi CHM oleh Dani Hidayat, myface-online.blogspot.com


Sumber: Tafsir al-Qur-an al-Karim, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, jilid 3, semoga Allah merahmatinya. Diposting oleh Sufiyani Abu Muhammad Ismail al-Kalimantani

1 komentar:

  1. awalnya saya ragu untuk megikuti pesugihan KIYAI DIMAS KANJEN atau bisa dibilang uang goib tapi saya pikir tidak ada salahnya untuk mencoba dan setelah saya menghubungi KIYAI DIMAS KANJEN saya minta bantuan uang goib sama beliau .dan saya benar-benar sudah membuktikan demi allah bahwa KIYAI DIMAS KANJEN bisa merubah kehidupan saya dalam sekejap awalnya saya sangat miskin makanpun susah ,alhamdulillah dengan bantuan KIYAI DIMAS KANJEN saya bisa merubah kehidupan saya jauh lebih baik daripada sebelumnya beliau membantu saya uang goib 900 juta .saya sangat berterimah kasih kepada KIYAI DIMAS KANJEN atas bantuan beliau ,dan saya menyapaikan kepada saudarah-saudarah yang ingin merubah nasib seperti saya hubungi 082_349_535_132 KIYAI DIMAS KANJEN TAAT PERIBADI saya sudah membuktikannya sendiri

    BalasHapus