Dzikrulloh Warosulih SAW

BACALAH SELALU DI DALAM HATI ATAU DENGAN LISAN "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOOH" UNTUK DZIKIR KEPADA ALLOH WA ROSULIHI SAW

9.3.15

KESEHATAN ROHANI SOLUSI MENUJU RUMAH TANGGA SAKINAH, MAWADDAH, WARAHMAH

KESEHATAN ROHANI 

SOLUSI MENUJU RUMAH TANGGA SAKINAH, MAWADDAH,
WARAHMAH

Oleh : Hj. Lathifah Masruh, M.Sy
Pesantren Attahdzib 
Rejoagung Ngoro Jombang Jatim


A.    Latar Belakang Masalah
Kesehatan bukanlah segalanya, akan tetapi tanpa kesehatan segala sesuatu tiada artinya, baik sehat jasmani maupun sehat rohani. Sebab keduanya bisa kita jadikan sarana menjalankan tugas pokok manusia yaitu untuk mengabdikan diri kepada Allah.
            Sebelum mengulas tentang judul tersebut di atas perlu diketahui, pendukung rumah tangga sakinah mawaddah warahmah adalah seluruh keluarga, akan tetapi kami mengambil wanita (istri) sebagai pembahasan utama,  sebab faktanya wanita (istri) sangat mewarnai dalam kehidupan sehari-hari.
            Menyitir surat Kartini yang disampaikan kepada Professor Anton dan Nyonya tertanggal 04 Oktober 1902,”Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan bukan sekali-kali kami ingin menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” Pernyataan Kartini ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitab shahihnya, dari Abu Sa’id al-Khudry : seorang wanita datang kepadaRasulullah SAW, kemudian berkata, “wahai Rasulullah, telah memperoleh hadismu, maka berilah kami (kaum wanita ) satu hari dimana kami datang hendakbelajar apa-apa yang diberikan oleh Allah kepadamu”, kemudian Rasulullah SAW bersabda, “berkumpulah kalian pada hari anudan anu di tempat anu……… ”. maka berkumpullah wanita-wanita tersebut dan Rasulullah SAW datang untuk mengajar mereka apa-apa yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.[1]
Dari kedua pernyataan ini dapat dipahami bahwa pendidikan terhadap wanita sejak dini sangat diperlukan mengingat peranannya yang sangat urgen.Mereka harus mampu mempersiapkan dirinya sebaik mungkin terutama sebagai pendidik utama bagi generasi penerus perjuangan bangsa.
            Hal ini dikarenakan adanya sarana informasi baik lewat media cetak/elektronik, ditunjang sarana komunikasi yang lebih canggih, bukan malah semakin mudah dalam membina rumah tangga sakinah mawaddah wa rahmah, justru sebaliknya. Dimana-mana fakta mrnunjukkan angka perceraian semakin tinggi, dekadensi moral, perzinaan, kenakalan remaja, arogansi intelektual semakin sulit terkendali.
Ternyata modernisasi yang ditandai dengan kemajuan IPTEK mampu menggeser gaya hidup manusia, bahkan tak mengenal batas usia dan jenis kelamin,  dimana dampaknyapun sangat kita rasakan. Disampingia menunjang kebutuhan kita, juga mudah merusak tatanan kehidupan.
            Maka dengan kondisi tersebut di atas sering menjadikan perdebatan para intelektual, tokoh agama, dan masyarakat lewat forum-forum tertentu, tapi sampai detik ini belum terjawab juga. Oleh karena itu, kami terpanggil juga untuk memberikan terapi melalui forum ini, yaitu dengan mengoptimalkan kekuatan rohani/kesehatan rohani,yang masih jarang diperhatikan oleh masyarakat kita.

B.     Pembahasan
1.      Kesehatan Rohani
Kesehatan merupakan salah satu faktor utama untuk membentuk sebuah rumah tangga sakinah, mawaddah,warahmah baik sehat jasmani lebih-lebih sehat rohani. Sebab dengan kesehatannya tersebut, tentu orang akan mudah menunaikan tugas-tugasnya baik tugas lahiriyah/bathiniyah.
      Yang dimaksud sehat rohani menurut DR. Aidh bin Abdullah Al Qorni, MA. Adalah hati yang tidak syirik dan tidak curang, tidak hasud dan tidak dengki serta tidak sombong. Dimana di era reformasi ini biasa disebut KKN (kotoran-kotoran nafsu)[2]. Hadrotus Syaikh Romo K.H. Abdul Madjid Ma’roef mendawuhkan, yang menjadi penyakit hati yaitu nafsu ananiyah yang melahirkan syirik, ujub, riya’ dan takabbur.[3]

a)      Syirik
Definisi dari syirik adalah menyekutukan Allah termasuk dengan dirinya sendiri.Seperti merasa mempunyai kemampuan, kekuasaan, kepandaian, kekayaan, dan sebagainya, tanpa merasa dicipta dan diberi oleh Allah. Syirik kepada Allah merupakan penyakit hati yang sangat kronis. Ia akan menyebabkan hati seseorang gelap, terkunci rapat dari hidayah Allah. Virus syirik akan membentuk pribadi-pribadi jahat meskipun secara lahiriyah nampak baik.
Dalam prakteknya syirik dibagi menjadi dua macam, yaitu syirik khofi dan syirik jali.
1.      Syirik jali adalah menyekutukan Allah secara terang-terangan, yakni dengan tidak mempercayai adanya Allah atau tidak mempercayai ajaran yang telah disampaikan oleh Rasulullah. Dengan kata lain sama dengan kafir (tidak iman)[4]. Berikut ini beberapa penyebab syirik jali:[5]
a.       Kesombongan yang melewati batas, seperti kufurnya fir’aun yang berani mengaku Tuhan.
b.      Kecintaan terhadap materi duniawi
c.       Kebodohan yang nyata, seperti kufurnya orang kafir pada zaman jahiliyah atau mereka yang mengaku iman namun karena kebodohannya kemudian menjadi murtad.
2.      Syirik khafi adalah tingkah hati yang tidak sesuai dengan syari’at dan dapat merusak dan menghancurkan amal-amal ibadah yang telah dikerjakan seperti ujub, riya’, dan takabbur. Sekalipun syirik khafi tidak sampai merusak iman akan tetapi tetap syirik dan justru berat sekali akibatnya. Karena akan menjadi sumber dari segala penyelewengan dan sumber dari segala kedhaliman. Pelaksanaan syirik khafi ini sangat halus, sehingga tidak semua orang merasa telah melakukannya. Berbeda denganseperti syirik jali yang mempersekutukan Allah secara terang-terangan. Dia jelas-jelas ingkar kepada Allah, dia kafir dan tidak punya iman. Sedangkan syirik khafi, dia masih mempunyai iman atau percaya kepada Allah, akan tetapi secara diam-diam dia mengimbangi hak Allah. Karena dia percaya bahwa Allah itu Maha Kuasa akan tetapi dia juga merasa kuasa, merasa mempunyai kemampuan, seperti merasa bisa berusaha, bisa bekerja, bisa beribadah, tanpa menyadari bahwa itu semua merupakan kemampuan yang diberikan oleh Allah.[6]
Dosa syirik, sekalipun syirik khafi berat sekali akibatnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa’:48, yang artinya, ”sesungguhnya Allah tidak memberi ampunan jika dipersekutukan dan Allah mengampuni dosa-dosa selain dosa syirik bagi orang yang ia kehendaki, dan barang siapa sirik billah maka sungguh ia melakukan dosa besar.”[7]
Begitu beratnya ancaman Allah terhadap orang yang melakukan dosa syirik. Termasuk dosa karena tidak merasakan atau menjiwai makna “LAA HAULAA WA LAA QUWWATA ILAA BILLAAH.” semakin banyak amal yang dilakukan seseorang, maka semakin besar dosa yang dilakukannya, karena dalam melakukan amal tersebut ia tidak merasakan billah, yakni merasa dan menyadari bahwa semua yang ia lakukan adalah fadhol dari Allah, dengan penuh keikhlasan dan kekhusyu’an.

b)     Ujub (Membanggakan Diri)
Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ujub adalah menganggap besar suatu nikmat dimana ia cenderung kepadanya, akan tetapi ia lupa menyandarkan bahwa nikmat itu adalah dari dzat yang memberi nikmat.Lebih jelasnya, seseorang merasa ujub apabila dia merasa bangga akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya tanpa menyadari bahwa segala apa yang dimilikinya adalah pemberian dari Allah swt. Seperti halnya juga jika seseorang itu memberikan sesuatu kepada orang lain kemudian orang itu merasa bangga atas pemberian tersebut.[8]
Sebagaimana halnya penyakit, ujub juga memiliki bahaya yang akan berpengaruh buruk bagi pelakunya, di antaranya ujub menjadikan seseorang sombong dan angkuh, bahkan dalam hubungannya dengan Allah swt sifat ujub. sebagian dosa tidak diingat-ingat dan tidak ditelitinya, karena menurut prasangkanya ia tidak perlu lagi untuk menelitinya, sehingga itu ia abaikan. Dalam ibadah dan amal, seseorang akan menganggap amalnya itu sebagai amal yang besar. Ia membanggakan diri kepada Allah karena merasa telah mengerjakannya. Kemudian apabila ia telah membangga-banggakan diri dengan ibadah itu, niscaya ia akan buta dari bahaya-bahanya dan kebanyakan usahanya akan sia-sia.[9]
Orang yang ujub itu tertipu oleh pemikiran dirinya sendiri, karena ia merasa bahwa ia telah aman dari tipu daya dan siksa Allah. Ia menyangka bahwa di sisi Allah, dia memperoleh tempat dan mendapatkan nikmat karena amal perbuatannya, padahal pada hakikatnya semua amal yang telah ia lakukan tidak ada artinya di sisi Allah karena ia melakukannya tidak denga keikhlasan. Adapun bahaya terbesar dari ujub adalah seseorang akan lemah dalam berusaha karena prasangkanya ia telah memperoleh kesuksesan, dan merasa cukup dan bangga dengan apa yang telah ia miliki. Karena itu, hal ini akan menyebabkan kemerosotan baginya baik dalam segi kehidupan dunia, lebih-lebih mengenai hubungannya dengan Allah swt.

c)      Takabbur (Menyombongkan Diri)
Yang dimaksud dengan takabbur adalah berbangga diri dan kecenderungan memandang diri berada di atas orang yang disombonginya. Takabbur di sini tidak sama dengan ujub karena seseorang yang ujub itu hanya merasa bangga dengan dirinya sendiri tanpa melibatkan orang  yang ada di sekitarnya agar mereka mengakui bahwa ia mempunyai segala kelebihan. Diantara materi yang menyebabkan seseorang bersikap takabbur adalah ilmu, amal ibadah, keturunan, kedudukan, ketampanan, kecantikan, kekuatan, kekayaan, popularitas, banyaknya pengikut, dan lain-lain.[10]
            Bahaya dari sifat takabbur ini sangat besar. Di antarnya yaitu firman Allah dalam QS. Al Mukmin:60 yang artinya“sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu, akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.” Rasulullah saw bersabda, “tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan.”[11]
Dari kedua dalil di atas, sudah jelas bahwa sesungguhnya sifat sombong itu menjadi penghalang menuju surga. Hal ini karena sifat sombong itu menjadi lawan dari akhlak  orang mukmin, yang mana kunci kemuliaan akhlak orang mukmin adalah sifat tawadhu’. Di samping itu, orang yang takabbur tidak akan bisa meninggalkan sifat dengki, amarah, dan dusta, karena ia selalu menginginkan dirinya lebih dari orang lain, dan jika ada orang lain yang menandinginya, ia akan merasa dengki/iri hati.

d)     Hasud (Dengki/Iri Hati Atas Nikmat Allah Yang Diterima Oleh Orang Lain)
Hasud atau dengki adalah perasaan tidak senang dengan segala kenikmatan yang dimiliki orang lain dan ia akan merasa senang jika kenikmatan itu hilang. Sedangkan yang dimaksud iri hati adalah tidak merasa benci dengan kenikmatan orang lain dan tidak menginginkan kehilangannya tetapi ia ingin memiliki  kenikmatan itu. Sifat dengki ini sangat membahayakan kesatuan umat, karena jika seseorang telah merasa dengki dengan orang lain maka ia akan selalu berusaha untuk menjatuhkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “yang paling aku takuti atas umatku adalah bahwa harta banyak pada mereka, lalu mereka saling membenci dan saling membunuh.” HR Abu Abid Dunya.[12]
Sifat dengki sangat dilarang dalam Islam karena dengki termasuk suatu kemarahan terhadap qadha Allah swt, yakni hak Allah untuk melebihkan nikmat sebagian hambaNya atas sebagiannya. Sebagaimana yang kita pahami dampak keimanan seseorang terhadap qada’ dan qadar diantaranya meyakini bahwa segala hal yang Allah pilihkan kepada kita merupakan yang terbaik. Akan tetapi, sikap rakus dan tampak yang menyelimuti hati, sering menyebabkan kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang pernah diperoleh. Merasa iri dengan apa yang ada pada orang lain. Sifat inilah yang kemudian menyulut manusia berlaku hasud terhadap orang lain. Secara umum sifat ini membahayakan menusia baik dalam hal hubungan sesama manusia maupun dengan Allah. Namun secara khusus ada delapan akibat negatif yang timbul dari perbuatan hasud, yaitu:[13]
1.      Menimbulkan rasa lelah dan bingung tiada akhir, sebagaimana Imam Al-Ghazali berkata,”orang yang suka hasud selamanya tidak akan bebas darikebingungan dan kesusahan.”
2.      Ada kecenderungan berlaku senang membuat kemadhorotan bagi orang lain, terutama kepada orang yang dihasudnya.
3.      Mendorong keinginan untuk berbuat maksiat seperti menggunjing orang, berbohong, marah, senang jika orang lain mendapat musibah terutama jika menimpa pesaingnya.
4.      Kebutaan hati dalam meraih yang terbaik karena sibuk memikirkan bagaimana cara mencelakakan orang lain.
5.      Terhambat mendapatkan keuntungan, terutama keuntungan hakiki, karena hati tidak pernah khusyu’ terhadap apa yang diniatkan.
6.      Rusaknya ketaatan, sebagaimana sabda Rasulullah,”jagalah dirimu dari hasud, karena sesungguhnya hasud dapat menghapus semua kebaikan, seperti api melalap kayu bakar.”HR. Dailami.
7.      Tidak akan diakui menjadi umat Rasul, sebagaimana sabda beliau,”orang yang hasud itu bukan dari golonganku”. HR.Thabrani.
8.      Masuk neraka tanpa dihisab terlebih dahulu. Sebagaimana sabda Rasul,”ada enam kelompok yang akan masuk neraka sebelum mengalami hisab amalnya katena enam hal yang mereka lakukan, yaitu: penguasa, karena kezalimannya; bangsa arab, yang fanatik dengan kesukuannya; para tokoh, karena kesombongannya; para pedagang, karena penghianatannya; orang-orang awam karena kebodohannya; para ulama karena hasudnya.”
Adapun penyebab timbulnya sifat hasud ada enam, yaitu:
a)      Sifat kikir yang berlebihan
b)      Takabbur
c)      Kalah bersaing dalam merebut simpati orang dalam berusaha
d)     Cinta dunia dan sejenisnya
e)      Merasa sakit jika orang lain memiliki kelebihan
f)       Tidak iman kepada qadla dan qadar

2.      Menjaga Kesehatan Rohani
Kiranya sudah cukup banyak ulama yang memberikan bimbingan kepada umat atau metode membersihkan kotoran-kotoran nafsu, supaya tercapai kesehatan rohani. Didalam kitab Kifayatul Atqiya’, Ulama sufi mengatakan,  “membersihkan kotoran-kotoran hati adalah wajib.” Rasulullah SAW bersabda:
لكل شئ طهارة و غسل وطهارة قلوب المؤمنين وغسلها من دنس الصداء الصلاة علي: س:د:511
"Segala sesuatu ada pencuci, dan pencuci hati orang-orang beriman dan pembersihnya dari kotoran-kotoran yang berkarat adalah shalawat kepadaku.”(511)
Shalawat yang dimaksud adalah segala macam shalawat, semua shalawat memberikan manfaat bagi si pembacanya.Hanya yang berbeda adalah macamnya manfaat. Ini tergantung pada redaksi doa-doa yang termasuk implikasi dari pada shalawat yang bersangkutan. Di samping kepribadian muallif/pencipta shalawat itu, shalawat tidak membutuhkan guru, akan tetapi bila ada guru/mursyid yang membimbing itu lebih baik.
Oleh karena itu, ada ribuan shalawat yang disusun para ulama seperti shalawat munjiyat yang dikarang oleh syaikh Musa Adh-Dhoriryshalawat nariyah yang dikarang oleh Syaikh At-Taji, shalawat badar, Shalawat Wahidiyah, dan lain-lain. Di antara shalawat-shalawat ini ada yang disusun memang bertujuan ikut berjuang memperbaiki mental umat dan masyarakat jami’al alamin yaitu Shalawat Wahidiyah. Sebab, Shalawat Wahidiyah selain berfaedah membersihkan hati, menentramkan jiwa, juga berfaedah makrifat billah, bahkan di dalam kitab Sa’adatud Daraini dijelaskan bahwa, faedah yang paling besar bagi orang yang membaca shalawat adalah terbentuknya shurah Rasulullah saw di hati pembacanya.[14] Dengan mengamalkan Shalawat Wahidiyah jelas terbentuk shurah Rasulullah saw,sehingga secara otomatis akan mudah menghilangkan kotoran-kotoran nafsu tersebut di atas. Setelah hati bersih dan jernih akhirnya ketenangan jiwapun tercapai sehingga bisa memperoleh kesehatan rohani.

3.      Rumah Tangga Sakinah Mawaddah Warahmah
Keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah merupakan dambaan, harapan sekaligus tujuan seorang insan, baik yang akan maupun yang tengah membangun rumah tangga. Rumah tangga sakinah mawaddah warahmah adalah gambaran atau cermin keluarga bahagia sejahtera lahir bathin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat yang pada dasarnya memang menjadi tujuan utama orang berumah tangga, sebagaimana pada umumnya mereka berdo’a:
ربنا اتنا في الدنيا حسنة و في الاخرة حسنة وقنا عذاب النار
Rumah tangga sakinah, mawaddah, wa rahmah menurut Prof. Dr. Ahmad Mubarak MA adalah rumah tangga yang didalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap, dan memperoleh pembelaan. Didalam rumah tangga sakinah itu sendiri terdapat mawaddah, yaitu jenis cinta yang membara, yang menggebu-gebu, dan ‘nggemesi’.sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban, dan melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah lama-kelamaan menumbuhkan mawaddah.[15]  
Islam menginginkan pasangan suami istri yang telah atau akan membina rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng. Terjalin kasih sayang diantara suami istri yang saling menyayangi dan mengasihi itu sehingga masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangganya.
Untuk mencapai tujuan tersebut seorang wanita (istri) punya peran penting, antara lain :
a)    Istri sebagai pendamping suami
b)   Istri sebagai ibu rumah tangga
c)    Istri sebagai pendidik
d)   Istri sebagai aggota dalam masyarakat

a)      Istri Sebagai Pendamping Suami
Peran wanita (istri) sebagai pendamping suami telah difirmankan oleh Allah swt dalam QS. Al Baqarah yang artinya, “mereka (para istri) merupakan pakaian bagimu sedangkan kalian (suami) merupakan pakaian dari mereka”.[16] disini menunjukan antara suami istri saling membutuhkan, saling menjaga nama baik, saling tolong-menolong, dan saling menjaga. Sedangkan istri sebagai pendamping suami harus senantiasa ta’at kepada suami (dalam perkara yang ma’ruf), senantiasa menyenangkan suami, menjaga kepribadian suami, menjaga harta suami, dan menjaga diri demi suami. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw, “sebaik-baik wanita adalah wanita yang apabila kamu melihatnya selalu menyenangkan, dan apabila kamu memerintahkan (sesuatu) kepadanya selalu ta’at, dan apabila kamu sedang pergi padanya, ia menjaga untukmu terhadap hartamu dan terhadap dirinya sendiri.” HR Abu Hurairah.[17]
b)     Istri Sebagai Ibu Rumah Tangga
Pada dasarnya tanggung jawab yang besar dalam rumah tangga adalah laki-laki (suami) namun, karena tanggung jawab yang begitu besar untuk memenuhi kebutuhan suami bekerja di luar rumah, sehingga urusan yang ada dalam rumah tangga dikerjakan para istri. Disabdakan Rasulullah saw “wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu.” Di sinilah seorang istri menjadi ibu rumah tangga, menjaga kebersihan rumah, menyiapkan makanan, merawat dan mendidik anak-anak dan lain-lain. Wanita yang sholehah akan menjaga seluruh keluarganya agar menjadi pribadi yang ta’at beragama, berbangsa, dan bernegara. Sehingga dari kehidupan rumah tangga yang merupakan cermin kehidupan bernegara yang paling kecil akan terbentuk masyarakat yang baik, yang menjadi generasi revolusioner.
c)      Istri Sebagai pendidik
 Sudah menjadi tradisi di masyarakat kita, peran wanita (istri) punya pengaruh besar terhadap orang sekitarnya yakni suami, anak, seluruh anggota keluarga, sahabat, dan lain-lain dalam rumah tangganya, terutama seorang ibu sebagai pencetak generasi bangsa. Mereka akan mencetak generasi yang sholeh-sholehah manakala mereka merupakan wanita yang  sholehah. Wanita yang sholehah adalah guru terbaik bagi anak-anaknya. Dialah yang paling memperhatikan tingkah laku anak-anaknya, sehingga dia mampu mendidik dan meluruskan nanak-anaknya sedini mungkin.
Manusia tak ubahnya seperti pepohonan, ingin meluruskan sebuah pohon, maka batang pohon itu harus diluruskan sejak kecil, sebab waktu itu batangnya masih lunak dan sanggup mengikuti kemauan pemiliknya. Demikian juga halnya mendidik anak menjadi sholih-sholihah, agar anak menjadi pribadi yang baik maka harus dididik dan diarahkan sedini mungkin, dan disinilah peran wanita sangat berpengaruh. Sebagai guru pertama bagi anak-anaknya, wanita harus mampu menjadi tauladan yang baik dan mampu membentuk keluarga yang sholih, sehingga dari keluarga yang sholih akan terbangun masyarakat yang sholih, bahkan menjadi bangsa yang berkarakter.
Secara tidak langsung, wanita yang mendidik putra-putrinya dengan baik telah ambil bagian secara aktif dalam rangka mendorong terbentuknya kader-kader sumber daya yang unggul dan berakhlakul karimah, memiliki intregitas, serta karakter dan jati diri bangsa sebagai umat yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Disamping itu, wanita juga diharapkan memiliki kepedulian perhadap keberadaan kaumnya, sebagaimana perkataan ahlul hikmah bahwa wanita adalah tiangnya Negara, jika kaum negaranya baik, maka baik pula suatu Negara, dan jika kaum wanitanya rusak, maka rusak pula Negara tersebut.

d)      Istri sebagai anggota masyarakat
Saat istri berperan sebagai anggota masyarakat, maka ia harus ikut bertanggung jawab terhadap baik-buruknya masyarakat, baik dikalangan suami bekerja, masyarakat dikalangan ia bekerja, serta mesyarakay sekeliling tempat tinggalnya. Wanita harus ikut peduli pada keadaan masyarakat, meski hanya masyarakat terkecil dalam rumah tangga. Hal ini karena mengingat sabda Rasulullah SAW, “ bukan termasuk golonganku orang yang tidak memikirkan atau peduli terhadap persoalan kaum muslimin
Yang dimaksud persoalan kaum muslimin disinilebih dikhususkan pada urusan agama mereka dan mengenai hubungan mereka dengan Allah Swt. Sebagai wanita yang shalihah. Istri harus selalu memperhatikan urusan agama umat, terutama dari kaumnya sendiri. Yakni bagaimana caranya mengajak mereka agar mereka senantiasa sadar fafirru ilallah wa Rasulihi saw. Jadi, dalam hal ini istri harus ikut andil dalam amar ma’ruf nahi munkar, yakni mengajak pada masyarakat sekitar untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah swt, baik melalui teladan dari hauliyahnya sehari-hari, melalui anak-anak yang dididiknya menjadi insane yang shalih-shalihah, terjun secara langsung dengan berdakwah, atau bahkan hanya sekedar dengan do’a. yang penting selalu berusaha peduli dengan urusan umat yang semakin memprihatinkan ini. Dengan begitu, ia mampu menjadi tiang agama dan tiang Negara yang baik sekaligus menjadi hamba Allah yang ta’at, bahkan dalam kondisi akhir zaman yang serba memprihatinkan ini.

4.      Membangun Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah
Tujuan membina rumah tangga adalah mencari kebahagiaan hidup. Hampir seluruh budaya bangsa menempatkan kehidupan rumah tangga adalah sebagai barometer kebahagiaan, meskipun karir mereka sukses di luar rumah tetapi gagal/berantakan dalam membangun rumah tangga yang kokoh dan sejahtera, maka tetaplah dipandang orang tak beruntung dan akan tercermin pula di wajahnya tidak bahagia.
      Menikah bukan perkara sulit, akan tetapi membina/membangun rumah tangga sakinah mawaddah warahmah bukan pekerjaan mudah, sebab orang membangun butuh maket yang bisa didiskusikan dan diubah sesuai dengan konsep pikiran yang akan dituangkan dalam wujud bangunan itu.
      Konsep tersebut bisa murni pemikiran manusia, bisa juga merupakan suatu tafsir dari suatu ajaran kitab suci.Hadrotus Syaikh Romo K.H. Abdoel Madjid Ma’roef memberikan substansi materi tuntunan pokok, sebagai jembatan supaya manusia dalam menjalankan tugas pokok pengabdian kepada Allah diberikan kemudahan yaitu dengan ajaran wahidiyah.
      Ajaran wahidiyah adalah bimbingan praktis lahiriyah dan bathiniyah berpedoman pada AlQur’an dan hadits dalam melaksanakan tuntunan Rasulullah saw meliputi bidang iman, bidang Islam, bidang ihsan, mencakup segi syari’ah, segi hakikat, dan segi akhlak[18]. Di samping mengamalkan shalawat wahidiyah supaya melatih hati untuk menerapkan ajaran wahidiyah yaitu secara garis besar dirumuskan dalam lillah-billah, lirrasul-birrasul, yu’ti kulladzii haqqin haqqah, taqdimul aham fal aham tsummal anfa’ fal anfa’.

a.      LILLAH-BILLAH
Lillah, segala amal perbuatan apa saja, baik yang berhubungan dengan Allah swt dan Rasulnya saw maupun yang berhubungan dengan masyarakat, dengan makhluk pada umumnya, baik yang bersifat wajib, sunnah atau mubah (wenang), asal bukan perbuatan yang merugikan atau bukan perbuatan yang tidak diridloi Allah, melaksanakannya supaya disertai niat dan tujuan mengabdikan diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dengan ikhlas tanpa pamrih (LILLAHI TA’AALA) “LAILAHA ILLALLAH” (tiada Tuhan selain Allah). “WAMA KHOLAQTUL-JINNA WAL-INSA ILLA LIYA’BUDUUNI ” (tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku). (QS. Adz-Dzaariyat:56)
Billah, menyadari dan merasa senatiasa kapanpun dan dimanapun berada, bahwasegala sesuatu termasuk gerak-gerik dirinya lahir batin adalah ALLAH TUHAN MAHA PENCIPTA yang menciptakan dan menitahkan, jangan sekali-sekali merasa, lebih-lebih mengaku diri kita memiliki kekuatan dan kemampuan “LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAAH” (tiada daya dan kekuatan melainkan atas kehendak Allah/billah).

b.      LIRROSUL-BIROSUL
Lirrosul, disamping menerapkan Billah seperti diatas, dalam segala tindakan dan perbuatan apa saja, asal bukan perbuatan yang tidak diridloi Allah SWT dan bukan perbuatan yang merugikan, supaya diniati mengikuti jejak tuntunan Rosullah saw “YA AYYUHAL –LADZIINA AAMANU ATHII’ULLAHA WA ATHII’URROSUULA WALAA TUBTHILUU A’MAALAKUM ” (hai orang-orang yang beriman (BILLAH), taatlah kepada Allah (LILLAH) dan taatlah kepada Rosul (LIRROSUL), dan janganlah merusak amal-amalmu ). (QS. Muhammad:33)
Birrosul, disamping sadar Billah seperti diatas, supaya juga menyadari dan merasa bahwa segala sesuatu termasuk gerak-gerik dirinya lahir bathin (yang diridloi Allah)adalah sebab syafa’at dan jasa Rasulullahsaw, “WAMAA ARSALNAAKA ILLAA ROHMATAL-LIL ‘AALAMIIN” (Dan tiadalah AKU mengutus Engkau (Muhammad)melainkan sebagai rohmat bagi seluruh alam)” (QS. AL-Anbiya’:107)
Penerapan LILLAH BILLAH dan LIRROSUL BIRROSUL seperti diatas adalah merupakan realisasi dalam praktek hati dari dua kalimat syahadat “ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLOOH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR-ROSULULLAH” Shollalloohu alaihi wasallam.

c.       YUKTI KULLADZII HAQQIN HAQQOH
Mengisi dan memenuhi segala bidang kewajiban, melaksanakan kewajiban tanpa menuntut hak. Baik kewajiban-kewajiban kepada Allah swt dan Rosulullah saw, maupun kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan masyarakat disegala bidang dan terhadap makhluk pada umumnya.

d.      TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANFA’ FAL ANFA’
Didalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut supaya mendahulukan yang lebih penting (AHAMMU).Jika sama-sama pentingnya, supaya dipillih yang lebih besar manfaatnya (ANFA’U). Hal-hal yang berhubungan kapada Allah swt dan Rasulullah saw terutama yang wajib, pada umumnya harus dipandang AHAMMU (lebih penting). Dan hal-hal yang manfaatnya dirasakan juga oleh orang lain atau umat dan masyarakat pada umunya harus dipandang ANFA’U (lebih bermanfaat).

Di dalam rumah tangga ketika orang selalu mengetrapkan ajaran wahidiyah, insyaallah rumah tangganya aman, damai, dan sejahtera sehingga bisa terbina menjadi rumah tangga sakinah mawaddah warahmah.

5.      Kesimpulan
Sesunguhnya kekacauan jiwa lebih mematikan dari pada sakit jasmani. Sedangkan orang-orang modern cenderung mudah kacau jiwanya, bahkan dinegara kita ditemukan kampung orang gila (gangguan jiwa). Rasulullah saw bersabda yang telah diriwayatkan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, “tidaklah Allah swt menurunkan suatu penyakit melainkan Ia juga menurunkan obatnya.” Untuk menjaga kesehatan rohani hadrotus syaikh Romo KH Abdul Madjid Ma’roef mengijazahkan sholawat Wahidiyah serta ajaran Wahidiyah sehingga hatinya bersih, jiwanya tenang, serta dalam menjalankan tugas sehari-hari antara suami istri selalu didasari Lillah-Billah, Lirrosul-Birrosul, yu’ti kulla dzi haqqin haqqoh, taqdimul aham fal aham tsummal anfa’ fal anfa’.
Dengan hati bersih dan jiwa tenang orang diberi kemudahan dalam menjalankan tugas pokoknya yaitu mengabdi kepada Allah swt. Akhirnya Allah memberikan kemudahan dalam membina rumah tangga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Aamiin.
Cukup sekian makalah yang sangat sederhana, mudah-mudahan diridloi oleh Allah swt wa Rasulihi saw. Semoga para wanitanya menjadi wanita yang shalihah yang mampu menjadi pilar penyangga bangsa dan Negara yang kokoh, sehingga dalam waktu yang sesingkat-singkatnya umat dan masyarakat jami’al ’alamin berbondong-bondong sadar fafirru ilallah wa Rasulihi saw, khususnya bangsa Indonesia, agar segera terwujud menjadi bangsa yang berkarakter,dan Allah menjadikan baldatun thoyyibatun wa Robbun ghofur.




[1]
[2] Aidh bin Abdullah al-Qarni. Tips Menjadi Wanita Paling Bahagia. Hal 67
[3] Moh Ruhan Sanusi. 2006 . Kuliah Wahidiyah. Jombang: DPP PSW. Hal 123
[4] Moh Ruhan Sanusi. Kuliah Wahidiyah….. Hal 120
[5] Uwes al-Qarni. 60 Penyakit Hati. Hal 3
[6] Moh Ruhan Sanusi. Kuliah Wahidiyah….. Hal 120-122
[7] Departemen Agama RI. Al-Qur’an al-Karim dan Terjemah. Jakarta: J-Art. Hal
[8] Al-Ghozali. Ihya’u ‘Ulumi ad-Din Juz Tsani. Sangkapura: al-Haramain. Sh 360
[9] Al-Ghozali. Ihya’u….. Sh 359
[10] Al-Ghozali. Ihya’u….. Sh 334
[11] Al-Ghozali. Ihya’u….. Sh 327
[12] Al-Ghozali. Ihya’u…. Sh 185
[13] Uwes al-Qarni. 60 Penyakit Hati. Hal 66-70
[14] Moh Ruhan Sanusi. Kuliah Wahidiyah….. Hal 55
[15] Achmad Mubarak. Psikologi Keluarga. 2009. Jakarta: Wahana Aksara Prima. Hal 148-149
[16] Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta: J-Art. Hal
[17] Dikutip dari makalah K Muhibbin, Kuliah Wahidiyah Solusi Terbaik Untuk Membina Wanita Sholihah Sebagai Tiang Agama Dan Negara.
[18]Moh Ruhan Sanusi. Kuliah Wahidiyah….. Hal 104

0 komentar:

Posting Komentar