Dzikrulloh Warosulih SAW

BACALAH SELALU DI DALAM HATI ATAU DENGAN LISAN "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOOH" UNTUK DZIKIR KEPADA ALLOH WA ROSULIHI SAW

17.4.15

ATURAN KHUSUS PENGANGKUTAN LAUT

Latar Belakang
Hukum sebagai gejala sosial mengandung berbagai aspek, faset, ciri, dimensi waktu dan ruang, serta tatanan abstraksi yang majemuk.Karena itu, hukum dapat dikaji dan dipelajari secara rasional-sistematikal-metodikal dari berbagai sudut pandang dan pendekatan.Dari pengkajian tersebut terbentuklah sebuah disiplin ilmiah yang objeknya adalah hukum. Keseluruhan disiplin ilmiah tersebut dapat disebut dengan istilah, yaitu Disiplin Ilmiah tentang Hukum (sciences concerned with law, Radbruch), atau Ilmu-ilmu Hukum (Mochtar Kusumaatmadja) atau Pengembanan Hukum Teoritikal (theoretische rechtsbeofening, Meuwissen). Istilah-istilah tersebut menunjukkan pada kegiatan akal budi untuk secara ilmiah rasional-sistematikal-metodikal dan terus menerus) berupaya untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum dan penguasaan intelektual atas hukum.[1]
Menurut Surojo Wignodipuro, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturn-peraturan tersebut berakibat suatu tindakan. Hukum itu sendiri melingkupi berbagai bidang dalam kehidupan sehari-hari.Yang sistem pengaturan dan pelaksanaannya ada yang memiliki kesamaan dan adapula yang memiliki perbedaan.
Sebagai contoh di bidang Pengangkutan. Hukum pengangkutan merupakan bagian dari hukum dagang (perusahaan) dan hukum dagang (perusahaan) termasuk dalam bidang hukum keperdataan. Dilihat dari segi susunan hukum normatif, bidang hukum keperdataan adalah sub-sistem tata hukum nasional. Jadi, hukum dagang (perusahaan) termasuk dalam sus-sistem tata hukum nasional. Asas-asas tata hukum nasional adalah juga asas-asas hukum pengangkutan.[2]
Hukum Pengangkutan sendiri terdiri dari sub-bidang yaitu Hukum Pengangkutan Darat, Hukum Pengangkutan Laut, dan Hukum Pengangkutan Udara. Namun kali ini kami selaku penulis akan mencoba membahas lebih khusus tentang Hukum Pengangkutan Laut.
B.   Rumusan Masalah
1.      Apa Dasar Hukum Pengangkutan Laut?
2.      Apa Perjanjian Angkutan Laut?
3.      Siapa Saja Pihak Yang  Terlibat Dalam Pengangkutan Laut
C.  Tujuan
Selain sebagai pemenuhan terhadap tugas akhir mata kuliah Hukum Pengangkutan, adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.         Untuk Mengetahui Dasar Hukum Pengangkutan Laut.
2.         Untuk Mengetahui  Perjanjian Pengangkutan Laut.
3.         Untuk Mengetahui Pihak-pihak Yang Terlibat dalam Pengangkutan Laut.
PEMBAHASAN
A.   Pengertian dan Pengaturan tentang Pengangkutan
Menurut arti katanya pengangkutan berasal dari kata dasar “angkut” yang berarti angkat dan bawamuat dan bawa atau kirimkanMengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari satu tempat ke tempat lain.[3]
Dengan demikian, Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan, dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan.
Sedangkan pengertian Hukum Pengangkutan laut yaitu “norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam menjalankan tugasnya untuk mempersiapkan, menjalankan dan melancarkan “pelayaran” di laut. Oleh karena itu Hukum Pengangkutan di laut juga disebut “Hukum Pelayaran
Hukum laut bersifat keperdataan atau privat, karena hukum laut mengatur hubungan antara orang-perorangan. Dengan kata lain orang adalah subjek hukum. Yang dimaksud dengan orang di sini adalah pengirim dan penumpang dengan perusahaan pengangkutan.

B.   Pihak-Pihak Dalam Pengangkutan Laut.
1.      Pengusaha Kapal (Penyedia Kapal)
Menurut pasal 320 KUHD, yang dimaksud dengan pengusaha kapal yaitu orang yang mempergunakan kapal untuk pelayaran di laut dan untuk dilakukannya sendiri atau menyuruh melakukannya oleh seorang nakhoda yang bekerja padanya.
Berdasarkan pasal di atas, pengusaha kapal diberi keringanan dalam hal memakai kapal. Keringanan tersebut terlihat bahwa ia tidak harus memiliki kapal dalam melakukan pelayarannya. Tetapi dalam memakai kapal selain bisa dengan menggunakan kapal milik sendiri, ia juga bisa memakai kapal milik orang lain.

Tanggung jawab Pengusaha Kapal 
Pasal 321 KUHD menyebutkan bahwa “pengusaha kapal terikat oleh perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh mereka yang dalam dinas tetap atau sementara dari kapal itu di dalam pekerjaannya dalam lingkungan kewenangannya

2.      Pengangkut (Awak Kapal).
Pasal 466 KUHD menyebutkan bahwa “Pengangkut dalam arti bab ini ialah barang siapa yang, baik dengan persetujuan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, baik dengan sesuatu persetujuan lain, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang, yang seluruhnya atau sebagian melalui lautan
Dari pasal di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut sebagai pengangkut adalah mereka yang baik karena persetujuan carter menurut waktu maupun menurut perjalanan, ia mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang baik seluruhnya maupun sebagian melalui laut.
Tanggung jawab Pengangkut
Pasal 468 KUHD menyebutkan bahwa tanggung jawab si pengangkut antara lain:
(ayat 1) “Persetujuan pengangkutan mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang yang harus diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut.
(ayat 2)  “Si pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian yang disebabkan karena barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya, atau karena terjadi kerusakan pada barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebabkan oleh suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkannya, atau cacat daripada barang tersebut, atau oleh kesalahan dari si yang mengirimkannya.
3.      Pengirim barang (Penyewa Jasa Kapal)
a)   Pemegang kuasa
b)   Komisioner
c)   Penyimpan barang
d)   Penyelenggara usaha
Selain ekspeditur dalam pengangkutan laut dikenal pula pihak-pihak yang terkait lainnya, yaitu sbb:
a)    Pengatur muatan
b)   Per-Veem-An/Ekspedisi Muatan Laut
Menurut pasal 1 PP no 2 tahun 1969 yang dimaksudkan dg Per-Veem-An ialah:
Usaha yang ditujukan kpd penampungan dan penumpukan barang-barang yang dilakukan dg mengusahakan gudang-gudang, lapangan-lapangan, dimana dikerjakan dan disiapkan untuk diserahkan kepada perusahaan pelayaran untuk dikapalkan, yang meliputi: antara lain kegiatan ekspidisi muatan, pengepakan, pengepakan kembali, sortasi, penyimpanan, pengukuhan, penendaan dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis ekonomis yang diperlukan perdagangan dan pelayaran.”
4.      Penerima
a) Penerima adalah juga pengirim barang
b)Penerima adalah orang lain yang ditunjuk

C.  Perjanjian Pengangkutan Laut
Sifat dasar dari perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran (jasa dan pemborongan), Jika seorang pedagang Ingin mengirimkan sejumlah besar barang bawaannya sehingga yang sering terjadi ia memborong pemakaian sebuah kapal untuk seluruhnya atau sebagian guna melakukan pengangkutan barang-barang itu. Perjanjian yang dibuatnya dengan maskapai laut dinamakan “bevrachtingsovereenkomst”.
Perjanjian itu pada hakekatnya tidak lain dari suatu perjanjian sewa menyewa kapal. Pihak yang menyediakan kapal di namakan  vervrachter dan pihak yang melakukan pemborongan penyewaan kapal dinamakan bevrachter. Kedua pihak dalam suatu perjanjian pemborongan pemakaian kapal tersebut, dapat meminta supaya di buat perjanjian tertulis. Surat ini di namakan charterparty.
Adapun pembagian pengangkutan laut berdasarkan peraturan perdagangan sebagai berikut:   
1)      Perjanjian Carter Menurut Waktu (Time Charter)
Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachte (Pihak Penyedia Kapal) mengikatkan diri kepada Bevrachter (pihak Yang memborong Pemakaian)  untuk:
·         Waktu tertentu
·         Menyediakan sebuah kapal tertentu
·         Kapalnya untuk pelayaran di laut bagi Bevrachter
·         Pembayaran harga yang dihitung berdasarkan waktu
Kewajiban pengangkut
Pasal 453 (2) Menyediakan sebuah kapal tertentu menurut waktu tertentu
·         Pasal 470 jes 459 (4), 308 (3) KUHD
Kesanggupan atas Kapal meliputi mesin dan perlengkapan (terpelihara/ lengkap) dan ABK (cukup dan cakap)
·         Pasal 460 (1) KUHD menyebutkan bahwa kewajiban pencarter untuk memelihara, melengkapi dan menganakbuahi.
2)      Perjanjian Carter Menurut Perjalanan (Voyage Charter)
Pasal 453 (3) KUHD “Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk :
·         Menyediakan sebuah kapal tertentu
·         Seluruhnya atau sebagian dari kapal
·         Untuk pengangkutan orang/barang melalui lautan
·         Pembayaran harga berdasarkan jumlah perjalanan
Kewajiban Pengangkut
·         Pasal 453 (2) KUHD : Menyediakan kapal tertentu atau beberapa ruanagan dalam kapal tersebut
·         Pasal 459 (4): terpelihara dengan baik, diperlengkapi, sanggup untuk pemakaian
·         Pasal 470 (1): Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggung jawab atau bertanggung jawab tidak lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk kerugian yang disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru atau penjagaan yang kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan yang bermaksud demikian adalah batal.
KESIMPULAN

Pengangkutan artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut. Sedangkan pengertian Hukum Pengangkutan laut yaitu “norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam menjalankan tugasnya untuk mempersiapkan, menjalankan dan melancarkan “pelayaran” di laut. Dalam prakteknya, proses pengangkutan laut sama dengan menyewa jasa sebuah kapal untuk melakukan pengangkutan.
perjanjian pengangkutan laut itu sendiri terbagi atas:
a) Perjanjian Carter Menurut Waktu (Time Charter)
b) Perjanjian Carter Menurut Perjalanan (Voyage Charter)
sedangkan pihak-pihak yang terlibat dalam pengangkutan laut antara lain adalah:
a)    pengusaha kapal (orang yang menyediakan kapal)
b)   pengangkut (terdiri dari awak kapal)
c)    pengirim (orang yang menyewa jasa kapal)
d)   penerima barang (tujuan barang angkutan)



DAFTAR PUSTAKA

B. Arief Sidharta, Disiplin Hukum : tentang Hubungan Antara Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum (State of Arts), Bahan kuliah Teori Ilmu Hukum pada Program S-3 Ilmu Hukum, Program Pascasarjana USU, Medan.
H.M.N. Purwosutjipto, S.H, 1984, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan, Jilid 3, Cetakan ke-2, Penerbit Djambatan, Jakarta.
UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
PP No 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan
PP No 2 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Angkutan Laut
http://id.wikisource.org/wiki/Kitab_Undang-Undang_Hukum_Dagang diakses pada 01 april 2015, pkl 11.01 WIB
http://kuliahade.wordpress.com/2009/10/27/pengangkutan-laut/ diakses pada 01 april 2015 pkl 11.04 WIB


[1] B. Arief Sidharta, Disiplin Hukum : tentang Hubungan Antara Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum (State of Arts), Bahan kuliah Teori Ilmu Hukum pada Program S-3 Ilmu Hukum, Program Pascasarjana USU, Medan.
[2] Abdul Kadir Muhammad, SH, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 10
[3]Abdul Kadir Muhammad, SH, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 19

0 komentar:

Posting Komentar